Balita

3 Hal yang Paling Ditakutkan Orang Tua tentang Anak

3 Hal yang Paling Ditakutkan Orang Tua tentang Anak

Ketika memutuskan memiliki anak, maka orang tua sudah pasti harus siap dengan berbagai konsekuensi dan pertanggung jawaban. Mulai urusan pendidikan, kesehatan, hiburan, sampai keamanan dirinya. Saking banyaknya hal yang harus diurus seputar anak, tak jarang para orang tua dilanda ketakutan dahsyat dan membuat mereka pusing sendiri.

Alfred Sacchetti, dokter UGD di Camden-New Jersey yang juga merupakan juru bicara dari American College of Emergency Physicians ini berpendapat bahwa orang tua seringkali takut atas hal-hal yang di luar kontrol mereka. Misalnya, takut si kecil diculik orang asing, resah saat ia mengendarai mobil tanpa sabuk pengaman, atau gelisah ketika sang buah hati berjalan-jalan di tepi kolam renang yang tidak memiliki pagar pengaman. Sacchetti juga mengatakan bahwa ketakutan tersebut erat kaitannya dengan tayangan Televisi yang sering menayangkan hal-hal mengerikan seperti penculikan dan pembunuhan anak-anak.

Membandingkan acara TV dengan realita tentu bukan hal yang tepat ya, Bun. Jadi, coba deh singkirkan ketakutan-ketakutan yang malah akan membuat Bunda menjadi orang tua panaroid. Apa-apa dilarang, bahkan anak ingin keluar beli jajan di warung pun Anda sudah ketar-ketir tak karuan karena takut ia tertabrak motor. Hmm, itu baru satu contoh rasa takut yang umum dirasakan ortu. Berikut Ibupedia akan berikan contoh lainnya;

Ekspektasi yang terlalu tinggi

Ketakutan: "Saya takut anak saya tidak dapat bersekolah di tempat bagus sehingga ia kehilangan kesempatan mencapai potensi diri terbaiknya."

Urusan pendidikan adalah permasalahan nomor satu yang meresahkan para orang tua. Padahal, anak mereka usianya masih sangat muda bahkan belum waktunya untuk bersekolah. Fenomena tersebut tidak mengherankan bagi Pamela Paul yang merupakan penulis buku Parenting Inc. Dalam bukunya itu, Paul mengatakan bahwa kecemasan orang tua berdampak pada industri yang memberi embel-embel pendidikan. Misalnya saja para produsen produk mainan yang menjanjikan mampu membuat cerdas si kecil. Mereka telah 'menyuapi' rasa gelisah orang tua dengan iming-iming anak Anda akan jauh lebih cerdas dari anak sebayanya jika memiliki suplemen, dvd, atau mainan-mainan yanng diproduksi oleh perusahaan mereka.

Paul menekankan besarnya pengaruh iklim ekonomi masa kini terhadap kecemasan orang tua terkait pendidikan anak. Ya, insekuritas ekonomi telah menggerakkan para Ayah dan Ibu untuk berbondong-bondong memasukkan anaknya ke sekolah terbaik meski biayanya setinggi langit. Dengan harapan, masa depan anak mereka akan terjamin dan ia mendapatkan lebih banyak uang sehingga tak perlu merasakan namanya insekuritas ekonomi.

Realita: Tak bisa dipungkiri bahwa kita sekarang hidup dalam tekanan ekonomi yang tak menentu. Tingginya angka pengangguran serta biaya hidup yang tinggi namun tak diimbangi dengan kenaikan gaji telah membuat banyak keluarga dilanda kecemasan. Jadi, tak heran kalau orang tua mulai mempersiapkan anaknya untuk bersaing dalam kompetisi kerja yang kian ketat. Tapi bukan berarti Bunda harus dibuat pusing, panik, apalagi terburu-buru menentukan mau sekolah dimana si kecil nanti. Padahal, anak Bunda baru saja lahir dan dibawa pulang dari rumah sakit. Hmm, mempersiapkan masa depan memang penting, tapi jangan sampai panik sendiri ya, Bun!

Apa yang harus dilakukan?

Percaya tak percaya, membelikan setumpuk DVD, buku, serta mainan yang menjanjikan anak bertambah cerdas justru seringkali membuat anak menjadi  malas berkreasi. Paul mengatakan bahwa semakin sedikit mainan yang dimiliki anak, justru semakin baik. "Rata-rata anak di Amerika Serikat mendapatkan 70 mainan baru setiap tahunnya. Namun, pada kenyataannya anak yang kreatif justru memiliki lebih sedikit mainan. Dengan jumlah mainan yang sedikit, sederhana, dan tidak terlalu mewah akan membantu anak mengembangkan imajinasi dan sumber dayanya." lanjut Paul.

