Keluarga

10 Cara Mengajarkan Anak Puasa

10 Cara Mengajarkan Anak Puasa

Bagi keluarga muslim, mengajarkan anak puasa menjadi salah satu kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan, sama seperti mengajarkan anak untuk solat. Berbeda dengan solat yang proses mengajarkannya “bisa dicicil” setiap hari, puasa datang setahun sekali sehingga orang tua terkadang lupa untuk mengajarkannya secara perlahan.  Akibatnya, menjelang bulan Ramadhan orang tua pun kerap dibuat panik tentang bagaimana cara yang efektif untuk mengajarkan anak puasa. Usia terkadang bukan patokan, meskipun semakin tua usia anak semakin besar harapan orang tua melihat anaknya mau dan mampu berpuasa.

Setiap keluarga tentu memiliki target yang berbeda-beda mengenai kapan harus mulai mengajarkan anak puasa. Ada yang sejak usia 4 tahun sudah mulai mencoba berpuasa, ada juga yang tidak diberi target spesifik mengingat belum memasuki usia akil baligh. Ada yang mengikuti proses pengajaran puasa di sekolah, ada juga yang selalu menawarkan anak untuk berpuasa tanpa memiliki ekspektasi agar tidak emosi kala anak belum berhasil menahan diri.

Kapan sebaiknya mulai mengajarkan anak puasa?

Meskipun setiap keluarga ataupun orang tua memiliki cara yang berbeda, sejumlah pakar kesehatan dan psikolog merekomendasikan usia paling muda 4 tahun untuk mulai belajar puasa. Najelaa Shihab dalam buku Keluarga Kita menyebutkan bahwa anak usia 4 tahun sudah mampu melatih rutinitas harian dan bangga akan pencapaiannya. Sehingga, mengenalkannya pada rutinitas sahur, dan berbuka sudah bisa dilakukan. Ia pun bisa berbangga hati jika Ibu mengapresiasinya saat berhasil menahan lapar beberapa jam.

Sementara itu, usia 5 tahun anak sudah bisa menghubungkan rutinitas dengan jam dan belajar kontrol diri yang lebih baik. Mengajarkan anak puasa pada usia 5 tahun juga bisa dilakukan karena kontrol dirinya lebih baik. 

Pada usia-usia ini, berpuasa bisa dimaknai sebagai menahan lapar, haus, dan hal lain yang membatalkan puasa (seperti marah) berapa lama pun durasinya. Misalnya, jika anak baru mampu tidak makan selama dua jam saja, tetap beri apresiasi. Begitu juga jika anak hanya puasa di sekolah karena semua temannya melakukan hal yang sama, lalu saat pulang sekolah anak kembali makan, Ibu juga perlu memberinya apresiasi. Intinya, mengajarkan anak puasa di usia prasekolah ini adalah membangun kebiasaan agar kelak ketika ia sudah wajib melakukannya, berpuasa akan jauh lebih mudah. 

Meskipun secara kemampuan anak usia 4 atau 5 tahun sudah bisa dilatih berpuasa, agama Islam sendiri menganjurkan usia 7 tahun untuk melatih anak puasa dan 10 tahun untuk mewajibkan anak berpuasa. 

Hindari memaksa anak berpuasa

Walaupun Ibu menganggap anak sudah cukup “besar” untuk paham arti puasa, hindari mengajarkan anak puasa dengan cara memaksa. Memberikan ancaman merupakan salah satu bentuk paksaan, begitu juga dengan melarang anak untuk berbuka di saat ia sudah sangat lapar dan haus. Hal ini tentu saja akan meninggalkan persepsi negatif tentang puasa di kemudian hari. Bisa-bisa anak jadi takut dengan puasa, bahkan merasa tidak bahagia saat menjalaninya. 

Sebaiknya, Ibu jangan lelah menanamkan pada anak tentang kebaikan-kebaikan berpuasa dengan cara yang bisa dipahami oleh pola pikir anak serta menggunakan metode yang kreatif dan menyenangkan. Apa saja cara yang bisa dicoba untuk mengajarkan anak puasa? Berikut adalah tipsnya.

