Balita

Wajib Waspada! Ini 7 Dampak Sering Memukul Anak Balita

Wajib Waspada! Ini 7 Dampak Sering Memukul Anak Balita

Dampak sering memukul anak balita bisa terbawa hingga si kecil tumbuh dewasa. Bahaya memukul anak tidak hanya menimbulkan luka fisik dan psikis saja. 

Lebih dari itu, balita yang mendapat perilaku kekerasan dari orang tuanya akan merekam dan memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya Ayah dan Ibu memahami apa saja dampak sering memukul anak balita. Yuk, simak penjelasan selengkapnya!

1. Melukai fisik dan psikis anak

Fisik dan psikis yang terluka sudah jelas menjadi dampak sering memukul anak balita. Pukulan di kepala atau bagian tubuh lain, jelas bisa berisiko menimbulkan cedera, seperti patah tulang atau gegar otak. Kekerasan fisik yang dibiarkan berlarut-larut bahkan bisa mengancam keselamatan nyawa anak itu sendiri.

Di sisi lain, bahaya memukul anak balita juga bisa melukai psikisnya. Luka yang tidak nampak ini justru bisa menimbulkan risiko yang lebih besar jika tidak segera ditangani dengan baik. 

Hasil riset dari The American Academy of Pediatric menunjukkan bahwa dampak sering memukul anak balita memicu trauma psikis yang disebut dengan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Gejalanya bisa ditandai dengan anak susah tidur, mudah marah, bersikap agresif, maupun menarik diri dari lingkungan sosialnya.

2. Menghambat perkembangan otak dan sistem saraf anak

Siapa sangka jika bahaya memukul anak balita juga berpengaruh pada perkembangan otak dan sistem sarafnya? 

Hal ini terungkap setelah peneliti dari Harvard University menemukan bahwa anak-anak yang dipukul orang tua memiliki respons saraf yang lebih besar di berbagai wilayah korteks prefrontal (PFC), termasuk di wilayah yang merupakan bagian dari jaringan penting.

Area otak tersebut merespons isyarat di lingkungan yang cenderung bersifat konsekuensial, seperti ancaman, dan dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Selain itu, anak-anak yang mengalami tindak kekerasan juga cenderung sulit mengambil keputusan. 

Tingkat adaptasi anak-anak korban kekerasan orang tua relatif rendah, sehingga mereka rentan mengalami depresi.

3. Kehilangan kepercayaan diri

Dampak sering memukul anak balita, yaitu membuat mereka kehilangan kepercayaan diri. Hal ini disebabkan anak-anak khawatir melakukan kesalahan jika berbuat sesuatu. 

Mereka cenderung bersikap pasif dan sangat menurut agar tidak mendapat perilaku kasar. Sampai tumbuh dewasa, anak-anak yang semasa kecilnya sering dipukul kurang menghargai dirinya sendiri.

Tidak jarang, bahaya memukul anak ini akan membuatnya menjadi korban bullying di sekolah. Perasaan takut yang begitu besar akan membuat anak-anak mudah dijajah bahkan oleh teman sebayanya. 

Anak-anak sulit menolak diperlakukan demikian, karena di rumah pun mereka menerima kekerasan tersebut dari orang tuanya.

4. Meniru tindakan kekerasan

Persis seperti kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Anak-anak yang dibesarkan dengan cara kekerasan, berisiko sangat besar meniru tindakan kekerasan tersebut. 

Terlebih anak balita masih banyak menyerap segala sesuatu yang dilihat di sekitarnya. Akibatnya, anak-anak bisa berperilaku agresif atau menjadi pelaku kekerasan di sekolah.

Dalam jangka panjang, anak-anak yang meniru tindakan kekerasan orang tuanya juga akan menerapkan kekerasan yang sama kepada keluarganya kelak. Dampak sering memukul anak, bisa membuatnya menjadi orang yang suka memukul juga.

5. Anak sulit mengendalikan emosi

Di usia balita, anak-anak yang menerima pukulan dari orang tuanya akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi diri sendiri. Kondisi ini disebabkan oleh situasi yang selalu membuat anak-anak sulit mengungkapkan atau mengekspresikan isi hatinya. 

Pada kondisi yang lebih parah bahkan anak balita bisa kehilangan keceriaan dan kebahagiaan yang seharusnya dirasakan di usia tersebut.

Kekerasan yang diterima anak balita secara terus menerus bisa menjadi sebuah kebenaran bagi mereka. Maksudnya, anak balita bisa saja menangkap bahwa jika marah harus memukul. Oleh karena itu, ketika mereka marah menjadi sulit mengendalikan emosinya. Balita bisa saja marah dengan memukul atau bahkan melempar benda.

6. Cenderung agresif dan memberontak

Dampak sering memukul anak balita selanjutnya, membentuk karakter anak yang cenderung agresif dan suka memberontak. Mungkin Ayah dan Ibu berpikiran anak-anak akan merasa takut dipukul. 

Hal ini memang benar, tetapi anak-anak hanya akan merasa takut 1-2 kali saja. Setelah itu, pukulan yang ia terima justru akan mendorongnya untuk melakukan pemberontakan.

Ketika tumbuh remaja, anak-anak korban kekerasan justru bisa kabur dari rumah. Mengapa demikian? Karena rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman, justru membuatnya merasa tidak demikian. 

Pada usia pubertas, hal ini berisiko membuat anak-anak terjerumus dalam pergaulan bebas karena mencari pelarian di tempat atau orang yang salah.

7. Pemahaman yang keliru pada anak

Anak balita belum mampu berpikir secara rasional layaknya orang dewasa. Tindakan kekerasan yang diberikan kepada mereka bisa jadi menimbulkan persepsi yang berbeda. 

Dalam hal ini, orang tua mungkin berpikir bahwa pukulan anak adalah bentuk tindakan pendisiplinan yang pantas. Namun, anak balita bisa saja memahami hal tersebut dengan cara yang lain.

Anak-anak yang dipukul bisa memiliki pemahaman yang keliru, misalnya menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Mereka mungkin juga akan berpikir bahwa pukulan adalah tanda kasih sayang dari orang tuanya. 

Kondisi ini tentu sangat berbahaya, karena saat dewasa anak bisa menjadi pelaku KDRT itu sendiri. Sayangnya, bahaya memukul anak yang seperti ini masih jarang disadari.

Setelah memahami dampak sering memukul anak balita tadi, semoga Ayah dan Ibu bisa bersikap lebih bijaksana dalam menghadapi perilaku si kecil. Dengan begitu, bahaya memukul anak secara fisik dan psikis dalam jangka panjang tadi bisa dihindari.

Editor: Dwi Ratih