Kelahiran

6 Skrining Bayi Baru Lahir, Bisa Cegah Cacat Fisik dan Mental

6 Skrining Bayi Baru Lahir, Bisa Cegah Cacat Fisik dan Mental

Skrining bayi baru lahir memiliki peran penting untuk mencegah risiko gangguan kesehatan fisik dan mental. 

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI, skrining bayi baru lahir (Neonatal Screening) merupakan serangkaian tes yang dilakukan pada bayi yang baru lahir untuk mengetahui adanya gangguan sejak awal kelahiran. 

Dengan demikian, jika hasil skrining bayi baru lahir ditemukan gangguan atau kelainan maka bisa mengambil langkah antisipasi sedini mungkin sehingga tumbuh kembang anak berlangsung normal.

Jadi, apa saja skrining bayi baru lahir yang wajib dilakukan? Berikut informasi selengkapnya yang bisa kamu pelajari. Simak sampai akhir, ya!

1. Skrining pendengaran

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa skrining pendengaran merupakan salah satu skrining bayi baru lahir yang perlu dilakukan secara rutin hingga usia 3 tahun. 

Pasalnya, skrining pendengaran pada bayi baru lahir hanya menunjukkan ada atau tidaknya respon terhadap rangsangan dengan intensitas tertentu. Skrining pendengaran bayi baru lahir belum bisa mendeteksi adanya gangguan pendengaran ataupun membedakan jenis tuli (tuli konduktif atau tuli saraf).

Skrining pendengaran bayi baru lahir atau hingga berusia 28 hari biasanya menggunakan alat bernama otoacoustic emissions (OAE). Dokter melakukan pemeriksaan AABR atau click 35db. 

Bila hasilnya pass, maka tidak perlu tindakan lanjutan. Sebaliknya, jika hasilnya refer maka akan dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa ABR click dan tone B 500 Hz atau ASSR, timpanometri high frequency. Biaya skrining bayi baru lahir ini berkisar antara Rp90.000 sampai dengan Rp200.000,- per pasien.

2. Skrining penglihatan

Bagi orang tua yang memiliki bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah, biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan tindakan skrining penglihatan (Retinopathy of prematurity).

Umumnya skrining penglihatan dilakukan pada bayi baru lahir dengan berat ≤ 1500 gram atau masa kehamilan ≤ 34 minggu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kemungkinan risiko kebutaan sejak dini.

Skrining penglihatan pertama bagi bayi yang dilahirkan di bawah usia kehamilan 30 minggu atau kurang, dilakukan saat bayi berusia 4 minggu. Sementara itu, pemeriksaan pertama bagi bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan di atas 30 minggu, dilakukan saat bayi berusia 2 minggu. 

Untuk melakukan skrining bayi baru lahir ini biaya yang dibutuhkan sebesar Rp1,8 juta sampai dengan Rp2 juta.

3. Skrining hormon tiroid

Berbeda dari jenis skrining bayi baru lahir sebelumnya, skrining hormon tiroid harus dilakukan sesegera mungkin. Umumnya, pemeriksaan dilakukan ketika bayi berusia 48 hingga 72 jam. 

Hal ini dikarenakan bayi dengan hipotiroid kongenital tidak mengalami gejala hingga usianya 3 bulan. Padahal adanya hipotiroid kongenital bisa menyebabkan disabilitas intelektual atau kecerdasan otak yang kurang.

Skrining bayi baru lahir ini memungkinkan bayi mendapatkan terapi secara dini, jika memang diketahui memiliki hipotiroid kongenital bawaan sejak lahir. Dengan begitu, diharapkan ia bisa memiliki tumbuh kembang yang lebih optimal. 

Sebaliknya, jika bayi yang mengalami hipotiroid kongenital tidak segera mendapatkan penanganan serius sejak dini, maka berisiko mengakibatkan retardasi mental berat. Biaya skrining bayi baru lahir ini sekitar Rp300.000,- untuk setiap pasien.

4. Skrining jantung dan paru-paru

Skrining jantung dan paru-paru biasanya dilakukan dokter menggunakan stetoskop dan pengamatan langsung ketika bayi baru lahir. Dokter biasanya menggunakan sistem penilaian APGAR untuk menilai respon bayi baru lahir terhadap resusitasi. 

Tujuannya untuk mengetahui bayi bisa dianggap layak untuk hidup dan beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim ibu.

Pada skrining bayi baru lahir ini bisa diketahui denyut jantung normal bayi baru lahir adalah lebih dari 100 kali per menit. Selain itu, warna tubuh bayi baru lahir normalnya berwarna merah muda. 

Bayi juga harus menangis setidaknya selama 1 menit setelah dilahirkan, jika tidak maka artinya kerja jantung dan paru-paru bayi tersebut membutuhkan pertolongan segera.

5. Skrining tulang belakang

Skrining tulang belakang dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya Spina Bifida. Spina Bifida merupakan kondisi cacat lahir tabung saraf yang ditandai dengan sumsum tulang belakang gagal berkembang dengan baik atau tidak menutup sempurna saat berada di rahim, sehingga menimbulkan celah atau terbelah. 

Jika dokter menemukan jaringan sumsum tulang belakangnya menonjol saat diraba, ada bercak berambut atau tanda lahir di area tersebut maka bayi membutuhkan pemeriksaan lanjutan.

Umumnya, tindakan operasi bayi dengan spina bifida dilakukan segera setelah bayi lahir, dalam kurun waktu 1-2 hari. Hal ini bertujuan untuk mencegah risiko komplikasi yang membahayakan keselamatan bayi. 

Bahkan setelah operasi, bayi dengan spina bifida membutuhkan terapi lanjutan, termasuk fisioterapi hingga berupa pemberian obat-obatan.

6. Skrining G6PD

Jarang dilakukan, padahal skrining G6PD bagi bayi baru lahir sangat penting. Skrining bayi baru lahir ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan enzim Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (C6PD). Kondisi kelainan tersebut menyebabkan enzim membuat sel darah merah rusak lebih cepat dan mengalami hemolisis. 

Sebagai akibat sel darah merah tidak bisa mengangkut oksigen ke seluruh tubuh secara optimal dan bayi akan mengalami kulit kuning dan anemia hemolitik.

Jika tidak segera mendapat penanganan, bayi yang menderita G6PD bisa mengalami kelainan saraf bahkan kematian. 

Umumnya, kelainan G6PD diturunkan secara genetik dari salah satu atau kedua orang tua. Untuk G6PD normal bayi baru lahir, nilai rujukannya >3,6 U/g Hb. Jika lebih kecil disebut defisiensi G6PD dan membutuhkan tindakan medis lebih lanjut.

Itulah tadi 6 skrining bayi baru lahir yang penting untuk dilakukan. Semoga si kecil sehat selalu, ya!

Editor: Dwi Ratih