Kesehatan

8 Gejala Demam Berdarah dan Pertolongan Pertamanya

8 Gejala Demam Berdarah dan Pertolongan Pertamanya

Demam berdarah dengue (DBD) atau yang biasa dikenal dengan penyakit demam berdarah bisa dibilang merupakan salah satu penyakit langganan yang mewabah di negara tropis, salah satunya ialah Indonesia. Bagi orang tua, penting untuk mengetahui gejala demam berdarah sedini mungkin untuk menghindarkan diri maupun anak-anak dari komplikasi serius akibat gejala DBD yang tak segera tertangani.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga pertengahan Desember 2014, tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, 641 orang di antaranya tidak dapat disembuhkan alias meninggal dunia. Meski demikian, angka tersebut lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, yakni tahun 2013, dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 orang.

Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk betina Aedes, seperti nyamuk Aedes aegypti (penyebab utama) maupun Aedes albopictus. Virus Dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk ketika nyamuk-nyamuk tersebut menghisap darah manusia yang tengah menderita demam akut, yakni 2 hari sebelum panas datang hingga 5 hari setelahnya.

Demam berdarah bisa menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak, dewasa, hingga lanjut usia. Terlebih, berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tanah Air masih masuk kategori negara hiperendemik virus Dengue dengan jumlah penderita demam berdarah kedua terbanyak setelah Brasil.


Gejala Demam Berdarah

Ketika nyamuk yang telah terkontaminasi virus Dengue ini menghisap darah orang lain, maka virus akan masuk ke tubuh orang tersebut melalui gigitan dan air liur nyamuk. Setelahnya, virus Dengue akan mengalami masa inkubasi di tubuh manusia selama 4 hingga 10 hari, sebelum manusia tersebut mengeluarkan gejala demam berdarah sebagai berikut:

  • Demam tinggi (sekitar 40 derajat celcius) yang mendadak dan menetap sepanjang hari

  • Sakit kepala yang tidak tertahankan

  • Sakit di sekitar mata

  • Nyeri otot yang terasa sangat menyakitkan

  • Cepat lelah

  • Muntah

  • Bintik merah yang timbul 2 hingga 5 hari setelah demam

  • Perdarahan ringan, seperti mimisan dan gusi berdarah

Gejala demam berdarah tersebut biasanya menetap di tubuh manusia dalam 2 hingga 7 hari. Terkadang, dokter keliru melihat gejala demam berdarah ini sebagai gejala dari virus influenza biasa ataupun virus lainnya. Untuk itu, dibutuhkan tes darah untuk menegakkan diagnosa dan memastikan bahwa orang tersebut memang mengalami gejala DBD.

Dokter juga akan bertanya kepada pasien yang diduga mengalami gejala demam berdarah apakah di sekitar rumahnya ada orang yang tengah menderita demam berdarah atau tidak. Tes darah untuk menegakkan diagnosa penyakit ini juga akan dilakukan bila orang yang mengalami gejala demam berdarah tersebut tinggal di wilayah yang dikategorikan sebagai daerah dengan status kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah.

Selain itu, tingkat keparahan gejala demam berdarah setiap orang pun bisa berbeda-beda. Gejala DBD pada suspect yang belum pernah terjangkit penyakit demam berdarah sebelumnya cenderung lebih ringan dibanding gejala DBD yang dialami suspect dengan riwayat mengidap demam berdarah.


Pertolongan Pertama pada Gejala Demam Berdarah

Pada dasarnya, tidak ada pengobatan khusus untuk penderita demam berdarah. Namun, ketika seseorang merasakan gejala demam berdarah, ia bisa melakukan pertolongan pertama sebagai berikut:

  • Mengonsumsi obat pereda nyeri, sakit kepala, maupun demam yang mengandung asetaminofen atau parasetamol

  • Menghindari obat yang mengandung aspirin atau asetilsalisilat karena justru akan menyebabkan makin parahnya perdarahan

  • Perbanyak istirahat

  • Perbanyak konsumsi cairan, terutama minum air putih 


Kapan Harus ke Dokter?

Jika setelah melakukan pertolongan pertama ini gejala demam berdarah tidak juga reda, ibu bisa segera memeriksakan diri ke dokter. Sedangkan bagi orang dengan sistem imun yang tidak prima, termasuk bayi maupun lanjut usia, disarankan untuk langsung memeriksakan diri ke dokter setelah mendapatkan gejala demam berdarah karena virus Dengue bisa berkembang cepat di tubuh manusia dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah.

