Predator: Badlands, Film tentang Keluarga dan Empati
Kadang, film yang kita tonton tanpa ekspektasi justru malah meninggalkan kesan paling dalam.
Siapa sangka, film tentang makhluk luar angkasa yang biasanya identik dengan kekerasan dan perburuan, kali ini justru ngajarin kita tentang arti keluarga dan empati?
Itulah yang terasa waktu nonton Predator: Badlands. Disutradarai oleh Dan Trachtenberg (Prey, Predator: Killer of Killers), film terbaru dari semesta Predator ini membuka babak baru, bukan lagi soal siapa yang paling kuat, melainkan siapa yang berani memahami arti menjadi bagian dari sesuatu.
Lewat sosok Dek, Predator muda yang dianggap lemah dan dibuang oleh klannya, kita diajak menyusuri perjalanan menemukan tempat untuk pulang, tidak hanya secara fisik, namun juga emosional.
Dan tanpa disangka, film penuh aksi ini ternyata punya banyak hal yang menyentuh hati, terutama buat kita para orang tua.
Berikut 5 alasan kenapa Predator: Badlands justru bisa bikin Parents merenung tentang keluarga, empati, dan keberanian.
1. Predator Pun Butuh Keluarga

Dek adalah Yautja muda yang dianggap terlalu kecil dan terlalu lemah. Ia disingkirkan oleh klannya, bahkan hampir dibunuh oleh ayahnya sendiri. Demi membuktikan dirinya, ia pergi ke planet terpencil bernama Genna untuk memburu Kalisk, makhluk paling berbahaya di galaksi.
Namun, justru di planet itulah ia bertemu Thia, android rusak yang kehilangan kakinya tapi tetap berjiwa kuat. Hubungan mereka tumbuh di antara ketakutan dan rasa saling percaya, dan dari situ Dek belajar: keluarga nggak selalu soal hubungan darah, namun tentang siapa yang tetap ada ketika kamu jatuh.
Kita pun sering begitu kan? Kadang justru di luar “lingkaran asal”, kita menemukan orang-orang yang jadi rumah.
2. Kuat Itu Bukan Berarti Harus Sendiri

Dalam budaya Yautja, berburu sendirian adalah simbol kehormatan. Namun, Dek justru menemukan kekuatannya saat ia berani bergantung pada orang lain.
Di planet Genna, dia bukan lagi pemburu, melainkan menjadi mangsa. Untuk bertahan hidup, ia harus belajar bekerja sama. Sebagai orang tua, kita juga sering terjebak dalam keinginan untuk “kuat sendiri.” Padahal nggak apa-apa kok minta tolong dan nggak apa-apa merasa lemah sesekali.
Predator: Badlands mengingatkan, kadang keberanian bukan soal menghadapi segalanya sendirian, tapi soal tahu kapan kita butuh orang lain.
3. Setiap Anak Punya Waktunya Untuk Bersinar

Dek dianggap gagal karena tak sesuai standar klannya. Tapi ternyata, dia cuma butuh waktu. Waktu untuk tumbuh, belajar, dan menemukan caranya sendiri untuk menjadi kuat.
Kita semua tahu perasaan itu. Melihat anak kita berkembang dengan cara dan waktu yang nggak selalu sama dengan anak lain.
Film ini seolah mengingatkan para orang tua bahwa tidak apa-apa kalau anakmu belum sampai di titik tertentu sekarang. Selama kita terus percaya, waktunya akan datang juga.
4. Visual Megah dan Menyentuh Hati

Secara visual, film ini luar biasa. Tim Wētā FX, Framestore, dan ILM menciptakan dunia Genna yang indah sekaligus mengancam.
Creature Designer Alec Gillis, yang pernah terlibat di Alien dan Predator pertama, kembali merancang makhluk-makhluk baru, termasuk Kalisk, yang terinspirasi dari dunia Miyazaki dan biota laut dalam.
Namun, di balik semua itu, yang paling menonjol justru sisi manusiawi film ini.
Kita bisa merasakan sakit, takut, dan bahkan harapan dari balik topeng Dek. Sebuah bukti bahwa bahkan makhluk “monster” pun bisa punya hati.
5. Empati Juga Bentuk Kekuatan

Film ini menantang pandangan klasik bahwa yang lemah harus disingkirkan. Trachtenberg membaliknya karena lewat Dek, kita diajak melihat bahwa empati dan keberanian berjalan beriringan.
Dek belajar bahwa membantu bukan tanda lemah, melainkan tanda kuat. Keberanian bukan cuma tentang melawan musuh, namun juga melindungi orang lain, bahkan saat dirinya sendiri terluka.
Pesan ini sederhana, tapi ngena banget buat kita para orang tua yang tiap hari berjuang menjaga keluarga sambil tetap berusaha kuat di tengah lelahnya hidup.
Di balik raungan dan taringnya, Predator: Badlands ternyata film tentang hati. Tentang anak yang ingin diakui. Tentang kehilangan dan penerimaan. Tentang makhluk yang dianggap “monster,” tapi justru paling tahu arti keluarga.
Film ini tayang mulai 5 November di bioskop, dalam format IMAX, 4DX, dan ScreenX. Siapa tahu, saat Parents keluar dari bioskop nanti, Parents tidak hanya ingat adegan aksinya, tapi hati juga merasa lebih hangat karena sadar kalau ternyata semua makhluk, bahkan Predator sekalipun, cuma ingin satu hal, yaitu diterima apa adanya.