Keluarga

The Tinder Swindler: Jangan Jadi Bodoh Hadapi Cinta

The Tinder Swindler: Jangan Jadi Bodoh Hadapi Cinta

Film dokumenter bertajuk The Tinder Swindler garapan sutradara Felicity Morris belakangan jadi trending topic di jagad maya. 

Persis seperti judulnya, The Tinder Swindler Netflix menceritakan tentang penipu ulung bernama Simon Leviev. Kasus penipuan tersebut dilakukan dengan cara memanfaatkan aplikasi kencan online, Tinder. 

Tidak tanggung-tanggung, penipuan yang dilakukan bahkan diceritakan mencapai angka USD10 juta atau setara dengan Rp143,7 miliar!

Simon Leviev dalam film The Tinder Swindler diketahui memiliki nama asli Simon Yehuda Hayut. Pria asal Israel itu bahkan sudah pernah dipenjara atas kasus penipuan saat usianya baru menginjak 20 tahun. 

Seperti sudah terlatih sejak belia, setelah bebas dari penjara Simon pindah ke Eropa dan memalsukan identitasnya dengan nama Simon Leviev untuk menjerat korban-korbannya melalui aplikasi kencan online, Tinder. 

Kepada korban Simon mengaku bekerja sebagai pilot, konsultan bisnis, dan yang terakhir pengusaha berlian. Dengan gaya hidupnya yang tampak mewah, korban tentu saja mempercayai pengakuan tersebut.

Nah, apakah kamu termasuk salah satu pengguna aplikasi Tinder? Jika iya, film dokumenter The Tinder Swindler Netflix ini layak untuk ditonton lantaran banyak pelajaran hidup yang bisa kamu dapatkan. Kira-kira apa saja, ya? Yuk, cari tahu sama-sama!

Kamu juga bisa jadi korban!

Kali pertama menonton film The Tinder Swindler mungkin kamu bisa dengan mudah mencemooh korban yang nampak sangat mudah ditipu. Padahal, pada film tersebut korban-korban Simon Leviev adalah wanita terpelajar, berkarir, dan mandiri secara finansial. 

Artinya, siapa saja bisa menjadi korban penipuan dengan modus yang sama, termasuk dirimu sendiri.

Mengapa sepertinya tampak sulit mendeteksi penipuan sejak dini? Dikutip dari Forbes, beberapa orang memang terlahir dengan kemampuan manipulatif atau mampu mengembangkan keterampilan luar biasa untuk menutupi kesalahan dan ketidak jujuran bahkan untuk hal terkecil sekalipun. 

Kondisi inilah yang kemudian memungkinkan terjadinya penipuan kepada siapa saja tanpa pandang bulu.

Sebaiknya tidak mudah memberikan kepercayaan

Kepercayaan mahal harganya, sehingga jangan pernah diberikan secara cuma-cuma terlebih pada orang yang baru dikenal. Digambarkan dalam film The Tinder Swindler Netflix, Simon Leviev adalah sosok pria rupawan yang dengan segala pesonanya bisa membius mata siapa saja yang melihatnya. 

Pertemuan pertama dengan sosok seperti ini tentu saja sangat mudah membuat hati terpikat.

Akan tetapi, don't judge a book by its cover. Maksudnya, kamu tidak boleh begitu saja menilai seseorang dari tampilan luarnya terlebih pada pertemuan pertama. Pasalnya, setiap orang tentu akan menunjukkan sisi terbaiknya di kencan pertama. Jadi, sebaiknya jangan mudah percaya dengan orang yang baru saja dikenal.

Gaya hidup bukan jaminan kesejahteraan seseorang

Biasanya, saat kamu melihat seseorang memiliki gaya hidup mewah di media sosial, seperti Simon Leviev yang ada di The Tinder Swindler tentu akan mempercayai bahwa di kehidupan nyata memang dia adalah orang kaya raya. 

Faktanya, gaya hidup tidak bisa menjamin bahwa seseorang memang benar-benar sudah sejahtera di kehidupannya. Terlebih apa yang ditampilkan seseorang di media sosial bisa dikondisikan dengan sedemikian rupa.

Saat ini banyak orang yang ingin terlihat kaya. Tidak jarang bahkan rela berhutang untuk memenuhi gaya hidup agar dianggap kaya. Jelas ini adalah pemahaman yang keliru, sebab yang terpenting adalah bagaimana agar bisa menjadi kaya bukan sekadar terlihat kaya.

Jangan berhutang demi membantu orang lain

Membantu orang lain adalah hal yang baik, tetapi bukan berarti kamu bisa melakukan segala cara demi membantu orang tersebut. Terlebih berhutang dalam jumlah besar untuk dipinjamkan pada orang yang baru dikenal. Jika dipikir secara lebih rasional, berhutang untuk orang lain adalah hal yang tidak wajar.

Korban-korban dalam film dokumenter The Tinder Swindler bahkan mengaku ada takut pulang ke tempat asalnya karena masih memiliki pinjaman dalam jumlah besar dan tengah ditagih oleh bank setempat. 

Kondisi tersebut jelas akan membuat korban dihantui perasaan takut dan tidak nyaman. Oleh karena itu, jangan pernah mencoba berhutang untuk orang lain.

Cinta mungkin buta, tapi jangan bodoh

The Tinder Swindler Netflix mengajarkan bahwa jatuh cinta mungkin membuat kita buta. Terlebih hati tidak bisa memilih dengan siapa dia akan jatuh cinta. Akan tetapi, sebagai pemilik hati tersebut kamu tetap memiliki akal dan pikiran yang sehat. 

Saat jatuh cinta, tetap gunakan akal dan pikiran rasional sehingga tidak mudah terjerat rayuan penipu.

Cinta adalah bentuk abstrak dari kata hati, tetapi hubungan yang sehat harus dimulai dari perasaan cinta yang sehat pula. Perhatikan jika seseorang memaksa kamu untuk melakukan hal-hal yang diluar kewajaran, seperti memaksa untuk memberikan sejumlah uang, itu bukan cinta. Kamu wajib waspada dan jangan jadi bodoh.

Itulah tadi pelajaran berharga yang bisa kamu ambil dari film dokumenter The Tinder Swindler Netflix. Ingat, di dunia maya seseorang bisa melakukan apa saja, mengaku menjadi siapa saja, dan bergaya seperti apa saja yang diinginkan. 

Sebagai pengguna kitalah yang harus bisa bersikap bijak dalam membagikan informasi pribadi. Bisa jadi pelaku penipuan justru mengincar karena segala sesuatu yang pernah atau sedang kita tampilkan di media sosial.

Editor: Dwi Ratih