Setiap orang yang mengidap gejala demam berdarah harus segera mendapat penanganan medis karena gejala demam berdarah bisa menyebabkan komplikasi penyakit yang serius jika tidak segera ditangani. Komplikasi dari gejala DBD tersebut antara lain viral hemorrhagic fever (VHF) atau dikenal juga dengan istilah severe dengue alias demam berdarah kelas berat.

Demam dikarenakan severe dengue ini merupakan kasus langka di mana di dalam tubuh penderita demam berdarah terdapat banyak virus yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Mulai dari kerusakan limpa dan pembuluh darah, pendarahan yang berkepanjangan dari hidung (mimisan) maupun gusi, pembengkakan hati, serta kegagalan fungsi di saluran pernapasan.

Severe dengue biasanya ditandai dengan sakit di bagian perut yang tidak tertahankan, muntah yang terus-menerus, napas yang cepat, perdarahan pada gusi, kelelahan, lesu, dan terdapat muntah pada darah penerita DBD. Gejala demam berdarah pada tahap lanjut ini biasanya terjadi dalam waktu 3 hingga 7 hari dengan ditandai oleh menurunnya suhu tubuh hingga 38 derajat celcius.

Untuk itu, penting bagi setiap orang untuk memperhatikan gejala demam berdarah ini demi menghindari komplikasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kurun 24 hingga 48 jam setelah tanda pertama muncul adalah waktu krusial untuk mengobati, bahkan menyelamatkan nyawa, penderita demam berdarah.

Pada kasus yang lebih berat, demam berdarah yang sudah masuk ke tahap komplikasi ini dapat mengakibatkan pendarahan pada pasien, syok, hingga akhirnya meninggal. Kondisi ini disebut juga Dengue Shock Syndrome (DSS). Namun, DSS bisa dicegah jika pasien ditangani segera, salah satunya dengan memberi banyak asupan cairan ke tubuh penderita demam berdarah ini.


Pencegahan Penyakit Demam Berdarah

Tidak kurang dari US$ 300 juta (sekitar Rp4,2 triliun) per tahun harus ditanggung oleh pemerintah Indonesia sebagai kerugian dari merebaknya kasus demam berdarah di seluruh penjuru Tanah Air pada 2014 lalu. Sayangnya, tidak ada hal yang bisa dilakukan oleh semua pihak untuk memutus rantai penyakit ini, kecuali melakukan serangkaian langkah preventif.

Di musim pancaroba, nyamuk Aedes bisa berkembang biak dengan pesat dikarenakan banyaknya wadah tergenang air yang merupakan tempat yang cocok bagi nyamuk tersebut untuk bertelur. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan pun mengimbau masyarakat untuk melaksanakan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) lewat kegiatan 3M Plus untuk mencegah berkembangnya penyakit demam berdarah ini.


  1. Menguras

    Kegiatan ini menekankan masyarakat untuk selalu membersihkan tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi, ember berisi air, penampungan air minum, tatakan pot bunga, serta mengalirkan selokan maupun sungai, dan rutin mengganti tempat air minum hewan peliharaan. Semua langkah ini dilakukan agar tidak ada genangan air yang merupakan tempat nyamuk Aedes untuk bertelur.

    Untuk diketahui bahwa nyamuk Aedes aegypti betina rata-rata menghasilkan hingga 200 telur per fase, sedangkan mereka memiliki 5 fase bertelur. Bahayanya lagi, telur-telur ini bisa dengan cepat menetas ketika sudah berada di air yang tergenang, yakni dalam waktu 2 hari hingga 1 minggu, tergantung suhu permukaan air (makin hangat, maka makin cepat menetas).


  2. Menutup

    Setelah dibersihkan, ada baiknya tempat-tempat penampungan air itu ditutup agar sepenuhnya menutup akses terhadap nyamuk Aedes untuk bertelur.


  3. Mendaur ulang

    Dahulu, kampanye 3M ditutup dengan imbauan untuk mengubur barang-barang yang berpotensi menimbulkan genangan air, seperti plastik bekas botol minum, kaleng bekas, hingga ban yang tak terpakai. Namun, himbauan ini kurang ramah lingkungan sehingga Kemenkes merevisinya menjadi imbauan untuk melakukan daur ulang atau memanfaatkan kembali wadah-wadah tersebut untuk keperluan lainnya.

