Balita

9 Cara Mengendalikan Emosi Anak dan Tips Ibu Lebih Bersabar

9 Cara Mengendalikan Emosi Anak dan Tips Ibu Lebih Bersabar

Gejolak emosi yang terjadi pada anak merupakan hal yang wajar. Semakin bertambahnya usia, semakin banyak dan jelas berbagai emosi yang akan mereka sadari, seperti marah, sedih, senang, takut, dan sebagainya. Selain berasal dari dalam diri anak sendiri, aneka ragam emosi yang mereka rasakan juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan. 

Di masa awal kelahiran si kecil, Ibu mungkin tidak banyak melihat gejolak emosinya meskipun sebenarnya mereka bisa mengomunikasikan apa yang mereka rasakan lewat tangisan atau sekadar senyuman.

Cara mengendalikan emosi bayi mungil ini pun lebih banyak diatasi oleh Ibu sendiri maupun pasangan dengan menyusui dan menimang-nimang, atau berbagai cara menenangkan bayi.

Namun ketika anak menginjak usia dua tahun, kesadaran terhadap emosi mulai meningkat. Gejolak emosi yang mereka alami bisa muncul dalam beberapa wujud, mulai dari menangis tanpa henti, berdiam diri tak mau diajak bicara, bahkan sampai ada yang meluapkan amarah dengan cara berteriak-teriak dan merusak benda apa pun di sekitarnya.

Gejala ini bisa disebut tantrum dan tak jarang membuat Ibu kelimpungan mencari cara mengendalikan emosi si kecil. Pada fase ini, cara mengendalikan emosi tidak hanya dibutuhkan dari Ibu saja, tetapi anak juga perlu belajar bagaimana cara mengendalikan emosinya sendiri. Hal ini sangat penting untuk diterapkan supaya anak memiliki self-control dan self-awareness.

Sebuah studi yang dikepalai Avshalom Caspi pada tahun 2011 menunjukkan bahwa self-control yang ditanamkan sejak kecil bisa sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan, kestabilan finansial, dan kecerdasan anak di masa depan.

Oleh karena itu, sangat penting mengajarkan anak cara mengendalikan emosi sejak dini untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak dengan baik.

Tentu banyak sekali tantangan yang akan Ibu temui saat mendampingi anak saat menerapkan cara mengendalikan emosi. Dalam hal ini Ibu perlu banyak stok sabar supaya tidak ikut terseret arus emosi anak yang sangat deras dan menguras energi.

Nah, untuk membantu Ibu menghadapi tingkah-laku si kecil yang bikin pusing, berikut beberapa cara mengendalikan emosi anak yang bisa Ibu pahami dan coba terapkan untuk mengatasi gejolak emosi sang buah hati. Yuk simak!


  1. Kenali Penyebabnya

    Istilah “anak nakal’ yang kerap digunakan untuk merujuk pada anak-anak yang sulit mengendalikan emosi sebenarnya kurang tepat. Perbedaannya terletak pada penyebab dan pemicu reaksi tertentu yang dilakukan anak.

    Umumnya, “anak yang nakal” melakukan aksinya dengan kesadaran untuk membuat masalah, misalnya dengan sengaja merusak mainan temannya karena suka melihat temannya menangis.

    Sementara anak yang kesulitan mengelola emosi mengalami reaksi secara spontan karena sebuah sebab yang tidak dia sengaja, seperti tantrum saat balok-balok yang disusunnya roboh karena tersenggol. Kondisi ini memerlukan cara mengendalikan emosi yang tidak sama.

    Dengan demikian, sebelum menilai anak sebagai “anak nakal”, sebaiknya Ibu mengenali pemicu perilaku anak yang nakal maupun anak yang sulit mengendalikan emosinya.

    Seperti dilansir dari artikel Firstcry Parenting, penting mengetahui alasan dibalik perilaku anak yang dianggap “nakal” sebelum memutuskan cara mengendalikan emosi yang tepat untuk diterapkan kepada mereka. Di bawah ini beberapa penyebab gejolak emosi yang terjadi pada anak yang perlu Ibu ketahui. 

    • Perkembangan Otak: Perlu selalu diingat bahwa perkembangan otak anak yang terjadi pada masa emasnya adalah salah satu penyebabnya. Mereka sedang mengeksplorasi berbagai jenis perasaan sehingga rentan sekali lepas kendali terhadap emosinya sendiri.

