Balita

9 Cara Mengatasi Anak Yang Hobi Memukul

9 Cara Mengatasi Anak Yang Hobi Memukul

Meski bukan hal yang menyenangkan bagi para orang tua, perilaku agresif jadi bagian dari perkembangan anak. Kemampuan bahasa yang sedang berkembang, keinginan untuk mandiri, dan kontrol gerakan yang belum sempurna membuat anak di usia ini cenderung berlaku fisik.

Kebiasaan menggigit dan memukul paling umum terjadi pada anak usia 18 bulan hingga 2,5 tahun, ketika mereka belum menguasai bahasa verbal untuk mengkomunikasikan kebutuhannya. Anak usia ini berkomunikasi melalui tindakan.

Meski normal, tidak berarti Anda bisa mengabaikannya. Beri tahu si kecil kalau perilaku agresif bukan perbuatan baik dan tunjukkan cara lain untuk mengekspresikan perasaannya. Berikut ini beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi anak yang suka memukul.


1. Tetap Tenang

Berteriak, memukul, atau mengatakan kalau ia nakal tidak akan membuatnya mengubah perilaku buruknya. Si kecil hanya akan semakin menjadi dan Anda memberi contoh buruk untuknya. Sebaliknya, melihat Anda mengontrol emosi jadi langkah awal baginya untuk belajar mengontrol dirinya.

Bersikap keras pada anak membuat perilaku buruknya semakin mungkin muncul kembali, Bun. Ketika kita bereaksi marah pada anak, ia jadi terarah untuk memukul kembali karena ia tidak mengerti kenapa Anda berteriak, memukul, atau mencengkeram lengannya dengan keras, dan menyeretnya untuk duduk di sudut ruangan.

Pikirannya tidak bisa menerima sikap Anda. Ini membuatnya takut, jadi ia kembali mencoba memukul lagi dan lagi. Dengan cepat, kapan pun ia mulai merasa sendiri atau takut, pikirannya akan memberitahunya, “Ayo pukul itu” karena itu yang Anda lakukan ketika merasa marah.


2. Berikan Konsekuensi Logis

Bila si kecil mulai melempari anak lain dengan benda di tangannya, bawa ia keluar dari area bermain. Duduklah bersamanya untuk melihat anak lain bermain dan jelaskan kalau ia boleh  ikut kembali bermain bila tidak menyakiti anak lain. Bunda tak perlu mengajukan pertanyaan seperti, “Memangnya Adek mau ditimpuk bola sama temen Adek?” Anak tidak memiliki kematangan kognitif untuk bisa membayangkan dirinya sebagai anak lain atau mengubah perilakunya berdasarkan alasan verbal. Tapi mereka bisa memahami konsekuensinya.


3. Buat Batasan Yang Jelas

Segera respon ketika si kecil berperilaku agresif. Jangan tunggu hingga ia memukul anak lain untuk ketiga kalinya. Ia harus segera tahu ketika melakukan kesalahan. Pindahkan ia dari area bermain untuk time-out singkat (hanya satu atau dua menit sudah cukup). Ini jadi cara terbaik untuk membuatnya tenang, dan setelah beberapa saat ia bisa memahami perilakunya dengan konsekuensi yang ia terima.


4. Ajarkan Alternatif

Tunggu hingga anak tenang, lalu perlahan bicarakan apa yang baru saja terjadi. Bila bisa, minta anak menjelaskan apa yang memicu kemarahannya. Beritahukan kalau wajar untuk merasa marah tapi tidak boleh menunjukkannya dengan memukul, menendang, atau menggigit. Ajak anak menemukan cara merespon yang lebih efektif dengan mengutarakannya atau meminta bantuan orang dewasa.

Pastikan anak mengerti kalau ia perlu meminta maaf setelah berperilaku buruk pada seseorang. Permintaan maafnya mungkin awalnya tidak tulus, tapi kelamaan akan membaik. Perlahan ia akan terbiasa meminta maaf ketika menyakiti seseorang.


5. Hadiah Untuk Perilaku Baik

Daripada hanya memberi perhatian saat anak berperilaku buruk, coba perhatikan ketika ia berperilaku baik. Misalnya, ketika ia mau bergiliran main ayunan ketimbang saat ia memukul anak lain. Berikan pujian, “Pintar deh Ade mau gantian main ayunannya.” Lalu tawarkan untuk mendorong ayunannya atau bermain bersama setelahnya.


