Keluarga

7 Tanda Usia Anak Masuk PAUD Sudah Tepat

7 Tanda Usia Anak Masuk PAUD Sudah Tepat

Pendidikan wajib dimulai di usia yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia. Di Irlandia Utara, anak diwajibkan mulai bersekolah di usia 4 tahun. Di Inggris dan Skotlandia di usia 5 tahun, seperti di Belanda dan Australia. Di Austria, Belgia, Prancis, dan Spanyol, pada 6 tahun sedangkan di Swedia pada usia 7 tahun. Kenapa berbeda? Dan adakah usia anak masuk PAUD yang pas? Adakah waktu yang tepat kapan usia anak masuk PAUD di mana otak anak siap untuk mulai menerima pelajaran, dan apakah kita membuang waktu dengan memasukkan anak ke sekolah terlalu dini?


Kapan usia anak masuk PAUD sebenarnya?

Greg Brooks, profesor dalam bidang pendidikan di Sheffield University, meyakini sangat tidak perlu memberi tekanan pada anak kecil sebagai akibat memasukkannya ke sekolah pada usia di mana ia tidak siap. Semua anak berkembang berbeda-beda. Misalnya, secara umum tidak ada usia paling baik untuk mulai belajar membaca. Beberapa anak belajar membaca sangat mudah, tapi beberapa anak lain berusaha sangat keras.

Di Hungaria bila anak tidak terlihat siap untuk masuk sekolah reguler di akhir periode TK, guru dan orang tua diizinkan memutuskan apakah anak harus mengulang satu tahun di TK. Ini terkesan rasional dan manusiawi.

Memasukkan anak ke sekolah berdasarkan usia tidaklah sesuai dengan kesiapan anak, yang mencakup kemampuan bersosialisasi dengan percaya diri di kelompok, bisa menunjukkan perkembangan bahasa, dan memiliki kemampuan motorik halus yang baik.

Kay Margetts, profesor di the University of Melbourne di Australia, mengatakan seberapa baik anak dalam sekolah bisa berdampak jangka panjang pada pendidikannya. Bila anak tidak siap dan tertinggal, ia harus mengulang kembali yang bisa memberi efek merugikan pada kemajuan dan rasa percaya diri anak.

Lingkungan sekolah sangat berbeda dengan yang sebelumnya dijalani anak. Transisi ke sekolah melibatkan penyesuaian pada fisik, sosial, dan perilaku. Cara anak merespon memiliki dampak potensial pada perkembangan di masa mendatang.

Anak perlu punya kemampuan untuk mengatasi masa transisi ini dengan baik. Ini tentang berpindah dari lingkungan rumah ke lingkungan sekolah yang sangat berbeda. Semakin baik anak melakukannya, semakin berhasil ia menjalankan fungsinya di sekolah.

Menilai kesiapan anak untuk sekolah berdasarkan usia sepertinya keliru, khususnya ketika kesiapan anak bervariasi berdasarkan latar belakang budaya, kepribadian, struktur keluarga, ekonomi, dan gender. Penelitian mengindikasikan anak laki-laki punya kesulitan lebih untuk menyesuaikan diri dibanding anak perempuan.

Beberapa ahli pendidikan menyatakan lebih baik usia anak masuk PAUD terlambat daripada terlalu dini, dan ini mendorong orang tua untuk mempertimbangkan apakah anak siap untuk sekolah.

Jadi bagaimana Ibu tahu kapan anak siap? Lihat kemandirian anak, selain itu, semakin banyak pengalaman anak sebelum masuk sekolah, semakin baik ia bertahan.

Indikator kesiapan usia anak masuk PAUD meliputi kemampuan untuk mengatasi kondisi ketika terjadi hal yang salah, bisa bicara dengan jelas, berinteraksi dengan orang dewasa ketika membutuhkan bantuan, memahami pentingnya berbagi, dan bermain dengan baik bersama anak lain, serta mulai bertanggung jawab untuk bisa menjaga barang miliknya.

Jangan hanya pertimbangkan kesiapan emosi dan rasa percaya diri anak untuk sekolah, tapi seberapa baik anak mengembangkan kemampuan motorik halus. Bisakah anak memegang pensil dengan baik? Menggambar bentuk sederhana? Menulis namanya? Memakai baju sendiri? Menggunakan gunting? Melompat dan mengikat tali sepatu?

Ketidakmampuan melakukan beberapa hal bisa membuat anak kehilangan rasa percaya diri dan kemungkinan dikucilkan oleh anak lain, yang membuat awal sekolah jadi tidak menyenangkan bahkan merusak.