      Dalam hal ini, mereka kesulitan menemukan cara mengendalikan emosi karena self-control yang masih belum berkembang dengan baik.

    • Keinginan untuk Melakukan Banyak Hal Sendiri: Saat kemampuan motorik, sensorik, dan kognitif semakin berkembang, anak cenderung ingin melakukan segala hal sendiri. Sifat egosentrisnya mulai tampak. Anak memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri.

      Tak jarang anak Ibu menjadi sangat keras kepala ketika menginginkan sesuatu yang bertentangan dengan hal yang sewajarnya. Tantrum menjadi kosakata yang paling sering Ibu dengar pada fase ini dan karenanya pula terkadang Ibu sampai kelimpungan mencari cara mengendalikan emosi si kecil.

    • Ledakan Emosi: Emosi yang sangat kuat seperti rasa takut, marah, sedih, dan frustrasi masih sulit diatasi oleh anak dengan mekanisme mengendalikan emosi yang belum berkembang dengan baik.

      Sehingga mereka sering mengekspresikannya dengan berteriak, menangis, bahkan bertingkah yang sulit dikendalikan seperti menendang barang atau meronta-ronta. Pada masa ini peran Ibu sangat penting dalam mendampingi mereka menemukan cara mengendalikan emosi yang tepat.


  2. Ajarkan Anak Untuk Mengungkapkan Perasaan

    Mengidentifikasi emosi yang sedang dirasakan anak merupakan langkah awal untuk menemukan cara mengendalikan emosi. Sangat penting mengajarkan anak untuk mengungkapkan perasaannya sehingga perlahan-lahan mereka belajar memahami perasaannya sendiri.

    Ibu bisa lebih mudah memahami keinginannya dan cara mengendalikan emosi seperti apa yang cocok untuk mengatasinya.

    Ibu bisa mengenalkan nama-nama emosi seperti memperkenalkan istilah “marah’ saat merasa ingin melempar mainan yang tak berfungsi, atau menyebut “sedih” ketika kehilangan anak menangis karena kehilangan benda kesayangannya. Setelah itu, Ibu dapat menunjukkan contoh cara mengendalikan emosi.

    Misalnya, Ibu bisa mencoba mengajarkan anak untuk duduk dan mengatur napas saat marah. Atau memeluk dan mendengarkan ceritanya saat sedang sedih. Yang terpenting, jangan biarkan anak memendam emosinya supaya kemampuan mengelola emosinya berkembang dengan baik.


  3. Tunjukkan Empati, Bicara dari Hati ke Hati

    Yang jamak terjadi saat anak lepas kendali adalah melampiaskan emosi dengan cara berteriak, menangis kencang, menendang, bahkan memukul. Hal ini terjadi karena anak belum mampu mengekspresikan gejolak emosinya dengan kata-kata (verbal). 

    Salah satu upaya mengendalikan emosi yang meledak-ledak adalah dengan membujuknya berbicara dari hati ke hati saat mereka sudah lebih tenang. Ajak anak berkomunikasi yang baik dan bertatap muka tanpa distraksi dari gawai, televisi, maupun mainan apa pun.

    Cara mengendalikan emosi yang satu ini juga sekaligus berguna menunjukkan empati. Tanyakan dengan halus apa keinginannya dan mengapa dia bertingkah seperti itu. Setelah mereka mulai membuka diri mencurahkan isi hati, barulah Ibu bisa menasihatinya.

    Cara mengendalikan emosi seperti ini biasanya bisa melekat kuat pada ingatan anak. Namun tidak ada proses yang instan ya, Bu! Ibu perlu segunung stok sabar untuk menanamkan kebiasaan ini berkali-kali sebagai salah satu cara mengendalikan emosi si kecil.


  4. Ajari Anak untuk Menenangkan Diri

    Ketika anak mulai bisa mengidentifikasi emosi yang tengah dia rasakan, mereka akan belajar mengutarakannya lewat kata-kata atau secara verbal. Inilah saat yang tepat untuk Ibu mengajarkan cara mengendalikan emosi anak dari dalam diri anak sendiri, atau disebut menenangkan diri.

    Butuh waktu yang tidak singkat untuk mengajari anak menenangkan diri. Karena setiap anak berbeda-beda, cara mengendalikan diri yang tepat untuk mereka pun tidak sama. Trial and error bisa jadi alternatif untuk Ibu membantu anak menenangkan diri.

