Ibupedia

Alih-Alih Asah Kemampuan Si Kecil Memaksakan Les Anak Adakah Dampaknya?

Alih-Alih Asah Kemampuan Si Kecil Memaksakan Les Anak Adakah Dampaknya?
Alih-Alih Asah Kemampuan Si Kecil Memaksakan Les Anak Adakah Dampaknya?

Siapa sih yang nggak mau anaknya menjadi pintar dalam segala hal? Tentu saja ini merupakan dambaan bagi tiap orang tua, bukan? Begitupun yang dirasakan oleh Ibumin. Tapi, belakangan Ibumin justru sedang galau dan dihantui rasa bersalah.

Benar nggak yang memaksakan les anak bisa berdampak buruk bagi kesehatan mentalnya? Sama seperti orang tua lainnya, sebenarnya Ibumin nggak bermaksud gegabah, ingin anak les ini dan itu. Namun, zaman sekarang rasanya penting untuk mengambil kegiatan ekstrakulikuler di luar sekolah, yang bertujuan meningkatkan kemampuan akademis si kecil melalui bimbingan les intensif.

Mengingat persaingan di dunia kerja nantinya juga semakin ketat. Nah, belakangan Ibumin baru menyadari ternyata memilih jenis les anak juga nggak boleh sembarangan.

Justru pemaksaan dan pemilihan jenis les yang nggak tepat, bisa mengganggu kesehatan mental si kecil nantinya. Mengapa demikian? Yuk, simak penjelasan dari ahli dan berbagai sumber lainnua berikut ini.

Boleh nggak sih memaksakan les anak meski ia nggak suka?

Pelajaran anak zaman sekarang, rasanya kok lebih susah dibandingkan zaman kita dahulu ya, Parents? Dahulu, nggak banyak pilihan les anak yang tersedia. Tapi, sekarang beragam jenis les anak sudah menjamur dimana-mana.

Mulai dari les yang menyangkut olahraga anak, hingga yang berkaitan dengan akademis. Sebagai orang tua, rasanya ingin sekali mengikuti segala macam les untuk mengetahui arah bakat dan minat si kecil.

Tapi, kalau dijalankan semua khawatir anak merasa bosan dan tertekan. Sebenarnya bolehkah memaksa les anak meskipun mereka nggak suka?

Kalau dikutip dari Child Mind Institute ketika seorang anak tidak mau melakukan sesuatu, sebagai orang tua, kita sering memaksanya dan ini adalah hal yang wajar. Sayangnya, kita jadi sering terlalu memaksakan kehendak dan lebih keras.

Namun, hal ini sama saja memaksakan si kecil untuk keluar dari zona nyaman dan melakukan hal-hal yang kita anggap terbaik untuk mereka. Tapi belum tentu mereka sukai. Jelas ini nggak baik buat kesehatan mental si kecil nantinya.

Untuk itu, sebaiknya pertimbangkan jenis les anak yang sesuai dengan kegemaran mereka. Bicarakan jenis les anak apa yang ia sukai, dan rencana apa yang ia pikirkan ke depan dengan menekuni jenis les anak tersebut.

Hindari memaksa anak les terlalu dini. Lakukan secara perlahan dan pujilah mereka saat mereka melakukan hal-hal baru. Jika mereka tidak menyukainya, dorong mereka untuk menyelesaikan sesi yang telah disepakati.

Terkadang anak usia dini, ingin berhenti les secara tiba-tiba tetapi sebelumnya mereka justru menyukai les tersebut. Kalau sudah begini, tanyakan alasannya sebab dikhawatirkan ada sesuatu yang terjadi yang membuat mereka jadi tidak menyukai suasana di dalam tempat les.

Parents juga dapat memberikan reward hadiah untuk memotivasi anak setelah berhasil menyelesaikan lesnya. Hal ini dapat membantu bagi anak yang yang sedang mengalami kecemasan atau depresi. Hadiahnya bisa berupa apa saja, mulai dari waktu bermain gadget tambahan hingga perjalanan ke tempat yang menyenangkan.