Tips mengajarkan anak puasa

  1. Beri alasan yang kuat mengapa puasa harus dilakukan

    Mungkin Ibu pernah melihat ada orang dewasa yang meninggalkan solat maupun tidak ikut berpuasa Ramadhan, meskipun kedua hal tersebut hukumnya wajib, Hal ini bisa disebabkan oleh tidak adanya motivasi internal untuk melakukan hal tersebut dan tidak adanya pemahaman yang kuat tentang mengapa seseorang harus melakukannya. Kasusnya mirip dengan anak-anak yang malas diajak solat atau menolak diajak berpuasa.

    Dengan melihat pada contoh di atas, maka memberikan alasan yang kuat (strong why) tentang mengapa seorang muslim harus berpuasa adalah langkah pertama yang harus Ibu lakukan dalam mengajarkan anak puasa. Untuk menjelaskan alasan berpuasa, Ibu tidak bisa melakukannya dalam sekali waktu dengan kalimat “puasa biar masuk surga”, “puasa mendapat pahala”, atau malah “kalau nggak puasa nanti masuk neraka”.

    Mengingat anak di bawah usia 7 tahun masih berpikir abstrak, maka jangan heran jika surga dan pahala tidak berhasil menggerakkan anak untuk mau berpuasa. Apalagi, jika pembahasan mengenai puasa hanya dilakukan setahun sekali saat bulan Ramadhan.

    Karena itu, orang tua harus memperkenalkan konsep berpuasa sebelum anak mencoba untuk melakukannya. Hal ini bisa dimulai sejak Ibu mulai menanamkan fondasi beragama pada anak, memperkenalkan konsep tentang Tuhan, mengenal Tuhan melalui ciptaan dan anugerahnya, dan bagaimana rasa sayang pada-Nya bisa diwujudkan dengan cara beribadah. Puasa sebagai salah satu bentuk ibadah bisa mulai diceritakan pada anak mulai dari sini. 

    Jadi, untuk menanamkan pada anak tentang alasan kuat untuk berpuasa harus dimulai dari akarnya, dari membangun kecintaan terhadap Tuhannya dan agamanya, dan ini berlangsung secara terus menerus. Tidak ada kata terlambat jika ternyata Ibu belum memulainya. Yang pasti, untuk mampu memberi pemahaman yang baik mengenai agama dan ibadah, orang tua juga harus turut belajar.

  2. Kaitkan dengan hal sehari-hari

    Salah satu trik agar mudah mengajarkan anak puasa adalah mengaitkannya dengan hal yang dialami sehari-hari. Misalnya, saat melihat pengemis atau pemulung di jalan, Ibu bisa membuka pikiran anak bahwa mereka belum tentu bisa makan tiga kali sehari. Karena itulah, ibadah puasa mengajak anak untuk mencoba merasakan menjadi orang yang kurang beruntung secara ekonomi agar kelak bisa lebih banyak berbagi atau bersedekah.  

    Contoh lain, saat anak berbuka puasa, tanyakan padanya tentang rasa makanan dan minuman yang ia nikmati. Jika anak menjawab enak, ajak ia bersyukur masih bisa menikmati rezeki tersebut. Kemudian, jelaskan bahwa makanan dan minuman tersebut tidak terasa selezat ini pada bulan bulan lainnya karena kita bebas makan kapan saja. Itulah mengapa menjalankan puasa bisa membuat anak lebih bersyukur atas makanan dan minuman yang diberikan-Nya dan mencegah anak tidak menghabiskan makanannya (mubadzir). 

  3. Gunakan pendekatan sains

    Anak usia TK biasanya mulai tertarik dengan pembahasan mengenai bagaimana anggota tubuh bekerja. Inilah saatnya mengajarkan anak puasa dengan menjelaskan manfaat puasa bagi kesehatan tubuh. Ceritakan bahwa tubuh kita bekerja mencerna makanan layaknya sebuah mesin. Mesin itu bernama sistem pencernaan. Tanyakan pada anak, apa yang terjadi mobil jika berjalan terus tanpa henti? Tentu mesinnya akan panas, berasap, dan mogok. Sama dengan tubuh anak. 

    Itulah mengapa kita diperintahkan untuk berpuasa supaya organ-organ pencernaan bisa beristirahat sehingga tidak rusak. Jika rusak, anak bisa sakit. Sakitnya tidak selalu muncul seketika seperti batuk pilek, namun bisa muncul di kemudian hari saat sudah dewasa.

