Balita

8 Hal Menarik Yang Terjadi Pada Otak Ibu Ketika Menyusui

8 Hal Menarik Yang Terjadi Pada Otak Ibu Ketika Menyusui

Anda mungkin sudah pernah mendengar kalau ukuran otak mengecil ketika hamil. Ini membuat wanita hamil jadi pelupa dan hanya fokus ke bayi. Kondisi yang disebut “pregnancy brain” ini menghapus memori traumatik tentang persalinan dan melahirkan sehingga wanita mampu melewatinya kembali. Tapi setelah kelahiran, otak akan membesar pada area yang terkait dengan motivasi dan perilaku.

Menjadi seorang ibu merupakan pengalaman yang akan mengubah hidup Anda. Banyak wanita merasakan banyak perubahan pada kepribadian mereka setelah menjadi ibu. Faktanya, selama hamil terjadi beberapa perubahan pada otak. Perubahan ini membuat Anda tidak terlalu takut atau cemas, menajamkan memori, dan banyak lagi. Dan kemudian, oksitosin, hormon yang terlepas ke aliran darah selama kelahiran dan menyusui, membantu otak untuk menggabungkan perubahan ini.

Semua perubahan pada otak membantu Anda mempersiapkan diri menjadi ibu. Menyusui lebih dari sekedar memberi makan bayi. Menyusui adalah tentang hubungan antara Anda dan bayi. Menyusui menyebabkan perkembangan jalan baru di otak yang mendorong perilaku keibuan. Bunda, berikut ini beberapa perubahan pada otak ketika ibu menyusui:


1. Lebih Berani

Ada bagian otak yang merespons rasa takut. Penelitian telah menunjukkan hal ini, ketika oksitosin ditransfer pada pria, bisa mengurangi aktivasi amygdala (saraf pada otak), sehingga membantu mengurangi rasa takut dan kecemasan.

Prolaktin, hormon yang erat kaitannya dengan laktasi, bisa jadi alasan Anda mempertaruhkan nyawa demi anak. Peneliti tentang prolaktin pada manusia menjelaskan bahwa prolaktin membuat hewan jadi lebih berani, dan lebih mungkin mempertaruhkan resiko nyawa mereka. Ini jadi alasan kenapa orang tua yang menyusui akan melakukan hal yang sama untuk melindungi si bayi.


2. Hormon Stres Berkurang

Ketika menyusui, refleks pelekatan menyebabkan oksitosin terlepas dari otak dan aliran darah, menyebabkan payudara mengeluarkan ASI. Di waktu yang sama, pelepasan oksitosin mengurangi tingkat hormon stres di darah. Pada sebuah penelitian, 10 ibu menyusui dan tidak menyusui berpartisipasi dalam satu eksperimen.

Peneliti menemukan ibu yang menyusui melepas lebih sedikit hormon stres dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui. Penelitian lain menemukan kalau di antara ibu dengan gejala depresi atau kecemasan, ibu menyusui menunjukkan respons hormon stres lebih rendah dibanding ibu yang tidak menyusui.

Tapi penelitian lain juga menunjukkan kalau ketika ibu menyusui atau menggendong bayi, mereka memiliki tingkat hormon stres lebih rendah. Namun ketika ibu yang sama melakukan tes stres, hanya ibu yang menyusui yang menunjukkan tidak ada peningkatan pada level hormon stres. Efek ini terus berlanjut selama 30 menit setelah menyusui.


3. Keterampilan Sosial san Emosional Meningkat 

Ketika oksitosin ditransfer pada pria, ada peningkatan dalam keterampilan interpretasi sosial, meningkatkan memori informasi sosial yang positif (terutama wajah bahagia), dan meningkatkan memori tentang wajah. Selain itu, oksitosin membantu mengidentifikasi ekspresi wajah emosional positif lebih akurat, meningkatkan kemampuan mengenali rasa takut, dan meningkatkan kemampuan untuk menyimpulkan kondisi mental orang lain, dan menggunakan petunjuk sosial dari area mata. Semua ini relevan dengan ibu menyusui, karena fakta bahwa oksitosin terlepas beberapa kali dalam sehari.


4. Meningkatkan Kemampuan Mencari Benda

Penelitian menemukan fungsi kognitif untuk membantu menemukan benda, meningkat pada tikus betina yang menyusui, dan kondisi ini masih berlanjut selama beberapa minggu setelah penyapihan. Jadi menyusui juga membantu Anda menemukan benda lebih mudah.


