Balita

Inilah 6 Dampak Buruk yang Terjadi Jika Memanjakan Anak

Inilah 6 Dampak Buruk yang Terjadi Jika Memanjakan Anak

Semua orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak mereka, atau ingin memberi apa yang dulu orang tua tidak bisa miliki. Banyak orang tua yang rela memberikan segalanya tanpa mempertimbangkan apakah pemberiannya tersebut memang dibutuhkan oleh anak atau justru berlebihan.

Tanpa disadari, ada orangtua yang rupanya memanjakan anak. Mengapa demikian? Biasanya, ini dikarenakan orangtua berpikir bahwa yang mereka berikan tidak berlebihan, sebagai wujud kasih sayang, atau sebagai pengganti kehadiran orangtua yang tidak bisa membersamai anak selama 24 jam.

Sayangnya, memanjakan anak memiliki dampak buruk untuk ke depannya. Tidak hanya pada kondisi anak di masa kini, tapi juga di masa dewasanya.

Lalu, seperti apa sih, tanda bahwa kita termasuk orangtua yang memanjakan anak? Melansir dari verywell family, seorang Professor dari Universitas Concordia bernama Dr. David Bredehoft. Ph. D, menjelaskan dalam bukunya seputar memanjakan anak. Dr. Bredehoft menyebutkan bahwa ada sebuah tes yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi apakah kita termasuk orangtua yang memanjakan anak atau tidak.

Tes ini disebut Test of Four yang terdiri atas 4 pertanyaan yang ditujukan kepada orangtua untuk direnungkan kembali jawabannya, seperti di bawah ini:

  1. Apakah tindakan orangtua memengaruhi perkembangan anak?

  2. Apakah yang orangtua berikan pada anak menyebabkan ketidakseimbangan dalam keluarga?

  3. Kebutuhan siapa yang saat ini selalu didahulukan?

  4. Apakah tindakan orangtua pada anak akan membahayakan orang lain?

Pada pertanyaan pertama, jika tindakan orangtua berlebihan pada anak, maka itu akan memengaruhi perkembangan anak. Misalnya, anak yang sudah bisa berjalan dengan baik justru digendong saat pergi ke sekolah. Fakta yang dikemukakan Dr. Bredehoft rupanya menunjukkan bahwa anak justru kesulitan berbaur dengan sebayanya.

Pada pertanyaan kedua, cakupannya tidak hanya berupa barang atau mainan, tapi juga waktu dan tenaga. Jika orangtua merasakan adanya ketidakseimbangan hidup dalam rumah tangga karena terlalu fokus pada anak, maka berhati-hatilah, mungkin Ibu atau Ayah sedang memanjakan anak. Terlalu banyak mainan yang dibeli hingga memotong uang belanja, terlalu banyak mencurahkan kasih sayang hingga tidak memperhatikan diri sendiri dan pasangan, hal-hal ini termasuk tanda orangtua memanjakan anak.

Nah, pada pertanyaan ketiga lebih kepada untuk siapa orangtua banyak menghabiskan pendapatan? Jika alokasi dana sangat besar untuk menyenangkan anak, untuk menenangkan tantrumnya, besar kemungkinan orangtua sedang memanjakan anaknya.

Pertanyaan keempat lebih ekstrem. Jika kadar memanjakan anak telah berlebihan, maka bisa saja tindakan orangtua membahayakan orang lain. Misalnya, anak yang dimanjakan biasanya suka merengek. Jika ia sampai membuat orang lain dalam bahaya hanya untuk menuruti keinginannya, berarti ada yang salah dengan cara orangtua memperlakukan anak sehari-hari.

Tipe Orang Tua yang Memanjakan Anak

Nah, dari sini bisa diketahui bagaimana orangtua secara tidak sadar memanjakan anak hanya karena berpikir sedang berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka. Verywell family membagi perilaku orangtua memanjakan anak menjadi 3 tipe:

  1. Memberi Secara Berlebihan

    Memberikan apa yang belum pernah dimiliki orangtua biasanya jadi latar belakang mengapa orangtua masa kini banyak memberikan barang, mainan, bahkan gawai untuk anak-anaknya. Siapa bilang mainan tidak boleh diberikan? Tentu boleh. Tapi harus diberikan secukupnya, sesuai kebutuhan anak, dan berikan tanggung jawab pada anak untuk menjaganya.

    Faktanya, pemberian barang secara berlebihan tidak diikuti dengan konsekuensi yang diterapkan orangtuanya. Sehingga anak bisa saja semena-mena dengan barang miliknya dan memiliki pemikiran ‘tidak apa-apa kehilangan satu mainan, orangtuaku akan membelikannya lagi’. Anak yang diberi barang tertentu secara berlebihan tanpa pertimbangan matang akan menganggap orangtuanya tidak akan pernah berkata tidak.

  2. Mengambil Alih Peran Anak Secara Berlebihan

    Tipe memanjakan anak seperti ini merupakan tipe yang dilakukan orangtua karena merasa kurang percaya anaknya bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan. Anak yang kesulitan belajar mengikat tali sepatu, mengancingkan baju, bahkan mengerjakan PR, langsung diambil alih oleh orangtuanya.

    Anak-anak ini pada akhirnya terbiasa menyelesaikan sesuatu dengan cara dibantu. Anak jadi tidak bisa mempelajari kemampuan baru dan perkembangan kemandiriannya terhambat karena sudah langsung diambil alih orangtuanya.