Psikolog Paul Donahoe, penulis buku Parenting Without Fear, juga menawarkan perspektif yang sama. "Orang tua berpikir bahwa sudah seharusnya mereka memberikan fasilitas terbaik untuk anak, baik itu menstimulasi mereka, menjaga agar anak senantiasa senang, serta melakukan segalanya agar anak tak sampai frustasi. Orang tua takut apabila mereka tak memenuhi keinginan anak, maka si kecil akan jatuh dan tertinggal dari rekan sebayanya."Pada kenyatannya, Donahue meyakini bahwa kemudahan fasilitas yang diberikan orang tua justru menghambat anak menjadi pribadi yang mandiri dan kreatif. Aduh, stop terlalu memanjakan anak yuk, Bun!

Stranger Danger

Ketakutan: "Saya takut si kecil diculik atau dilukai orang asing."

Melindungi anak adalah insting dasar yang dimiliki semua orang tua. Ditambah dengan maraknya pemberitaan soal penculikan atau tindakan cabul terhadap anak di media cetak maupun online, maka seakan-akan kasus yang melibatkan orang asing tersebut terkesan umum terjadi. Padahal, kasus penculikan anak lebih jarang terjadi dibanding kasus kecelakaan mobil, misalnya.

Realita: Menurut Crimes Against Children Research Center (CCRC) yang berbasis di Universitas New Hampshire, kekhawatiran orang tua tersebut memang ada dasarnya. Sebab, ada 1 dari 100 anak yang mengalami perlakuan tidak menyenangkan atau diabaikan. Tapi hasil studi dari CCRC juga menyampaikann kabar baik bahwa tingkat kekerasan pada anak menurun 2 persen sejak tahun 2008 ke 2009, serta pelecehan seksual juga turun 5 persen. Jumlah tersbeut terus turun sejak tahun 1992, jadi semakin modern seharusnya tindak kekerasan maupun pelecehan pada anak jauh berkurang. Terlebih di Indonesia sendiri sudah banyak lembaga sosial yang mau mendengarkan dan melindungi anak-anak yang mengalami kekerasan baik seksual maupun fisik.

Apa yang harus dilakukan?

Menurut Finkelhor, sosiolog serta pengelola CCRC, cara terbaik melindungi anak dari tindak kekerasa adalah dengan senantiasa mawas dan berada di dekat si kecil. Dengan menjaga hubungan tetap dekat, maka anak pun akan semakin mudah berkomunikasi dan memuka diri saat ia mengalami hal yang kurang menyenangkan. Selain itu, ajarkanlah ia tentang organ-organ seksual serta wilayah tubuhnya yang tidak boleh dipegang oleh orang asing. Beri dia rasa aman dengan meyakinkannya bahwa Bunda akan selalu ada untuk mendengar keluhannya. Jangan sampai si kecil merahasiakan sesuatu karena takut Anda akan marah besar.

Kecelakaan Berkendara

Ketakutan: "Saya takut si kecil akan terlibat dalam kecelakaan, seperti ditabrak mobil."

Realita: Ketakutan orang tua di atas memang ada benarnya. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kecelakaan yang melibatkan kendaraan bermotor adalah peyebab nomor satu kematian anak di Amerika Serikat. Pada tahun 2008 sendiri, tercatat ada 968 anak-anak berumur di bawah 14 tahun yang meninggal karena kecelakaan mobil. Lainnya, sekitar 168.000 anak mengalami luka-luka. Meski begitu, ketakutan Bunda masih dalam jangkauan yang bisa dikontrol. Sebab, 40% dari jumlah anak yang meninggal akibat kecelakaan mobil diakibatkan karena kelalaian orang tua seperti lalai tidak memakaikan sabuk pengaman pada anak. Bahkan, menurut National Highway Traffic Safety COmmission, ada lebih dari 2/3 anak-anak yang menderita luka serius akibat kecelakaan mobil ternyata berkendara bersama pengemudi mabuk. Waduh!

Apa yang bisa dilakukan?

Sabuk pengaman, kursi mobil khusus anak, helm sepeda, helm motor berstandar SNI, serta berkendara tidak lebih dari 3 orang saat membawa anak dengan sepeda motor adalah wajib hukumnya! Ya, keselamatan anak adalah tanggung jawab orang tua. Jadi, jangan malas memakaikan sabuk pengaman ya, Bun!

(Yusrina)