Keluarga

4 Tips Mendampingi Anak Sekolah di Rumah Agar Minim Stres!

4 Tips Mendampingi Anak Sekolah di Rumah Agar Minim Stres!

Merebaknya wabah Covid-19 memaksa setiap orang di dunia untuk menerapkan tatanan hidup baru agar perekonomian dan keseharian masyarakat kembali berputar. Meski di beberapa sektor masih ada kantor atau lembaga yang memilih kerja dari rumah, mayoritas geliat ekonomi mulai berkembang kembali.

Adanya era tatanan hidup baru atau new normal mulai mencuatkan wacana pembukaan kembali sekolah-sekolah, dengan menerapkan beberapa ketentuan protokol kesehatan.

Meski sempat diadakan simulasi oleh beberapa sekolah, tidak semua sekolah akhirnya benar-benar buka untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Sementara itu, di beberapa daerah dengan jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 sedikit, beberapa sekolah telah dapat dibuka.

Sekolah-sekolah yang telah membuka pembelajaran tatap muka ini menerapkan pembatasan jumlah siswa dalam satu kelas menjadi setengah dari yang seharusnya, menerapkan jarak antar siswa, ada juga yang menerapkan bilik belajar pada setiap meja, ada pula sekolah yang menyiapkan topi beranimasi pesawat sepanjang 1 meter untuk menjaga jarak antar siswa.

Siswa dan guru juga menggunakan masker dan face shields, kemudian sering cuci tangan dengan sabun dan air mengalir di setiap pergantian jam pelajaran. Ruang kelas juga disemprot disinfektan sebelum dan sesudah anak-anak belajar di sekolah. Pembelajaran tatap muka juga dibatasi menjadi 2-3 jam saja bergantung kebijakan masing-masing sekolah.

Tetapi sayangnya, banyak orangtua yang masih khawatir untuk mengirim kembali anak-anak ke sekolah dengan pembelajaran tatap muka. Sedangkan di lain sisi, anak-anak yang kesulitan akses internet untuk belajar juga menjadi kendala.

Sekolah di rumah menjadi satu-satunya pilihan paling aman bagi anak-anak yang cukup menenangkan orangtua. Tetapi apakah sistem sekolah di rumah sudah sesuai dan efektif untuk anak-anak? Apalagi, saat ini sudah banyak orangtua yang kembali bekerja dan tidak bisa mendampingi anak-anaknya untuk sekolah di rumah.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun pada 17 Agustus 2020, menyatakan tanggapannya terkait pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka. IDAI menganjurkan berbagai kebijakan terkait anak yang bertujuan untuk mencegah penularan infeksi Covid-19 harus disusun secara lebih agresif dan tegas dibanding dengan kebijakan negara tetangga.

Terlebih, tingkat penularan dan angka kematian kasus Covid-19 pada anak di Indonesia mencapai posisi tertinggi se-Asia. Sehingga IDAI sangat merekomendasikan untuk menunda pembelajaran tatap muka dan beralih pada kegiatan sekolah di rumah.

Namun, ternyata kegiatan sekolah di rumah tidak semulus yang diharapkan orangtua, guru, maupun anak-anak yang terlibat. Berdasarkan berita yang dihimpun Jakarta Post, siswa teridentifikasi lebih stres saat sekolah di rumah dibandingkan saat belajar tatap muka di sekolah.

Alasannya adalah pembelajaran saat situasi normal saja sudah berat dan berpotensi membuat anak stres. Tapi dengan bersosialisasi bersama teman dan melakukan hal yang menyenangkan bersama teman sebaya selain belajar, mampu mengurangi tingkat stres dan membuat siswa lebih enjoy menghadapi pembelajaran di sekolah. Belajar daring di rumah justru akan membuat siswa semakin stres karena tidak ada teman yang seperti biasa bisa menghibur.

Tetapi tentunya, yang paling terdampak dari sistem sekolah di rumah ini adalah siswa yang memiliki keterbatasan perangkat dan jaringan. Di daerah-daerah tertentu, sekolah dan guru terpaksa harus memikirkan cara lain agar siswa tetap bisa sekolah di rumah.

Ada guru yang akhirnya mendatangi siswa di setiap rumah untuk mengajar. Ada pula yang meminta bantuan kepolisian setempat untuk meminjam Handy Talkie dalam mengajar siswa di rumah mereka.

Pemerintah juga melakukan sesuatu terkait terbatasnya sambungan internet. Pemerintah merilis acara “Belajar dari Rumah” di saluran TV Nasional, TVRI. Saluran televisi masih cukup menjangkau beberapa pelosok daerah, sehingga cara ini dipilih pemerintah.

Acara “Belajar dari Rumah” dimulai dari jam 8.00-11.00 WIB dengan menyediakan materi untuk siswa PAUD sederajat, SD kelas 1-3 sederajat, SD kelas 4-6 sederajat, SMP sederajat, SMA sederajat dan Parenting untuk orangtua. Di akhir minggu, program ini menyediakan acara musik, acara kreatif menggambar, membaca buku cerita, talkshow, dan penayangan film nasional.

Beberapa sekolah dengan fasilitas memadai menerapkan kelas online melalui aplikasi Zoom. Sayangnya, hal ini tidak efektif digunakan pada anak-anak karena mereka cenderung tidak bisa duduk diam lebih dari 15 menit.

Sedangkan kebanyakan waktu yang dibutuhkan untuk sesi daring sekolah di rumah adalah 2 jam. Selain itu, tanpa adanya pengawasan dari orangtua, belum tentu anak akan merasa betah di depan laptop atau komputer menghadapi kelas daringnya.