Tapi, kalau semua hal tersebut sudah dilakukan dan anak masih menolak, cobalah untuk observasi kembali. Parents perlu mempertimbangkan apakah jenis les anak yang diikuti sudah benar-benar tepat untuk mereka.

Kata ahli, berikan si kecil pengalaman untuk mencoba

Mengikuti kegiatan les anak SD memang punya banyak manfaat buat si kecil. Namun, sebelumnya orang tua harus mengetahui dahulu bahwa memaksakan les anak meski anak nggak suka, tidak boleh dilakukan.

Menurut Psikolog Anak & Remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., saat anak memasuki usia sekolah dasar, orang tua perlu meningkatkan kemampuan mengobservasi rasa suka anak saat melakukan aktivitas les. Bisa jadi anak menolak ikut les karena kurangnya pengalaman.

Itulah yang menjadi tugas bagi orang tua memberikan mereka pengalaman-pengalaman, dan prinsip untuk mencoba. Orang tua juga bisa memberikan target, dan kesempatan anak untuk enjoy melakukan kegiatan di tempat les misalnya dalam kurun waktu 3-6 bulan ke depan.

Nah, kalau dalam kurun waktu tersebut belum ada perubahan dan anak kurang nyaman, maka kita harus berbesar hati memberikan kesempatan buat si kecil untuk mengganti aktivitas yang lain. Namun, Anas menyarankan agar orang tua nggak boleh gampang menyerah dan langsung berhenti les anak hanya dalam 1-3 kali pertemuan.

Karena dalam fase tersebut, otak anak masih butuh repetisi atau pengalaman berulang untuk mencoba sesuatu. Tapi, sedikit banyak anak juga menangkap emosi orang tua yang mengharapkan anak untuk bisa menjadi juara, sebagai sebuah tekanan atau pressure.

Jadi kalau bisa hindari perasaan tersebut ya, Parents. Biarkan si kecil mengembangkan diri pada hal-hal yang mungkin nggak bisa berkembang di sekolah, tanpa mengharapkan anak menjadi juara kelas.

“Kalau sudah begitu, perasaan kita sebagai orang tua akan menjadi ringan dan rileks,” jelas Anas.

Pelan-pelan dan lihat dulu kemampuan anak

Nah, mulai sekarang sebelum mengikuti les anak ada baiknya Parents perlu memperhatikan terlebih dahulu minat dan bakat si kecil. Jangan terlalu memaksa, alih-alih supaya anak lebih pandai dalam suatu pelajaran atau olahraga tertentu.

Cobalah untuk ikut trial class sebelum berkomitmen lebih panjang. Mulailah dengan masa percobaan singkat untuk melihat apakah anak benar-benar menikmati aktivitas tersebut atau tidak.

Pastinya, Parents juga wajib bersabar ya. Sebab, anak mungkin membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan aktivitas barunya. Jangan lupa, selalu dukung si kecil dalam tiap aktivitasnya.

Utamakan kualitas daripada kuantitas. Yes! Anak usia sekolah dasar, sebenarnya belum memerlukan jadwal kegiatan yang padat di luar sekolah (termasuk ekstrakulikuler yang padat). Sebab, menurut penelitian yang dilakukan oleh Psych Central jadwal les anak yang padat dalam satu minggu, selain dapat membebani pengeluaran tambahan orang tua, ternyata juga dapat memengaruhi kualitas dan hubungan antar keluarga. Nggak hanya itu, bahkan juga berpotensi membahayakan perkembangan dan kesejahteraan anak di masa depan.

Karenanya, lebih baik bagi batasi jadwal les anak dalam satu pekan. Para ahli mengatakan, mengambil jadwal les anak sebanyak satu atau dua aktivitas per minggu dirasa sudah cukup, untuk menghindari si kecil merasa bosan atau merasa mendapatkan tekanan dari orang tuanya.

Follow Ibupedia Instagram