    Sementara kegiatan ‘Plus’ yang dimaksudkan oleh Kemenkes antara lain:

    • Menaburkan bubuk larvasida (abate) di tempat penampungan air yang sulit dibersihkan

    • Menggunakan obat nyamuk atau obat anti nyamuk sebelum tidur

    • Menggunakan kelambu atau memasang kawat anti nyamuk di setiap lubang ventilasi

    • Memelihara ikan pemangsa nyamuk

    • Menaman tanaman pengusir nyamuk

    • Mengatur intensitas cahaya yang masuk ke dalam rumah, semakin terang maka semakin baik


Selain langkah-langkah pencegahan yang disarankan oleh pemerintah di atas, ada baiknya ibu dan ayah juga melakukan cara-cara di bawah ini:

  • Memakai pakaian lengan panjang saat bepergian ke luar rumah, terutama jika pergi ke kebun, hutan, danau, atau tempat yang sekiranya terdapat genangan air

  • Pastikan barang-barang di dalam rumah tidak ada yang tergenang air, seperti area di sekitar tempat cuci piring, cuci baju, maupun kamar mandi

  • Hindari menggantung baju karena itu bisa jadi merupakan tempat ‘istirahat’ bagi nyamuk di pagi dan siang hari

  • Di musim pancaroba, hindari bepergian ke tempat yang padat penduduk, termasuk ke luar negeri

  • Jika ada anggota keluarga yang terlihat mengalami gejala demam berdarah, segera lakukan langkah pembasmian nyamuk, misalnya menggunakan obat nyamuk semprot maupun fogging, untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah di dalam rumah. Pasalnya, nyamuk yang menggigit penderita demam berdarah kemungkinan besar akan menyebarkan virus Dengue kepada sesama anggota keluarga.


Vaksin Demam Berdarah

Sejak September 2016, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin resmi bagi vaksin demam berdarah untuk beredar di Indonesia. Indonesia menjadi negara kedua di Asia yang mengizinkan vaksin buatan perusahaan farmasi asal Prancis, Sanofi Pasteur, itu untuk beredar. Saat ini, terdapat 11 negara di dunia yang telah menyetujui penggunaan vaksin demam berdarah, di antaranya Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Brasil, Puerto Rico, Meksiko, Honduras, dan Kolombia. Berdasarkan rilis resmi di situs Sanofi Pasteur, vaksin dengan merk dagang Dengvaxia itu juga sudah mulai masuk ke Eropa pada akhir 2018 lalu.

Seperti namanya, vaksin demam berdarah ini merupakan langkah preventif yang bisa diambil untuk mencegah komplikasi virus yang menyebabkan penyakit demam berdarah. Dr. Mulya Rahma Karyanti SpA(K), MSc, Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menyebut penyuntikkan vaksin ini bisa menurunkan kemungkinan terjadinya Dengue Shock Syndrome (DSS) hingga 93%.

"Vaksin apapun kan enggak ada yang 100 persen yang efektivitasnya. Misalnya orang kan kalau udah vaksin cacar air masih bisa kena, tapi lebih ringan. Sama halnya dengan vaksin DBD. Dia (orang yang disuntik vaksin Dengue) masih bisa kena DBD, tapi enggak sampai shock alias bukan kategori DBD berat," kata Dr. Mulya Rahma Karyanti.

Selain itu, penyuntikkan vaksin ini juga diklaim mampu menurunkan jumlah pasien penderita DBD di rumah sakit hingga 80%. Artinya, orang dengan gejala demam berdarah bisa melakukan perawatan di rumah alias home treatment saja. Secara umum, efektivitas vaksin Dengue ini mencapai 56,3%.


Siapa saja yang bisa disuntik vaksin demam berdarah?

Berdasarkan hasil penelitian sebelum vaksin ini dipasarkan, kelompok umur yang paling baik diberikan vaksin Dengue ialah anak mulai usia 9 tahun hingga 16 tahun. Pemberian vaksin ini dilakukan sebanyak 3 kali dengan jarak pemberian minimal 6 bulan sekali.

Vaksin demam berdarah ini paling disarankan untuk diberikan justru kepada orang yang sebelumnya pernah terjangkit virus Dengue alias menderita demam berdarah. Pasalnya, saat anak atau orang tua menderita demam berdarah, ia pasti hanya terserang satu dari 4 serotipe virus Dengue, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4. Dengan pemberian vaksin demam berdarah ini, orang yang sudah pernah menderita gejala atau bahkan positif DBD ini diklaim akan lebih kebal terhadap kemungkinan untuk terjangkit kembali penyakit demam berdarah dengan tipe virus lainnya.


Kekurangan vaksin Demam Berdarah untuk Anak

Vaksin demam berdarah sebetulnya sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1929, namun selalu tidak lolos uji dan akhirnya batal dipasarkan karena banyak hal, salah satunya karena belum mampunya peneliti untuk menentukan pola patogenesis dari virus Dengue itu sendiri. Kali ini, vaksin Dengvaxia yang sudah diluncurkan ke pasaran pun memiliki beberapa kekurangan seperti terlihat pada contoh di bawah ini.


