Kehamilan

7 Fakta Berbahaya Penyakit Rubella bagi Ibu Hamil dan Janin

7 Fakta Berbahaya Penyakit Rubella bagi Ibu Hamil dan Janin

Penyakit rubella (campak Jerman) masih jadi salah satu yang berbahaya di Indonesia. Penyebaran penyakit ini juga cukup tinggi, sehingga Ibu perlu tahu tentang gejala rubella, dampak dan pencegahannya. Gejala rubella memang tidak terlalu nampak, namun dampaknya akan sangat berbahaya bagi janin Ibu. 

Beberapa Ibu sudah kebal terhadap virus ini sehingga tidak perlu khawatir. Pada ibu hamil, gejala rubella memang tidak terlalu Nampak. Namun akan sangat berbahaya bagi janin jika Ibu ternyata tidak kebal dan terjangkit penyakit ini selama awal kehamilan karena tidak terasa gejala rubella. Ibu bisa mengalami keguguran atau nantinya melahirkan bayi yang mengalami berbagai cacat lahir serta masalah perkembangan.

Sindrom rubella kongenital merupakan masalah kesehatan yang muncul ketika bayi terlahir dengan virus ini. Jadi jika Ibu belum dites untuk mengetahui kekebalan terhadap rubella sebelum hamil, Ibu sebaiknya meminta rujukan kepada dokter kandungan untuk melakukan tes TORCH ketika tahu Ibu sedang hamil.


1. Keberadaan Virus Rubella di Dunia

Campak Jerman tidak sama dengan jenis campak yang biasa. Meski Ibu sudah kebal terhadap campak biasa, bukan berarti Ibu juga akan kebal terhadap campak Jerman. Gejala rubella juga tidak sama dengan campak biasa.

Kita ambil contoh kasus Rubella di Amerika. Wabah penyakit ini bisa berkurang drastis berkat berhasilnya program vaksinasi. Sebelum vaksin rubella dikembangkan pada tahun 1969, wabah rubella di tahun 1964 dan 1965 menyebabkan 12,5 juta kasus penyakit dan 20.000 kasus sindrom rubella kongenital di Amerika. Sebaliknya, antara tahun 2001 dan 2005, ada total 68 kasus rubella dan 5 kasus sindrom rubella kongenital yang dilaporkan. Di tahun 2006, hanya ada 11 kasus rubella dan satu kasus sindrom rubella kongenital.

Penurunan angka kasus rubella benar-benar menurun selama 10 tahun ini menjadi indikasi pentingnya vaksinasi MMR bagi anak dan juga bagi Ibu sendiri. Sekitar sepertiga dari negara-negara di dunia masih belum menjalankan program vaksinasi rubella, jadi penyakit ini masih tetap umum terjadi di banyak negara berkembang, seperti Indonesia. 

WHO memperkirakan ada 110.000 kasus sindrom rubella kongenital setiap harinya. Meskipun begitu, Ibu perlu mengetahui ciri-ciri dan detail gejala rubella.

Bisa saja Ibu telah divaksin rubella saat kecil tapi saat dites, hasilnya menunjukkan kalau Ibu tidak kebal dengan virus ini. Meski hal ini jarang terjadi, ada sebagian kecil orang yang telah divaksin tapi tidak mendapat respon antibodi yang cukup besar untuk dideteksi saat tes. Juga mungkin ini terjadi karena efek vaksin yang berkurang seiring waktu.


2. Apa Itu Rubella alias Campak Jerman?

Rubella merupakan penyakit akibat virus yang akut, tapi gejala rubella kadang tidak spesifik, sehingga sulit untuk membedakannya dengan penyakit lain. Hampir setengah dari jumlah kasus, gejala rubella tidak terlihat atau ringan-ringan saja, dan ini terkadang membuat Ibu tidak menyadari jika telah terinfeksi. Jika ada gejala rubella, biasanya ini muncul pada hari ke 12 hingga 23 setelah terpapar penyakit. Ibu kemungkinan akan mengalami demam, sakit kepala, sakit dan bengkak pada persendian, mata merah, dan hidung mampet atau berair pada hari ke 1 hingga 5 sebelum ruam muncul.

Ruam pada gejala rubella berlangsung hingga beberapa hari, biasanya muncul pertama kali pada wajah dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lain. Kelenjar getah bening yang bengkak dan persendian yang sakit bisa terjadi selama beberapa minggu. Ibu bisa menularkan penyakit ini satu minggu sebelum gejala rubella pertama muncul dan beberapa minggu setelahnya.

Segera hubungi dokter dan beritahukan kalau Ibu mengalami hal yang mirip dengan gejala rubella. Tapi jangan datang langsung ke tempat praktek dokter kandungan karena berisiko menginfeksi ibu hamil lain. Buatlah janji khusus agar Ibu tidak perlu duduk lama di ruangan yang banyak orang.