Penelitian tentang kapan anak mulai sekolah

Sudah banyak penelitian tentang kapan anak mulai sekolah yang menyarankan anak masuk sekolah saat usia mereka sudah lebih besar. Sebuah penelitian di Stanford University menemukan anak yang orang tuanya menunggu memasukkan anak ke TK di usia 6 tahun (bukan 5 tahun) memiliki nilai lebih baik pada tes kontrol diri pada saat usia mereka 7 dan 11 tahun.

Kontrol diri yang oleh kalangan psikolog disebut executive function, adalah kemampuan yang penting pada anak yang bisa dimiliki di tahun-tahun awal. Tingkat executive function yang kuat menandakan anak bisa menjaga fokus meski mereka dihadapkan dengan gangguan.

Di penelitian lain, Thomas Dee and Hans Henrik Sievertsen menggunakan penelitian dari the Danish National Birth Cohort (DNBC) untuk mengumpulkan data. DNBC menyertakan respon dari 54.241 orang tua untuk mengukur kesehatan mental saat anak berusia 7 tahun dan 35.902 respon saat anak berusia 11 tahun.

Dee and Sievertsen menemukan anak yang memulai TK satu tahun lebih lambat dibanding siswa rata-rata memiliki 73 persen nilai lebih baik pada tes hiperaktif dan rentang perhatian pada 4 tahun setelahnya.

Sekolah di negara-negara Nordik tidak asing dengan memasukkan anak ke sekolah lebih lambat. Di Finlandia, misalnya, wajar bagi anak untuk memulai sekolah dasar di usia 8 tahun. Kebanyakan masa kanak-kanak mereka dihabiskan di rumah, di mana penekanan terbesar adalah di waktu bermain dan kemampuan sosial.

Pendekatan ini membuahkan hasil. Siswa di Finlandia dan negara-negara Nordik lain masuk urutan atas pada peringkat pendidikan PISA.

Sebuah penelitian tentang kapan anak mulai sekolah membandingkan kelompok anak di Selandia Baru yang memulai pelajaran literasi formal di usia 5 sampai 7 tahun. Hasilnya menunjukkan perkenalan pendekatan belajar literasi secara formal tidak meningkatkan perkembangan membaca anak, tapi bisa merusak.

Di usia 11 tahun tidak ada perbedaan pada tingkat kemampuan membaca antara dua kelompok ini, tapi anak yang mulai sekolah di usia 5 tahun mengembangkan perilaku kurang positif terhadap membaca, dan menunjukkan pemahaman teks lebih buruk dibanding anak yang mulai lebih lambat. Di penelitian terpisah tentang pencapaian membaca di usia 15 tahun di 55 negara, peneliti menunjukkan kalau tidak ada hubungan yang signifikan antara pencapaian membaca dan usia masuk sekolah.


Pro-kontra preschool/PAUD untuk anak

Untuk membantu Ibu memutuskan apakah tepat menyekolahkan anak, berikut ini pro-kontra preschool sebagai pertimbangan Ibu.


Pro


  1. Lingkungan belajar yang sulit diciptakan di rumah

    Preschool menawarkan lingkungan belajar yang cukup sulit untuk diterapkan di rumah. Preschool terstruktur dengan kurikulum. Meski bila Ibu punya rutinitas di rumah bersama anak, Ibu perlu mengajarkan anak kemampuan yang anak lain pelajari di sekolah.

    Misalnya, anak belajar membaca dan menulis lebih dini dibanding yang orang tua ajarkan. Anak juga mengikuti aktivitas seni, bernyanyi, dan menari. Sedangkan orang tua mungkin tidak melakukan ini secara konsisten di rumah.


  2. Tempat berlatih kemampuan sosial

    Di sekolah, anak bersama anak lain, membuat mereka membangun pertemanan dan berlatih kemampuan sosial. Anak lebih mungkin berinteraksi dengan anak lain tanpa pengawasan guru. Dengan begitu anak bisa belajar seperti apa rasanya berinteraksi dengan temannya.


  3. Persiapan untuk sekolah

    Preschool menjadi lingkungan untuk mempersiapkan anak masuk TK dan sekolah reguler. Preschool menjadi jembatan antara rumah dan sekolah, jadi setelah anak siap masuk sekolah reguler, transisinya akan lebih mudah.