    Ibu juga bisa menganalogikan piring yang tidak pernah dibersihkan setelah digunakan untuk makan sebagai tubuh yang tidak pernah diajak berpuasa. Setelah makan, tunjukkan minyak atau sisa makanan yang menempel di piring. Tanyakan pada anak apa yang terjadi jika piring tersebut tidak dicuci selama berhari-hari. Tentu akan menjadi tempat berkembang biak bakteri penyebab penyakit. Begitu juga dengan tubuh yang di dalamnya terdiri dari banyak organ pencernaan yang tentu tidak pernah “dicuci”. Puasa adalah salah satu cara membersihkan organ pencernaan, jadi tubuh anak menjadi lebih sehat. 

    Menjelaskan hal di atas menggunakan buku anak tentang cara kerja organ tubuh akan lebih mudah dipahami. Jika anak tipe audio visual, menggunakan video YouTube juga seru, lho! Video dari Upin Ipin dan Nemours Kids-Health bisa menjadi referensi. 

  4. Menggunakan buku bertema puasa

    Buku cerita tidak hanya bisa digunakan untuk menjelaskan mengenai manfaat puasa bagi sistem pencernaan, namun juga untuk memotivasi anak untuk mencoba berpuasa. Cukup banyak buku terbitan dalam negeri yang menceritakan kisah puasa, mulai dari buku yang ditujukan untuk balita, anak usia SD, hingga kisah keteladanan Nabi. Kelebihannya adalah, Ibu tidak perlu bingung memilih kata yang mudah dipahami anak karena penjelasan dalam buku sudah disesuaikan dengan usia pembaca. Kisahnya pun beragam, namun biasanya telah mencakup penjelasan dasar tentang ibadah puasa. Mendapatkannya pun tidak sulit, baik di toko buku maupun secara online.

    Ibu bisa mengajarkan anak puasa melalui media buku sejak usia dini. Meskipun nampak belum paham, anak akan merekam dalam ingatannya. Kelak, saat ia mulai belajar berpuasa, konsep berpuasa sudah familiar baginya.

  5. Menggunakan video

    Sama halnya dengan penggunaan buku cerita, video juga bisa mendorong anak untuk mencoba berpuasa seperti tokoh yang ditontonnya dalam cerita. Tersedia banyak pilihan di YouTube baik dari tokoh kartun lokal seperti Nussa dan Rara, Syamil dan Dodo, atau yang produksi luar negeri seperti Upin dan Ipin. Jika anak sudah masuk usia SD, Ibu juga bisa memilih vlog anak pengalaman berpuasa anak seusianya. Jangan lupa, semua video yang akan ditonton bersama anak harus Ibu tonton terlebih dahulu hingga selesai, ya.

  6. Beri contoh

    Anak adalah peniru yang ulung. Karenanya, memberi contoh merupakan cara mengajarkan anak puasa yang jauh lebih efektif daripada hanya sekadar memotivasi tanpa contoh nyata. Akan lebih baik lagi jika Ibu terbiasa melakukan puasa sunah, sehingga anak lebih familiar dengan konsep puasa sebelum bulan Ramadhan tiba. Ibaratnya, proses menjelaskan konsep puasa pada anak bisa "dicicil". 

  7. Buat sistem reward

    Reward tidak harus berupa hadiah fisik. Pelukan dan pujian saat anak berhasil menahan lapar dan haus juga merupakan bentuk reward, lho. Namun, jika anak berhasil melampaui apa yang Ibu harapkan, tidak ada salahnya memberikan hadiah atas jerih payahnya.

    Untuk anak yang bisa termotivasi oleh hadiah (karena tidak semua tertarik mengingat menahan lapar bagi anak bukanlah hal mudah), Ibu bisa menyiapkan papan reward dengan stiker misalnya, untuk melihat berapa lama anak bisa berpuasa setiap harinya. Jika bisa berpuasa selama sekian hari, maka Ibu akan memberi hal yang ia sukai atau sesuai kesepakatan. 

    Bagaimana dengan makanan sebagai hadiahnya? Selama hal tersebut tidak membahayakan kesehatannya, tidak masalah. Banyak orang tua yang membatasi konsumsi makanan tinggi gula dan garam dengan cara menjadikannya sebagai hadiah jika mereka berhasil makan sayur. Hal ini tidak dibenarkan karena bisa membuat anak menganggap makanan tersebut sangat baik sehingga dijadikan hadiah.