5. Meningkatkan Efek “Mama Bear” 

Proses bayi yang menghisap payudara akan memfasilitasi pembentukan jalan baru di otak Bunda. Ini membantu Anda menjadi lebih agresif melindungi bayi, meski tetap dalam kondisi tenang. Dengan kata lain, menyusui membantu meningkatkan efek “mama bear.”

Untuk menguji hal ini, penelitian dilakukan pada tiga kelompok wanita; 18 ibu menyusui, 17 ibu tidak menyusui, dan 20 wanita bukan ibu. Tiap wanita bereaksi pada suara keras dari seorang peneliti. Ibu yang menyusui meresponnya dengan mengeluarkan suara dua kali lebih keras dan panjang dibanding ibu yang tidak menyusui dan dua kali lebih keras dan lama dibanding wanita yang bukan ibu. Di waktu yang sama, tekanan darah sistolik pada ibu menyusui 10 poin lebih rendah dibanding ibu yang tidak menyusui, dan 12 poin lebih rendah dibanding wanita bukan ibu.


6. Sensitif Pada Tangisan Bayi

Penelitian menemukan bahwa beberapa area pada otak ibu menyusui menunjukkan aktivitas yang signifikan, sebagai respons pada tangisan bayi, dibanding otak ibu yang tidak menyusui. Peneliti menyebut aktivasi otak pada ibu menyusui bisa membantunya memahami perasaan bayi, dan merespons dengan cara yang tepat. Pada penelitian terhadap hewan, tikus betina dihalangi menghasilkan oksitosin setelah lahir. Hasilnya, tikus ini tidak menunjukkan perilaku keibuan yang biasa.


7. Lebih cerdas

Laktasi juga membuat ibu lebih cerdas dibanding ibu yang memberikan susu formula ke bayinya. Cerdas di sini bukan seperti ilmuwan, tapi cerdasnya ibu menyusui lebih dari itu, yakni cerdas dalam arti persepsi, efisiensi, motivasi, dan kemampuan sosial yang meningkat.  

Ketika otak ibu di akhir kehamilan diteliti, ditemukan tingkat penggantian sel normal menurun dan ukuran otak mengecil, tapi ketika ibu melahirkan dan mulai menyusui, penggantian sel kembali terjadi dan meningkat. Contoh kerja sel ini sebagai berikut, ibu menyusui lebih sensitif pada suara tangis bayinya dan lebih terlatih dalam menerjemahkan artinya. Ibu menyusui memiliki telinga yang peka yang membuatnya lebih waspada tentang anaknya. Kemampuan persepsi ini menjadi bagian dari jalinan ikatan batin dengan bayi.


8. Empati Meningkat

Ada area otak yang responsif terhadap rasa empati. Aktivitas tinggi di area ini menyebabkan ibu menyusui mampu memahami bayinya dan meresponsnya dengan cara yang tepat. Area otak ini melakukan proses informasi dan memotivasi ibu untuk menunjukkan perilaku keibuan.

Ketika seorang ibu menyusui, tidak hanya oksitosin dalam darah yang meningkat, tapi tubuhnya juga menciptakan lebih banyak reseptor, yang secara permanen meningkatkan perasaan cinta dan dicintai. Pada manusia, ada reseptor oksitosin dalam jaringan payudara. Penelitian menemukan kalau wanita menyusui cenderung kurang reaktif pada hormon stres, juga kurang merasa curiga dan kurang merasa bosan dibanding ibu yang tidak menyusui.

Ketika Anda berhenti menyusui, kondisi otak tidak lagi sama. Ilmuwan meyakini terjadi perubahan yang permanen pada otak. Penelitian menunjukkan kalau manusia dan mamalia lain merespons dengan lebih siap pada bayi kedua dibanding yang pertama. Ini mengindikasikan kita menjadi lebih baik dalam menjadi orang tua dibanding sebelumnya, bukan karena latihan, tapi karena otak kita mempelajarinya.

Hormon yang terlepas selama menyusui seperti oksitosin membantu otak dan mengubah perilaku para ibu. Penelitian panjang masih dibutuhkan pada kelompok manusia yang lebih besar untuk memahami lebih jauh hubungan antara menyusui dan respons otak. Pemahaman yang lebih baik tentang hubungan ini bisa membantu peneliti mempelajari kenapa beberapa ibu kesulitan membentuk ikatan emosi dengan anak dan berlanjut pada penanganan atau intervensi yang sesuai.

(Ismawati)