6. Batasi Waktu Menonton TV

Kartun dan tontonan lain yang dirancang untuk anak kecil kadang disisipi oleh teriakan, ancaman, bahkan pukulan. Coba awasi program yang ditonton anak, khususnya bila ia rentan dengan perilaku agresif. Ketika anak menonton TV, duduklah bersamanya dan bicarakan situasi yang terjadi.


7. Disiplin Yang Konsisten

Sebisa mungkin berikan respons yang sama. Berikan respons yang bisa diperkirakan seperti, “Kakak pukul adik lagi, berarti Kakak dapat time-out lagi.” Dengan begitu anak bisa mengenali dan menduga apa yang akan ia terima. Perlahan ia akan menyadari kalau berperilaku buruk membuatnya mendapat time-out. Bahkan di tempat umum Bun, meski Anda merasa malu oleh perilaku anak, tetap konsisten dengan respons Anda. Orang tua lain juga pernah berada di posisi Anda. Bila orang-orang melihat, cukup lontarkan komentar seperti, “Susah ya bu punya anak usia 2 tahun,” lalu disiplinkan anak dengan cara yang biasa.


8. Anak Memukul Karena Merasa Takut

Tidak semua anak memukul ketika takut, ini bukan satu-satunya reaksi manusia terhadap rasa takut. Tapi ini jadi salah satu respons rasa takut bawaan dari lahir. Jadi baik anak tersenyum ketika memukul atau hanya memukul ketika sangat marah, Anda bisa asumsikan kalau ia memukul karena merasa takut. Tertawa jadi salah satu cara anak melepas rasa takut, jadi memukul kadang disertai tertawa, anak berusaha melepas ketegangan dalam dirinya.

Kebanyakan anak menyembunyikan rasa takut. Tapi perasaan yang disembunyikan menimbulkan masalah. Memukul hanya salah satu tanda kalau anak bermasalah dengan rasa takutnya. Berjalan saat tidur, tantrum, menolak mencoba hal baru, dan menghisap jari, semua bisa jadi tanda kalau anak memendam perasaannya dan emosi yang tersimpan sulit untuk diatasi.

Bunda, ada cara sederhana untuk mengatasi anak yang terus memukul. Mendekat padanya ketika Anda mengira ia akan memukul, mengantisipasi perilakunya akan membantu Anda merespons tanpa bereaksi. Itu berarti Anda harus memperhatikan kapan kira-kira ia akan memukul. Jadi awasi anak, mendekat, bersikap tenang, dan jangan berikan peringatan verbal. Ketika ia hendak memukul, tahan tangan atau lengannya ketika ia mendekat ke anak lain, jadi ia tidak bisa memukul dengan tiba-tiba. Menjadi tugas Anda untuk memastikan tak ada yang terluka.

Ketika ia coba memukul, pastikan pukulannya tidak mengenai siapapun. Katakan, “Jangan pukul, nak,” lalu lakukan kontak mata tapi jangan katakan apapun, hanya pegang lengannya, bersikap lembut, dan berada di sisinya.

Ketika Anda diam, tenang, dan sudah mencegahnya memukul, rasa yang membuatnya ingin memukul akan semakin menjadi. Ia akan merasa tidak nyaman. Ia mulai menangis, berkeringat, gemetar, atau jatuh jadi tantrum. Tapi yang Anda inginkan adalah semua energi negatif keluar dari dirinya, bukan bersembunyi di dalam pikirannya, yang pada akhirnya bisa menimbulkan masalah.


9. Jangan Takut Meminta Bantuan

Kadang perilaku agresif anak membutuhkan intervensi lebih dari yang bisa diberikan orang tua. Bila perilaku agresif anak tidak wajar selama lebih dari beberapa minggu, bila ia membuat takut anak lain, bila ia menyerang orang dewasa, atau usaha Anda tidak berdampak banyak, bicaralah pada dokter anak, yang bisa memberikan rekomendasi konselor atau psikolog anak. Bersama-sama Anda bisa membantu anak mengatasi masalah ini. Anak Anda masih sangat kecil, Bun, bila Anda bekerja sama dengan sabar dan kreatif, kemungkinan kondisi ini akan teratasi.

(Ismawati)