    Hadiah juga bisa berupa quality time khususnya jika Ibu dan Ayah memiliki waktu bekerja yang panjang. Menemani anak bermain, membacakan buku, atau bermain game bersama bisa dijadikan reward. Namun, jika hal ini sulit dilakukan karena kesibukan, pilih opsi lain. Jangan sampai anak menanti bermain bersama Ibu namun ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditunda hingga anak menjadi kecewa.

    Yang perlu diperhatikan sebelum memberikan reward adalah mengajak anak mensyukuri keberhasilannya. Jelaskan bahwa saat besar nanti, bukan Ibu yang akan memberinya hadiah, melainkan Allah. 

    Selain itu, lihat usia anak, kapan masih bisa dipancing dengan hadiah, kapan harus sudah terbangun kesadarannya. Karena pada intinya, pemberian reward adalah untuk membuktikan pada anak bahwa dengan motivasi yang kuat, ia kuat berpuasa.  

  8. Buat jadwal rutinitas baru

    Saat mulai mengajarkan anak puasa, membuat jadwal rutinitas selama bulan Ramadhan akan dapat membantu anak beradaptasi dengan ritme di bulan puasa. Jika sanggup, bangunkan anak saat sahur, tentukan pilihan “jam berbuka” sesuai kemampuannya, misal pukul 9, 12, 3, atau saat adzan Magrib. Selipkan ibadah lain seperti membaca kisah Nabi dan sahabat, mengenal huruf hijaiyah, atau solat. Kegiatan yang terprediksi membuat anak merasa aman sehingga bisa lebih kooperatif.  

  9. Buat aktivitas pengalih perhatian

    Saat anak sudah mau mencoba berpuasa, tantangan selanjutnya adalah membuat puasanya “tahan lama”. Bagi anak, iklan makanan di televisi atau aroma masakan saja sudah mampu membuatnya lapar. Karena itu, buat serangkaian aktivitas yang mampu mengalihkan perhatiannya dari rasa lapar tanpa harus kehilangan banyak energi. Hindari aktivitas fisik yang membuatnya berkeringat, ganti dengan mengerjakan worksheet atau activity book, kegiatan motorik halus seperti meronce, bermain lego/puzzle/playdough, menyiram tanaman, bermain role play dengan adik atau kakak, maupun membaca buku cerita Islami. Segala aktivitas sebaiknya dipersiapkan malam hari sebelum tidur atau sehari sebelumnya agar Ibu tidak kehabisan energi (dan kesabaran). 

    Selain mengalihkan perhatiannya, Ibu juga bisa menyimpan segala jenis makanan yang bisa membuatnya tergoda untuk membatalkan puasanya. 

  10. Buat menu makanan yang menarik untuk berbuka dan sahur

    Makanan juga bisa menjadi semangat tersendiri bagi anak untuk mau bangun sahur atau menahan diri untuk berbuka saat hidangan utama tersaji di meja. Memang sedikit lebih repot bagi Ibu jika anak lebih menyukai hidangan yang spesial, baik dari segi rasa maupun penampilan. Jika rasa malas melanda, Ibu bisa memotivasi diri bahwa fondasi beragama harus dibangun sejak kecil, termasuk dalam ibadah puasa. Lagipula, banyak resep sederhana yang bisa mencuri hati anak Bu, tinggal pilih yang kira-kira disukai anak sekaligus bergizi. 

    Jangan lupa, Ibu tetap harus memastikan anak mendapatkan zat gizi yang diperlukan tubuh hanya dengan 2 kali makan. Jangan sampai, anak menjadi lemas, tidak semangat beraktivitas, dan mudah rewel saat lapar karena kekurangan nutrisi. Meskipun anak hanya sanggup puasa beberapa jam, tetap sediakan makanan bernutrisi saat sahur. Untuk sahur, pastikan menu makan anak mengandung semua zat gizi dalam komposisi seimbang. Buah dan sayur tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral, namun juga berserat tinggi sehingga anak tidak mudah lapar.

    Sementara itu, untuk berbuka puasa anak bisa diberi snack yang manis atau minuman hangat manis untuk mengembalikan energinya yang hilang secara cepat. Setelah itu, baru anak bisa mengonsumsi makanan utama. Tak lupa, motivasi anak untuk sering minum di antara waktu berbuka hingga sahur agar tidak kekurangan cairan. 

Dari semua usaha di atas, kuncinya hanyalah kesabaran karena semua pembiasaan membutuhkan proses. Pastikan Ibu memberi memori yang menyenangkan tentang perkenalannya dengan ibadah puasa.

(Menur)