Nah, lantas apa yang bisa orangtua lakukan saat harus meninggalkan anak yang sekolah di rumah agar minim stres meski orangtua pergi bekerja? Simak beberapa tips berikut ini:

  1. Briefing Pendamping Anak

    Sebelum pergi bekerja, Ibu dan Ayah perlu menjelaskan kepada pendamping yang dititipi anak, baik itu kakek, nenek, atau pengasuh anak, tentang bagaimana pola sekolah di rumah yang diterapkan oleh sekolah si kecil. Jika memang memerlukan pembelajaran daring, maka mintalah pengasuh untuk mendampingi anak dengan sabar, minim interupsi jika tidak diminta, dan membantu jika anak mengalami kendala belajar.

    Jika sekolah anak hanya memerlukan bukti foto atau video yang harus dikirimkan kepada guru di jam aktif, maka jelaskan kepada pengasuh apa yang harus dilakukan saat mendampingi anak. Mintalah bantuan seseorang yang mengerti gawai jika semisal pengasuh anak tidak memahami cara menggunakan gawai dan jauhkan anak dari berbagai distraksi seperti tontonan di ponsel/TV yang tidak berkaitan dengan pembelajaran untuk sementara waktu.

  2. Memilih Sekolah Sesuai Kondisi di Rumah

    Menjelang tahun ajaran baru, ada baiknya jika orangtua melakukan survey dengan saksama saat memilih sekolah untuk anak selama masa new normal pandemi Covid-19. Pilihlah yang sesuai dengan situasi di rumah dan kesanggupan orangtua/pendamping dalam membersamai anak sekolah di rumah.

    • Untuk Anak usia PAUD, cari sekolah yang memiliki jadwal fleksibel yang bisa menyesuaikan jadwal pendamping di rumah. Diskusikan dengan wali kelas si kecil tentang kondisi di rumah dan ajukan pilihan untuk menyetorkan tugas sekolah di rumah di waktu-waktu yang memungkinkan Ibu atau Ayah mendampingi si kecil sekolah.

      Alternatif lainnya, pilihlah sekolah yang bisa menyediakan learning kit yang dikirim ke rumah tanpa perlu kelas daring. Learning kit yang dikirim biasanya sudah dilengkapi panduan, jadi Ibu atau Ayah bisa menitipkan pendampingan anak sekolah di rumah kepada pengasuh tanpa rasa khawatir.

    • Untuk anak usia TK ke atas, menyediakan cemilan dan makanan-makanan kesukaan anak bisa menjadi salah satu cara ampuh untuk membuat anak-anak tenang mendengarkan guru pada selama daring. Tetapi jika tidak ada kelas daring dan menggunakan learning kit, maka berikan cemilan saat anak telah menyelesaikan tugasnya agar tugas sekolah di rumah tidak kotor dan berantakan terkena cemilan.

      Posisi meja dan kursi belajar juga bisa disepakati bersama anak. Biarkan anak memilih ingin belajar di bagian rumah yang mana. Pendapat anak perlu didengar karena anaklah yang harusnya merasa nyaman selama sekolah di rumah berlangsung.

  3. Sesuaikan Ekspektasi dengan Realita

    Tidak perlu menaruh ekspektasi terlalu tinggi dalam kondisi yang serba tidak ideal seperti sekarang. Sesuaikan saja target keluarga dengan apa yang terjadi dan tersedia di depan mata. Kita tentu tidak bisa memaksa anak-anak yang lazimnya memang aktif bergerak, untuk tetap diam belajar dan menghadap layar dalam waktu lama.

    Eksekusi tidak selalu semulus ekspektasi, Jadi, bersabarlah dalam mendampingi anak sekolah di rumah, dan mintalah pengasuhnya juga bersabar ketika mendampingi saat Ibu atau Ayah pergi bekerja.

  4. Hindari Mengekang Anak untuk Duduk Diam

    Beri anak kesempatan untuk break. Idealnya anak yang masih kecil hanya bisa betah duduk lama minimal 10 menit. Jika 30 menit bisa duduk tenang mengerjakan tugas sekolah di rumah, maka berikan ia jeda setelahnya. Anak yang lebih besar biasanya bisa bertahan lebih lama. Satu hingga satu setengah jam lamanya, lalu beri anak waktu istirahat untuk makan atau melakukan apa yang mereka sukai.

Menerapkan sekolah di rumah memang sangat menantang, terlebih jika orangtua tidak bisa mendampingi langsung dalam proses pembelajaran anak. Ibu dan Ayah perlu berkomunikasi dengan si kecil untuk membuat mereka mengerti bahwa keadaan saat ini tidak memungkinkan anak untuk pergi ke sekolah.

Waktu yang terbatas untuk didampingi orang tuanya sendiri mungkin juga akan terasa berat bagi anak, karena anak belum tentu nyaman didampingi belajar dengan orang selain ibu atau ayahnya. Ibu dan Ayah bisa memberi anak pengertian bahwa usai bekerja nanti, anak bisa kembali belajar bersama orangtua.

Membesarkan hati anak juga penting dilakukan, karena mereka cenderung jenuh dan stress karena beban tugas sekolah dan tidak bisanya bermain leluasa dengan temannya. Validasi dan akui perasaannya, lalu yakinkan bahwa si kecil bahwa ia akan bisa belajar kapan saja dan di mana saja dengan cara menyenangkan.

(Dwi Ratih)