    Seorang anak bisa menenangkan diri dengan cepat setelah duduk dan minum segelas air. Tapi ada juga anak yang berusaha menenangkan diri dengan cara menulis di buku dan menyepi. Awalnya pasti tidak mudah karena si kecil tentu membutuhkan waktu untuk memahami dan terbiasa. 

    Namun, jangan berputus asa ya, Bu! Perlahan-lahan mereka akan menemukan cara mengendalikan emosi yang pas untuk menenangkan diri. Beberapa referensi seperti buku maupun situs parenting terpercaya seperti ibupedia.com menyediakan berbagai informasi seputar pengasuhan, termasuk cara mengendalikan emosi yang bisa membantu Ibu memahami si kecil dengan gejolak emosinya.


  5. Apresiasi Saat Melakukan Hal Baik

    Ketika anak sedang tidak bisa mengendalikan emosi, biasanya hal-hal baik yang pernah dia lakukan sebelumnya akan terabaikan. Poin inilah yang sering dilupakan orangtua saat mencari cara mengendalikan emosi anak.

    Memberikan apresiasi saat mereka melakukan hal baik merupakan salah satu cara preventif untuk mengurangi frekuensi tantrum atau anak merasa diabaikan oleh Ibu. Katakan pada anak saat Ibu melihat anak berhasil melakukan hal-hal sepele yang baik seperti membereskan mainannya sendiri meski tidak rapi. Atau saat si kecil membawakan Ibu segelas air minum meskipun tetesan air berceceran di lantai.

    Berikan pujian sederhana, seperti: “Wah, Adik baik sekali mengambilkan Ibu air minum. Terima kasih ya!”, atau “Wow, Adik bisa bereskan mainan sendiri ya? Yuk, Ibu bantu juga.”  Ibu juga bisa mengekspresikan apresiasi dengan cara memeluk dan tersenyum cerah pada si kecil.

    Selain membuat anak merasa dihargai, cara mengendalikan emosi satu ini bisa jadi teladan kelak supaya menjadi kebiasaan anak untuk saling menghargai.


  6. Tunjukkan Teladan yang Baik

    Terlalu sering mendikte anak dalam bersikap sebaiknya Ibu hindari saat mengajari cara mengendalikan emosi. Anak adalah peniru yang ulung. Mereka mengimitasi banyak perilaku dari apa yang dilihat di sekelilingnya. Meski beberapa sifat mungkin saja diturunkan dari gen, namun karakter dan kebiasaan baik masih bisa dibentuk.

    Jika Ibu berusaha tenang saat menghadapi anak yang sedang tantrum atau bertingkah sulit, lama-kelamaan anak pun memperhatikan dan meniru Ibu saat bersikap tenang ketika marah. Sebagian anak memiliki reaksi spontan melemparkan barang-barang saat merasa bosan atau kesulitan.

    Ibu perlu membaca tanda-tanda anak mulai bosan, kemudian ajak dia untuk membereskan mainan dengan cara adu cepat siapa yang paling banyak memasukkan barang ke keranjang mainan. Harapannya, kecenderungan anak untuk berperilaku negatif dialihkan dengan hal positif yang dia teladani dari Ibu.

    Memberikan teladan yang baik memang tidak mudah. Tapi perlu diingat bahwa masa-masa ini akan segera berlalu, sehingga yang Ibu butuhkan adalah bertahan sedikit lagi.


  7. Tetapkan Batasan dan Konsisten

    Dalam mengajari anak cara mengendalikan emosi, Ibu perlu menetapkan batasan-batasan. Apa yang masih bisa ditoleransi dari sikapnya maupun yang tidak boleh dilanggar oleh anak. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengajarkan anak bahwa ada batasan yang tidak boleh mereka lewati, termasuk menunjukkan bahwa tidak semua keinginan mereka bisa dituruti. 

    Namun Ibu harus selalu ingat untuk tidak memaksakan kehendak pada anak. Sehingga perlu pertimbangan yang matang saat membuat aturan atau batasan yang sesuai untuk si kecil. Apalagi jika si kecil sedang mengembangkan kemampuan belajar mandiri. Ibu bisa memberinya kebebasan memilih baju yang disuka atau memutuskan buku apa yang ingin dia baca sebelum tidur.

    Untuk mengoptimalkan penerapannya, konsep ini perlu dibicarakan dengan baik bersama pasangan ataupun orang yang membantu mengasuh si kecil. Harapannya, konsistensi dalam mengajarkan cara mengendalikan emosi ini bisa tetap terjaga meskipun Ibu tidak sedang bersamanya.

