Mengajarkan anak untuk hormat dan menghargai orang lain memang sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Terutama sebelum si kecil masuk sekolah dan berhadapan dengan orang banyak, tentunya Bunda tidak mau kan sang buah hati mendapatkan masalah atau berkelahi dengan teman sekelasnya?
Tentu bukan hal mudah mengajarkan nilai-nilai toleransi dan kepribadian yang baik, terutama karna anak masih dalam fase nakal-nakalnya. Menurut Jane Nelsen, spesialis pendidikan serta penulis buku Positive Discipline A-Z, merupakan hal normal jika anak Anda terus menerus membantah atau melakukan sesuatu yang membuat Bunda kesal bukan main. "Mereka sedang menguji batasan perilaku mereka," ujar Jane sebelum kemudian menambahkan, "Sejujurnya, justru saya merasa khawatir dengan anak-anak yang tidak membuat orang tuanya kesal!".
Hmm, meski sah-sah saja bagi si kecil untuk sesekali berbuat jahil, Bunda harus tetap memberi batasan tertentu dan tegas mengingatkan anak bahwa menghormati orang lain itu wajib hukumnya. Tentu, semuanya harus dimulai dari rumah terlebih dahulu.
Apa yang dapat Bunda lakukan?
Ajarkan anak untuk menjawab/merespon sesuatu dengan santun. Tujuannya adalah mendidik aak untuk menunjukkan kepedulian terhadap orang lain dengan tingkah laku yang baik. Mulailah dengan mengajarkan si kecil kosa kata seperti "tolong", "terimakasih", dan "maaf". Tiga kata tersebut adalah fondasi utama anak agar berkelakuan baik. Gunakan kata tersebut sesering mungkin agar si kecil tergerak untuk menirukannya.
Jelaskan pula bahwa Bunda tidak akan melakukan apa yang ia suruh kalau anak tidak menyebut kata "tolong". Jangan lupa untuk bersikap sebaliknya dengan mengucapkan "terimakasih" saat anak Anda membantu pekerjaan rumah atau sekedar membereskan mainannya sendiri. Dengan begitu, sang buah hati akan menganggap bahwa ketiga kata santun tersebut bukanlah suatu kewajiban melainkan bagian dari percakapan sehari-hari.
Hargai saat si kecil telah santun dalam bersikap
Ketika anak Anda mengambilkan pensil yang terjatuh, jangan lupa untuk memuji perbuatannya ya, Bun. Hal ini penting agar si kecil merasa usahanya telah berhasil membuat Anda bangga dan dia pun bersemangat membantu Bunda lagi di kemudian hari.
Meski begitu, ada tips tersendiri dalam memberikan pujian yang perlu Bunda catat. Jerry Wyckoff, seorang psikolog serta penulis buku Twenty Teachable Virtues, mengungkapkan bahwa orang tua cenderung mengungkapkan pujian-pujian yang kurang spesifik. Kalau Anda terbiasa mengatakan, "Aduh kamu pintar deh", atau "Good job, honey!" maka kini saatnya bersikap lebih eksplisit.
Wyckoff menyarankan orang tua untuk lebih jelas dalam memberikan pujian. Misalnya saja saat si kecil mengatakan "maaf" setelah mencoba bermain dengan gunting, maka Bunda sebaiknya menjawab dengan, "Terimakasih ya kamu sudah minta maaf karena tadi mainan gunting. Itu bahaya lho, jangan diulangi lagi ya, nak". Nah, anak pun akan merasa bahwa permintaan maaf yang ia utarakan tidak membuat Anda marah melainkan menghargai kejujurannya. Sehingga, di lain waktu, si kecil tak akan segan mengungkapkan kesalahan yang ia lakukan.
Hindari bersikap terlalu berlebihan
Seringkali orang tua marah apabila anak mereka mengucapkan kalimat kasar seperti "Jahat, aku benci Bunda!" tiap kali si kecil merasa tidak puas atas perlakuan Bunda. Alhasil, karena tidak suka disebut sebagai orang jahat (atau nenek sihir, mungkin), Bunda pun berceramah panjang lebar tentang perjuangan orang tua membesarkan anak. Serta, bagaimana Bunda merasa sangat sedih dibenci oleh anak sendiri. Well, don't be a drama queen, Mom!
Anak kecil terkadang mengeluarkan amarahnya tanpa dipikir dua kali. Dengan kosa kata yang terbatas, ia seringkali kebingungan mengungkapkan rasa frustasinya. Bisa jadi alasan ia membenci Bunda hanya karena ia merasa Anda terlalu sibuk bekerja hingga tidak sempat membantu mengerjakan tugas sekolahnya.