  1. Tidak cocok untuk anak di bawah usia 9 tahun

    Bagi anak di bawah 9 tahun, terutama di kelompok umur 2 hingga 5 tahun, penyuntikkan vaksin demam berdarah justru kemungkinan besar akan membuat mereka terjangkit DBD, sekalipun sebelum penyuntikkan tidak memperlihatkan gejala demam berdarah. Sedangkan untuk orang dewasa yang berusia di atas 16 tahun, vaksin ini belum diketahui dengan pasti mengenai manfaat maupun efektivitasnya.


  2. Mahal

    Hingga kini, produksi vaksin Dengue masih dilakukan oleh perusahaan farmasi asing sehingga hal ini juga memengaruhi harga edar vaksin Dengvaxia itu sendiri. IDAI merilis harga jual vaksin Dengue dibanderol mulai dari Rp1 juta, itu pun tidak bisa didapatkan di setiap rumah sakit maupun rumah vaksin, apalagi puskesmas maupun posyandu, karena ketersediaannya yang masih langka dan belum masuk dalam program vaksin nasional.

    Indonesia disebut tengah mencoba mengembangkan vaksin Dengue ini dengan menggandeng perusahaan farmasi lokal, seperti Biofarma. Tetapi, biaya penelitian yang mahal dan efektivitasnya yang masih diragukan membuat pengembangan ini berjalan setengah hati.


  3. Tidak cocok untuk orang yang belum pernah terkena demam berdarah

    Awalnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadi salah satu pendukung disebarkannya vaksin demam berdarah ini ke seluruh dunia, terutama negara endemik demam berdarah seperti Indonesia. Namun, pada 2017, mereka merevisi dukungan itu dengan menerbitkan keterangan resmi agar setiap negara mengevaluasi kembali pemberian vaksin demam berdarah, terutama Dengvaxia, terutama bagi orang yang belum pernah merasakan gejala demam berdarah sebelumnya.

    WHO menyatakan vaksin demam berdarah ini hanya boleh diberikan kepada orang yang justru sudah pernah terjangkit penyakit demam berdarah. Pasalnya, berdasarkan temuan lapangan, orang yang belum pernah menderita DBD kemudian disuntikkan vaksin Dengvaxia ini justru beresiko mengalami DBD berat maupun komplikasi akibat gejala demam berdarah seperti telah dijelaskan sebelumnya dalam artikel ini.

    Atas pernyataan ini, WHO menyarankan siapapun yang ingin mendapatkan vaksin Dengvaxia harus menjalani serangkaian tes terlebih dahulu untuk memastikan bahwa mereka memang pernah terinfeksi virus Dengue agar terhindar dari efek samping vaksin yang mengerikan.


  4. Pencabutan izin vaksin Dengvaxia di Filipina

    Akhir 2017 lalu, vaksin Dengvaxia mengalami langkah mundur terbesar setelah pemerintah Filipina resmi menarik semua vaksin Dengvaxia yang beredar di negara mereka dan menghentikan seluruh kegiatan vaksinasi yang berhubungan dengan vaksin produksi Sanofi Pasteur ini. Hal ini berhubungan dengan rekomendasi WHO tersebut dan pernyataan resmi dari Sanofi Pasteur sendiri bahwa vaksin ini tidak cocok untuk orang yang belum pernah terkena demam berdarah, padahal Dengvaxia sudah disuntikkan ke anak-anak sekolah dasar di negara tersebut.

    Para penolak vaksin Dengvaxia bahkan mengklaim vaksin ini telah membunuh sedikitnya 10 anak usia Sekolah Dasar. Mereka disebut meninggal sesaat setelah mendapat vaksin Dengvaxia, tapi pihak Sanofi Pasteur menolak klaim ini.

    Terlepas dari adanya kekurangan pada vaksin Dengvaxia ini, Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Sri Rezeki S Hadinegoro, meminta masyarakat untuk tidak panik. Ia tetap menyarankan vaksin demam berdarah ini sebagai salah satu langkah preventif merebaknya kasus demam berdarah. Ia hanya meminta masyarakat untuk memenuhi persyaratan sebelum penyuntikkan vaksin dengan terlebih dahulu bertanya pada tenaga kesehatan yang kompeten.

    “Vaksin yang 100 persen sempurna itu tidak ada. Semua vaksin ada kelemahan. Tapi kalau kita timbang antara manfaat dan mudaratnya tentu pilih vaksin yang bermanfaat,” pungkasnya.


(Asni / Dok. Freepik)