    Jangan perlakukan anak dengan cara berbeda setiap hari, supaya anak bisa memahami aturan yang Ibu terapkan. Saat anak mulai memahami hal-hal apa saja yang boleh dia lakukan dan yang harus dia hindari, mengajarkan cara mengendalikan emosi pada si kecil akan terasa lebih mudah.


  8. Hindari Melakukan Kekerasan

    Adakalanya Ibu pun sempat lepas kendali dan ikut frustrasi menghadapi anak yang belum mampu menerapkan cara mengendalikan emosi yang telah Ibu ajarkan. Reaksi spontan berupa kekerasan verbal maupun non verbal harus dihindari.

    Saat Ibu merasa tak sanggup lagi mengatasi perilaku negatif anak, Ibu bisa menjauh sebentar dari si kecil untuk menenangkan diri. Pastikan dia berada di tempat dan dalam kondisi aman. Hal ini bertujuan memutus rantai kekerasan dalam keluarga dan menekan risiko anak mencontoh kebiasaan melakukan kekerasan.

    Sebagai gantinya, Ibu juga bisa berusaha stand strong saat menghadapi anak yang tantrum. Ketika si kecil menangis terus-menerus dalam waktu lama, Ibu mungkin akan tergoda untuk menyerah pada tuntutannya dan merasa iba padanya.

    Tapi sebaiknya Ibu bertahan karena jika tidak, ini akan merusak batasan dan konsistensi yang telah Ibu bangun dengan susah payah. Anak akan berpikir Ibu akan menuruti keinginannya jika dia menangis atau berteriak.

    Pada momen ini Ibu harus belajar mengabaikan tangisannya. Dia akan berhenti menangis saat Ibu tak menggubrisnya. Jadi, Ibu harus stand strong agar usaha Ibu untuk mengajarkan si kecil cara mengendalikan emosi tidak sia-sia


  9. Siapkan Stok Sabar yang Tak Terbatas

    Ketika Ibu berada dalam suasana hati yang buruk dan si kecil tidak berperilaku seperti yang Ibu inginkan, upaya mengajarkan anak cara mengendalikan emosi akan terasa dua kali lipat lebih sulit.

    Bukan berarti Ibu tidak boleh merasa sedih atau kesal. Ibu juga manusia, memiliki gejolak perasaan dan banyak pikiran yang berseliweran di kepala. Akan tetapi, dalam hal ini Ibu terlebih dahulu perlu menata hati dan kembali tenang supaya pikiran tetap jernih sebelum menghadapi anak yang lepas kendali. 

    Lalu, apa saja tips yang bisa Ibu lakukan supaya stok sabar tidak cepat menipis?

    • Quality Time: Bicarakan dengan pasangan soal quality time berdua maupun me time untuk isi ulang stok sabar selama beberapa hari ke depan menghadapi si kecil.

    • Mencari Berbagai Referensi tentang Gejolak Emosi Anak: Salah satu upaya memahami gejolak emosi anak adalah dengan membaca dan mempelajari banyak referensi seputar perkembangan emosi anak. Cara mengendalikan emosi yang ampuh juga bisa Ibu temukan di sana.

    • Bangun Support System: Dalam menjalani hari-hari penuh tantangan saat mengajari anak cara mengendalikan emosi, Ibu tentu butuh dukungan. Selain berasal dari pasangan maupun kerabat, bergabung dengan komunitas sesama ibu juga bisa membawa pengaruh positif dan informatif.

      Berbagi pengalaman di antara para ibu dengan karakter anak yang berbeda-beda, bisa membawa pencerahan dan inspirasi. Ibu bisa saling bertukar pengalaman cara mengendalikan emosi anak.

    • Konsultasi dengan Psikolog/Psikiater: Jika diperlukan, berkonsultasi dengan psikolog/psikiater anak bisa sangat membantu. Tak perlu malu ataupun merasa minder ketika Ibu memerlukan bantuan ahli. Karena pada kenyataannya, mendampingi anak belajar cara mengendalikan emosi bukan perkara mudah. Butuh ketangguhan dan kesabaran tiada batas untuk menjalaninya.

Jadi, sudahkah Ibu menemukan cara mengendalikan emosi paling ampuh untuk si kecil?

(Dwi Ratih)