3. Tes Yang Mengidentifikasi Rubella Pada Ibu Hamil

Dengan melihat keadaan Ibu, dokter bisa mengetahui jika Ibu mungkin mengalami gejala rubella. Bila Ibu sebelumnya tidak kebal terhadap rubella atau belum menjalani tes, dokter akan segera melakukan tes darah untuk memeriksa antibodi rubella pada tubuh Ibu. Tes darah selanjutnya akan dilakukan setelah dua minggu dari tes darah yang pertama dan mungkin Ibu juga akan melakukan tes darah sekali lagi di minggu ke empat setelah yang pertama dilakukan.

Jika Ibu sudah kebal terhadap rubella ketika terpapar penyakit ini, masih ada kemungkinan kecil untuk Ibu kembali terinfeksi. Tapi Ibu tenang saja, karena bayi yang Ibu kandung akan baik-baik saja. Tes lebih lanjut mungkin tidak diperlukan, tapi Ibu masih perlu berkonsultasi dengan dokter untuk membahas kondisi diri Ibu.


4. Terjangkit Rubella Saat Hamil: Dilanjutkan atau Digugurkan?

Jika Ibu mengalami gejala yang cocok dengan gejala rubella dan Ibu terjangkit rubella di awal kehamilan, Ibu perlu bertemu spesialis kandungan untuk mengetahui risiko yang mungkin terjadi pada bayi, serta memutuskan untuk melanjutkan atau mengakhiri kehamilan. Tidak ada pengobatan yang efektif atau cara untuk mencegah infeksi jika Ibu sudah terpapar gejala rubella ini.

Jika Ibu memilih untuk melanjutkan kehamilan, dokter akan memberi suntikan kekebalan globulin sesegera mungkin setelah Ibu terinfeksi rubella untuk mengurangi risiko cacat pada bayi, tapi suntikan ini tidak bisa mencegah bayi untuk tidak terinfeksi.
Sayangnya, Ibu tidak bisa menerima vaksin rubella di saat sedang hamil. Jika Ibu tidak kebal, Ibu harus berhati-hati dan menghindari siapa saja yang memiliki ruam atau terjangkit virus, juga orang yang baru saja terpapar terhadap rubella.


5. Cara Mencegah Agar Tidak Terinfeksi Rubella

Berikut ini beberapa langkah pencegahan yang bisa Ibu lakukan:

  • Pastikan anak-anak Ibu menerima semua vaksinasi yang direkomendasikan dokter, juga semua orang yang tinggal bersama Ibu yang tidak kebal terhadap rubella. Ibu tidak akan terkena rubella dari orang yang baru saja divaksinasi.

  • Hindari kontak dengan orang lain jika ada kasus rubella di lingkungan Ibu. Tetap berada di rumah selama wabah terjadi hingga bahaya infeksi mereda.

  • Tunda perjalanan jauh ke bagian dunia manapun di mana gejala rubella masih umum terjadi.


6. Vaksin Rubella Dilakukan Sebelum atau Saat Hamil?

Setelah melahirkan, pastikan Ibu segera mendapat vaksin agar rubella tidak lagi menjadi masalah untuk kehamilan yang berikutnya. Ingat, gejala rubella tidak terlalu nampak dan mungkin terlihat seperti penyakit biasa. Ibu bisa menerima vaksin saat menyusui, tapi Ibu perlu menunggu setidaknya 28 hari setelah menerima suntikan sebelum berencana untuk hamil kembali, jadi pastikan Ibu menjalani KB selama waktu ini. Jika Ibu hamil dalam 28 hari setelah disuntik, memang kemungkinan adanya risiko infeksi pada janin sangat rendah, tapi ada baiknya untuk tetap berhati-hati.


7. Dampak Infeksi Virus Rubella Pada Ibu Hamil

Infeksi rubella bisa menyebabkan keguguran, kelahiran prematur, lahir mati, serta berbagai cacat lahir, tapi semua ini tergantung berapa lama Ibu terkena virus dari saat Ibu terkena gejala rubella. Risiko paling tinggi terjadi selama tahap awal perkembangan bayi dan mulai menurun ketika kehamilan bertambah besar. Jika Ibu terkena rubella selama 12 minggu pertama kehamilan, ada kemungkinan besar (hingga 85 persen) bayi Ibu mengalami sindrom rubella kongenital. Tingkat sindrom rubella kongenital pada bayi yang ibunya terinfeksi pada kehamilan antara 13 hingga 16 minggu sekitar 54 persen, dan terus menurun tajam. Jika Ibu terpapar rubella di umur kehamilan yang sudah lebih dari 20 minggu, akan hanya ada risiko kecil infeksi yang menyebabkan cacat lahir pada janin.

Ada banyak masalah serius yang berhubungan dengan sindrom rubella kongenital, yang paling umum adalah ketulian, cacat mata yang bisa memicu kebutaan, cacat pada jantung, dan masalah neurologis seperti keterbelakangan mental. Cacat lainnya bisa muncul saat lahir atau terlihat nanti pada masa kanak-kanak. Konsekuensi yang berat ini kembali menekankan pentingnya untuk menjalani tes, mengetahui apa yang bisa Ibu lakukan untuk mengurangi risiko bagi Ibu dan bayi jika tidak kebal, dan bagaimana melindungi diri dari penyakit ini di masa yang akan datang.


(Ismawati, Yusrina / Dok. Shutterstock)