Kontra


  1. Jadwal yang terikat

    Beberapa preschool fleksibel dengan jadwal, mulai dari berapa hari anak masuk, dan berapa jam di sekolah. Tapi ada preschool yang memiliki jadwal terikat, misalnya satu sekolah meminta anak untuk masuk 4 hari berturut-turut di jam yang telah ditentukan. Ini bisa sulit untuk dipenuhi sebagian orang tua, terutama bila mereka bekerja atau tinggal jauh dari sekolah.


  2. Biaya tinggi

    Preschool tidak murah. Pada beberapa kasus, masuk ke preschool bisa lebih mahal dibanding mempekerjakan pengasuh atau meminta kerabat mengurus anak. Selain biaya bulanan, Ibu juga harus membayar pendaftaran dan keperluan sekolah lainnya.


  3. Anak mogok sekolah

    Anak yang tiba-tiba tidak mau sekolah, kondisi ini bisa sulit baik untuk orang tua maupun anak. Ini perubahan besar untuk Ibu dan Ayah, terutama untuk anak. Ia bisa mengalami kecemasan perpisahan  atau tidak yakin apakah Ibu datang kembali untuk menjemputnya. Ia juga tidak percaya dengan guru dan teman–teman barunya.


Kapan usia anak masuk PAUD?

Kebanyakan preschool mulai menerima anak di usia 2,5 tahun, tapi ini tidak berarti anak Ibu siap untuk masuk preschool ketika ia mencapai usia anak masuk PAUD. Kesiapan bersekolah lebih pada perkembangan anak. Apakah ia secara sosial, emosional, fisik, dan kognitif siap untuk berpartisipasi dalam program pendidikan yang terstruktur setiap hari dengan kelompok anak lain?

Meski Ibu dengan cepat menjawab pertanyaan ini, dan berkata, “Ya anak saya bisa lakukan ini, ia siap,” cara ini tidak terbukti menunjukkan usia anak masuk PAUD yang pasti benar. Cara terbaik untuk memutuskan adalah dengan meluangkan waktu berpikir tentang anak Ibu dan bicara pada orang lain yang juga mengenalnya dengan baik, seperti pasangan, dokter, dan pengasuh. Ini adalah cara terbaik untuk tahu usia anak masuk PAUD yang tepat.

Pertanyaan berikut akan membantu Ibu berpikir tentang faktor paling penting untuk kesiapan anak memasuki preschool.


  1. Apakah anak Ibu cukup mandiri?

    Preschool menuntut anak untuk memiliki keterampilan dasar tertentu. Kebanyakan preschool, misalnya, ingin anak sudah bisa buang air sendiri. Anak harus bisa memenuhi beberapa kebutuhan dasar seperti mencuci tangan setelah melukis, makan siang tanpa bantuan, dan tidur sendiri. Jika sudah bisa itu semua, maka sudah mencapai usia anak masuk PAUD yang tepat.


  2. Apakah ia pernah terpisah dari Ibu?

    Bila anak Ibu dirawat oleh pengasuh atau kerabat, ia akan lebih siap terpisah dari Ibu ketika ia masuk preschool. Anak yang terbiasa terpisah dari orang tua biasanya masuk preschool tanpa kendala. Bila anak belum punya banyak kesempatan untuk jauh dari Ibu, Ibu mungkin bisa menjadwalkan akhir pekan bersama kakek-nenek atau anak menginap satu hari bersama kakak Ibu dan anak-anaknya.

    Tapi meski bila Ibu tidak bisa mengatasi masalah ini, jangan terlalu khawatir. Banyak anak berpisah pertama kali dari orang tua ketika masuk sekolah dan baik-baik saja.

    Triknya adalah membantu anak melakukan penyesuaian. Banyak preschool membolehkan orang tua menemani anak selama satu atau dua jam di beberapa hari pertama sekolah. Ketika anak mulai terbiasa dengan lingkungan barunya, biarkan ia perlahan mengikuti sesi di sekolah hingga selesai.


  3. Apakah ia bisa melakukan tugas sendiri?

    Preschool biasanya melibatkan banyak kegiatan seni dan kerajinan yang membutuhkan konsentrasi dan kemampuan untuk fokus pada tugas individu. Bila anak suka menggambar di rumah atau senang bermain puzzle atau aktivitas semacamnya, bisa jadi ia siap untuk masuk preschool.

    Tapi meski buah hati Ibu tipe anak yang meminta bantuan untuk apapun, Ibu bisa mulai membuatnya siap dengan menyiapkan waktu bermain sendiri. Misalnya, sambil Ibu mencuci piring, minta anak untuk membuat benda dari lilin mainan.