Saat anak marah, tatap mukanya dan katakan dengan pelan namun tegas jawaban berikut, "Di keluarga, kita tidak boleh menyebut orang lain jahat atau nenek sihir ya, nak," ketika si kecil mulai mengangguk dan mengerti apa kesalahannya, Bunda beri dia solusi bagaimana caranya bersikap yang santun. Salah satu caranya adalah menunjukkan pentingnya kata 'tolong' seperti, "Kalau ingin Bunda bantu kerjakan tugas kamu, ya kamu harus tanya dengan sopan. Coba kamu bilang, 'Bun, tolong bantuin aku kerjakan tugas donk' pasti deh nanti Bunda bantu.Oke?"
Tunjukkan perilaku santun mulai dari diri Bunda!
Selain memasukkan kata "tolong", "terimakasih", dan "maaf" dalam perilaku sehari-hari, Bunda juga harus membedakan antara respek dan rasa takut. Ketika seorang anak berkata, "Aku tidak boleh bicara kotor nanti dicubit Mama" maka itu bukan respek melainkan takut!
Memang sih berbicara kasar atau menggunakan kosa kata yang kurang baik adalah perilaku yang harus segera didisiplinkan. Beberapa orang tua menyuruh anaknya menggosok mulut dengan sabun tiap kali si kecil berbicara kasar, sedangkan anak lain harus menerima cubitan atau jeweran. Tentu efek jera akan cepat terasa sehingga anak pun menjadi anti berbicara kasar.
Namun, hal tersebut bukan solusi terbaik agar anak bersikap santun loh, Bun. Lebih tepat rasanya jika si kecil menolak melakukan sesuatu karena ia tahu itu salah, bukan karena takut akan hukuman yang akan didapat apabila ia melanggar. Anak yang memiliki kesadaran diri untuk santun akan lebih dapat mengontrol perilakunya dimanapun, dengan atau tanpa pengawasan Bunda.
Siap-siap untuk kecewa
Oh tentu sangat menyenangkan jika anak selalu menuruti perintah orang tua mereka. Disuruh mandi, ia langsung bergegas mengambil handuk. Disuruh makan siang, ia langsung duduk di ruang makan. Bunda pun tak perlu bersusah payah berteriak atau memaksa si kecil melakukan perintah Anda.
Tapi anak-anak tentunya tidak sepatuh robot ya, Bun. Mereka memiliki argumen dan keputusannya sendiri-sendiri. Pasti Anda pernah mengalami saat sedang memilihkan baju pesta untuk ia kenakan, si kecil menolak dan memilih pakaian yang sesuai dengan seleranya. Mau berargumen macam apa pun, anak akan tetap teguh pada pendiriannya.
Hmm, itu bukan karena ia nakal dan suka memberontak, tapi ya memang karena ia memiliki opini sendiri. Kalau sudah begitu, Bunda harus siap-siap untuk kecewa dan sesekali menolerir keputusan sang buah hati. Kecuali misal keputusan tersebut salah, tentunya. Namun, jangan sesekali memarahi atau memaksakan kehendak karena itu malah akan membuat si kecil semakin marah.
Ada kok cara-cara yang lebih praktis dan positif untuk mendidik anak bersikap santun. Misalnya saja ia memaksa untuk naik sepeda di malam hari, maka katakan padanya bahwa Anda akan menemani dia bersepeda di pagi hari esoknya. Daripada menolak mentah-mentah kemauannya, lebih baik Bunda sedikit mmebelokkan keinginan tersebut agar ia tidak kecewa sepenuhnya. Tapi jangan lupa untuk menepati janji ya, Bun!
Membicarakan kemauan anak
Si kecil suka sekali apabila Bunda mendengarkan argumen dan isi pikirannya. Daripada sibuk menceramahinya dengan petuah-petuah dan larangan ini itu, lebih baik duduk berhadap-hadapan dan beri dia kesempatan untuk berbicara. Tentunya, Bunda harus menunggu sampai keadaan tenang dan ia tak lagi marah-marah.
Pertanyaan seperti, "Bunda tahu kamu marah, nak. Apa sih alasannya kamu melempar barang tadi? Apa itu caramu menyelesaikan masalah? Atau ada cara lain yang lebih santun supaya Bunda tahu apa masalahmu? Kalau semua jelas, nanti Bunda pasti bantu." Nah, kalau sudah begitu, anak pun akan tergerak untuk mengeksplorasi perilakunya tanpa perlu marah-marah lagi.
(Yusrina)