  3. Terlalu Sering Mengalah Pada Anak

    Tahapan memanjakan anak pada tipe ini merupakan lanjutan dari tipe-tipe sebelumnya dan terjadi berkelanjutan serta memerlukan upaya lebih besar untuk mengubahnya. Biasanya anak yang marah atau tantrum akan mendominasi pada tipe ini. Orangtua yang memanjakan anak dan termasuk dalam tipe ini akan dengan mudah mengalah saat anak marah dan bersikap otoriter. Orangtua juga akan mudah melunak dan menuruti keinginan anak hanya sesaat setelah anak merengek atau mulai tantrum.

    Alasanya cukup beragam. Ada yang karena tidak ingin berdebat, malu karena anak tantrum di depan umum, ada pula yang karena merasa tidak ingin mengecewakan anak karena tidak bisa punya banyak waktu bersama mereka.

    Sejauh ini, Ibu dan Ayah sudah bisa membayangkan kan, kira-kira apa jadinya anak-anak kita kelak jika sejak di usia mereka yang masih kecil sudah bisa mengatur orangtuanya. Padahal, orangtua memegang peranan penting untuk mengarahkan anak menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh untuk menghadapi masa depannya.

Dampak Buruk Jika Orangtua Memanjakan Anak

  1. Anak Berpikir Semua Miliknya Harus Baru dan Up-to-date

    Pada kondisi ini, anak merasa bahwa orangtuanya sanggup memberikan segala hal yang baru dan harus selalu up-to-date. Jadi jika ada baju branded keluaran terbaru, gawai tercanggih, anak pasti akan meminta terus-menerus. Mereka merasa tidak puas dan cukup tanpa meng-update barang miliknya.

  2. Anak Mengukur Kebahagiaan dengan Barang

    Karena sering mendapatkan apa yang ia inginkan, maka anak berpendapat bahwa ia akan bahagia jika keinginannya terpenuhi. Namun jika keinginannya tidak dituruti, maka ia akan sedih dan ingin marah. Padahal sejatinya kebahagiaan tidak selalu berasal dari uang atau barang.

  3. Anak Menilai Diri dan Orang Lain Dari Apa yang Dikenakan

    Obsesi terhadap benda dan materi membuat anak memiliki anggapan bahwa citra diri seseorang ditentukan dari apa yang ia kenakan, bukan seperti apa isi cara berpikirnya atau kebijaksanaannya dalam menyelesaikan masalah. Orangtua secara tidak sadar mengajarkan hal ini saat memanjakan anak mereka.

  4. Anak Kurang Bertanggung Jawab

    Memiliki terlalu banyak benda akan membuat anak mengabaikan apa yang sudah ia punya dan kurang bertanggung jawab atas miliknya. Rasa tanggung jawab anak tidak terbentuk dengan baik. Ia akan menganggap bahwa ia sanggup membeli yang baru meski yang ia miliki hilang dan rusak.

  5. Anak Tidak Disiplin

    Orangtua kebanyakan mengalah dan tidak mendisiplinkan anak akan berakibat pada semakin tidak disiplinnya anak. Tidak hanya pada orang tuanya tetapi juga pada semua aturan yang berlaku, baik di sekolah, masyarakat, atau saat dewasa ketika mereka bekerja.

  6. Kesulitan Hidup di Masa depan

    Terbiasa bergantung pada orangtua, terbiasa menerima segalanya dari orangtua, menjadikan anak sulit beradaptasi dalam kehidupan di masa depan. Mereka jadi sulit mengatur keinginan, keuangannya, dan cenderung berlebihan dalam membelanjakan pendapatannya.

Yang Bisa Dilakukan orang Tua Agar Tidak Memanjakan Anak

Mengingat begitu banyak kerugian yang anak alami di masa mendatang saat orangtua memanjakan anak, tentu hal ini tidak boleh diabaikan oleh orangtua. Kehidupan pribadi dan sosial anak akan terganggu.

Untuk mengatasi dan mencegah memanjakan anak, Ibu dan Ayah bisa melakukan beberapa tips berikut:

  • Biasakan anak dengan tugas di rumah. Membiasakan anak membantu di rumah akan menurunkan egonya dan melatih mereka untuk lebih mandiri.

  • Biasakan anak berterima kasih pada orang lain. Contoh sederhana bisa seperti mengucapkan terima kasih setelah Ibu mengambilkan susu atau berterima kasih pada Ayah yang membantu mengerjakan PR sekolahnya.

  • Arahkan anak untuk belajar bertanggung jawab atas segala miliknya, baik mainan, buku, atau barang lainnya.

  • Libatkan anak dalam kegiatan sosial di lingkungan rumah atau di sekolah.

  • Buat aturan yang berisi kesepakatan dan konsekuensi yang disetujui bersama anak. Kesepakatan ini bisa dicapai jika komunikasi keluarga dijalin dengan baik. Ibu dan Ayah bisa mencoba menerapkan teknik komunikasi I-message untuk memperbaiki komunikasi dengan anak.

  • Ajak anak berbaur dengan teman dan orang-orang dari berbagai kalangan, untuk mengajarkan tentang nilai kehidupan, belajar dari perbedaan dan menghargai sesama.

Langkah awal seperti di atas mungkin akan memakan banyak waktu, energi, dan rasa frustrasi. Maka jangan menyerah dan bekerjasamalah dengan pasangan untuk mendidik anak dengan lebih baik.

(Dwi Ratih)