    Secara perlahan bangun kemampuan anak untuk bermain sendiri di waktu yang lebih lama. Tujuan Ibu di sini adalah tetap mengawasinya agar ia bisa melakukan aktivitas sendiri tanpa terlalu banyak bantuan dari Ibu. Jika sudah terjadi pada anak Ibu, berarti ia telah mencapai usia anak masuk PAUD yang pas.


  4. Apakah anak siap berpartisipasi di aktivitas kelompok?

    Banyak aktivitas di preschool yang menuntut semua anak untuk berpartisipasi di waktu yang sama. Interaksi ini memberi anak kesempatan untuk bermain dan belajar bersama, tapi juga menuntut anak untuk duduk tenang, mendengar cerita, dan bernyanyi. Ini bisa sangat sulit untuk anak di bawah usia  3 tahun yang secara alami aktif bereksplorasi dan secara perkembangan tidak siap untuk bermain dengan anak lain.

    Bila anak Ibu tidak siap untuk aktivitas kelompok, Ibu bisa mulai perkenalkannya. Ajak ia membaca cerita di perpustakaan atau menghabiskan waktu bersama anak sebaya untuk membantunya terbiasa bermain dengan anak lain. Pada saatnya nanti, usia anak masuk PAUD yang tepat akan terlihat.


  5. Apakah ia terbiasa dengan jadwal yang teratur?

    Preschool biasanya melakukan rutinitas yang bisa diprediksi seperti circle time, waktu bermain, makan cemilan, serta makan siang. Ada alasan tepat untuk ini. Anak cenderung merasa paling nyaman dan memiliki kontrol ketika hal yang sama terjadi di waktu yang sama setiap hari.

    Jadi bila anak tidak mengikuti jadwal dan tiap hari yang ia jalani berbeda dengan kemarin, Ibu bisa membantu membuat harinya sedikit terstruktur sebelum ia mulai preschool. Mulailah dengan menawarkan makanan di waktu yang teratur. Ibu bisa juga rencanakan mengunjungi taman tiap sore hari atau lakukan ritual sebelum tidur seperti mandi, membaca buku, lalu tidur.


  6. Apakah stamina anak mendukung untuk masuk preschool?

    Baik program setengah hari atau sehari penuh, preschool membuat anak sibuk. Ada tugas seni yang harus dikerjakan, field trip yang harus diikuti, dan banyak lagi. Apakah anak bisa mengikuti aktivitas macam ini, atau ia kesulitan bergerak dari satu kegiatan ke kegiatan lain tanpa merengek?

    Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana dan kapan anak perlu tidur siang. Preschool biasanya menjadwalkan tidur siang setelah makan siang. Bila si kecil bisa mengikuti ini, berarti ia siap. Bila ia masih butuh tidur di pagi hari, mungkin belum waktunya anak Ibu masuk sekolah.

    Ibu bisa bantu membangun stamina anak dengan memastikan ia mendapat tidur malam yang cukup. Bila Ibu punya jadwal fleksibel, Ibu bisa mulai mengikuti program setengah hari untuk memudahkannya menjalani aktivitas preschool yang sibuk, dan perlahan meningkatkan jumlah waktunya ketika ia merasa lebih nyaman. Bila sudah mencapai usia anak masuk PAUD yang tepat, ia tidak akan kesulitan dengan ini semua.


  7. Kenapa Ibu ingin anak masuk preschool?

    Pikirkan baik-baik tentang apa tujuan Ibu mendaftarkan anak ke preschool. Apakah Ibu ingin punya waktu untuk diri sendiri atau daycare untuk anak? Mungkin ada pilihan lain bila sepertinya anak tidak siap untuk masuk sekolah.

    Apakah Ibu cemas bila Ibu tidak memasukkannya ke preschool ia tidak siap untuk masuk TK? Kebanyakan ahli setuju kalau ada banyak cara anak mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk sukses di TK, termasuk mengikuti kegiatan daycare yang baik atau menghabiskan quality time di rumah bersama Ibu atau pengasuh yang menyayanginya.

    Sebuah penelitian oleh the National Institutes of Child Health and Human Development menemukan kalau anak paling baik bila dirawat oleh orang yang peduli tentang kondisi dan perkembangan anak, dan yang memastikan anak melakukan variasi aktivitas sesuai usia.

    Bila Ibu merasa alasan utama Ibu ingin mengirimnya ke preschool karena anak sepertinya ingin mempelajari hal baru dan bereksplorasi, ia tidak mendapat stimulasi yang cukup di rumah, atau ia sepertinya siap untuk memperluas kemampuan sosial dan berinteraksi dengan anak lain, kemungkinan ia siap untuk mulai bersekolah.


(Ismawati, Yusrina)