Kesehatan

Amankah Antibiotik Buat Bayi?

Amankah Antibiotik Buat Bayi?

Antibiotik, apakah jadi salah satu bentuk kemajuan di dunia kedokteran atau bahaya yang bisa memperburuk kondisi anak? Jawabannya ada di antara keduanya. Bila Anda orangtua dari anak yang menderita infeksi bakteri, pemberian antibiotik tentu sangat bermanfaat.  

Melihat si kecil akhirnya tertidur setelah terjaga selama 3 malam dengan kondisi yang rewel dan demam akan membuat Anda sangat menghargai antibiotik. Bahkan Anda tergoda untuk ke dokter dan langsung meminta resep antibiotik tiap kali anak jatuh sakit. Hati-hati Bun, efek samping dan resistensi bakteri bisa menjadikan antibiotik pisau bermata dua. Pahami fakta tentang antibiotik agar Anda tidak keliru menggunakan obat ini.

Efek antibiotik pada janin

Obat antibiotik secara alami berasal dari bakteri atau disintesa di laboratorium dan digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.

Seperti obat lain yang diminum selama hamil, antibiotik bisa mengenai janin dengan melewati plasenta dan bisa berdampak pada janin dalam beberapa cara. Bila Anda hamil dan memiliki kondisi yang biasanya diatasi dengan antibiotik, penting untuk mengetahui risiko dan manfaatnya dengan dokter.

  1. Gray baby syndrome

    Chloramphenicol merupakan spektrum antibiotik yang digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi bakteri, termasuk infeksi mata dan meningitis. Ketika diminum selama hamil, chloramphenicol masuk ke plasenta dan tingkat obat janin mencapai sama tingginya dengan ibu. Ini meningkatkan risiko kondisi fatal yang dikenal dengan gray baby syndrome, yang ditandai dengan warna tubuh jadi abu, masalah kardiovaskuler, tekanan darah rendah, suhu tubuh rendah, dan muntah.

    Gray baby syndrome terjadi karena janin kekurangan enzim yang memecah chloramphenicol, dan lebih umum terjadi pada wanita yang minum chloramphenicol pada trimester terakhir kehamilan. Sebuah penelitian menyatakan penanganan dengan chloramphenicol di awal kehamilan memiliki sedikit atau tanpa risiko pada janin.

  2. Anemia

    Penggunaan antibiotik seperti chloramphenicol, sulfasalizine, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan nitrofurantoin oleh ibu hamil yang kekurangan enzim tertentu bisa memicu reaksi tidak diharapkan baik pada ibu maupun janin dengan menyebabkan anemia dan gangguan sel darah merah.

  3. Masalah perkembangan tulang

    Tetracycline merupakan antibiotik yang umum diresepkan untuk mengatasi banyak infeksi termasuk pneumonia dan infeksi saluran nafas, serta infeksi kulit dan infeksi saluran kemih. Tetracycline yang diminium selama hamil bisa mengarah ke plasenta dan janin serta menyebabkan pertumbuhan tulang melambat, warna kuning permanen pada gigi, dan meningkatkan risiko gigi berlubang.

  4. Ketulian 

    Kelompok obat antibiotik aminoglycoside, termasuk kanamycin dan streptomycin, bertindak sebagai penghalang protein sintesis di sel bakteri dan digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri serius. Pengunaan kanamycin dan streptomycin selama hamil membuat janin berisiko mengalami masalah pendengaran dan ketulian. Tapi manfaat antibiotik ini melebihi risikonya pada kondisi yang mengancam keselamatan.

  5. Penyakit kuning dan kerusakan otak

    Penggunaan trimethoprim-sulfamethoxazole dan sulfasalizine di tahap kehamilan lanjutan bisa menyebabkan penyakit kuning dan kerusakan otak pada bayi baru lahir.

Kapan bayi butuh antibiotik?

Antibiotik adalah obat yang membunuh bakteri atau mencegah bakteri berkembang-biak. Antibiotik hanya bekerja melawan bakteri, bukan virus yang menyebabkan sakit tenggorokan, infeksi sinus, dan bronkitis.

Kadang dokter bisa memberi tahu kalau anak Anda mengalami infeksi bakteri hanya dengan memeriksa fisiknya, tapi di lain waktu diagnosa membutuhkan analisa kultur. Tidak bisa dipastikan apakah anak mengalami infeksi bakteri atau infeksi virus meski ia mengalami demam, lendir berwarna, atau sakit selama lebih dari satu minggu.

Gejala ini tidak cukup untuk menjadi alasan pemberian antibiotik. Antibiotik bekerja dengan cepat pada infeksi bakteri, gejala biasanya membaik dalam 24 hingga 48 jam setelah mulai minum obat. Sering kali anak benar-benar membaik segera setelah mulai minum antibiotik. Untuk membasmi infeksi bakteri hingga punah, anak harus tuntas minum seluruh obat yang diresepkan, berhenti sebelum obat habis bisa membuatnya jatuh sakit lagi.

Ketika bayi sakit, dokter biasanya memberi antibiotik untuk membuatnya merasa lebih baik. Resep obat ini memang sangat efektif untuk membunuh bakteri. Tapi bergantung pada gejala dan penyakit bayi, bisa jadi antibiotik bukan pilihan yang tepat. Obat antibiotik hanya efektif melawan bakteri, yang berarti antibiotik tidak bisa melawan penyakit virus seperti flu dan demam. Bayi hanya membutuhkan antibiotik jika menderita beberapa penyakit berikut:

  1. Pneumonia

    Sulit untuk menentukan apakah penyebab infeksi paru-paru ini adalah virus atau bakteri. Gejala pneumonia biasanya berawal dari demam, batuk, nafas pendek, dan atau muntah. Karena bayi memiliki resiko lebih tinggi mengalami komplikasi dari pneumonia, termasuk kematian, dokter anak sering meresepkan antibiotik seperti amoxicillin, ampicillin, dan penicillin, meski tidak positif infeksi bakteri.

  2. Demam tinggi

    Demam mengindikasikan sistem kekebalan tubuh yang sedang melawan bakteri. Seharusnya ini pertanda bagus, tapi suhu yang naik terlalu tinggi (38 derajat celcius untuk bayi kurang dari 3 bulan, atau 39 derajat celcius untuk usia 3 hingga 12 bulan) bisa menandakan infeksi bakteri yang serius. Bila ini terjadi, bisa diberikan antibiotik seperti ampicillin atau cefotaxime atau keduanya.

  3. Pertussis (batuk rejan)

    Antibiotik paling efektif bila diberikan pada minggu pertama atau kedua sejak munculnya penyakit pernafasan ini, yakni ketika gejala awalnya berupa batuk ringan atau demam, sebelum dimulainya batuk rejan. Azithromycin biasanya jadi pilihan pertama dalam mengatasi pertussis, pilihan lain bisa clarithromycin dan erythromycin.

  4. Infeksi saluran kemih

    Infeksi ini terjadi ketika bakteri masuk ke kandung kemih atau ginjal. Demam biasanya menjadi tanda satu-satunya dari infeksi saluran kemih pada bayi, tapi gejala lain bisa berupa rewel, muntah, atau diare. Kultur urin akan mengkonfirmasi diagnosa dan mengidentifikasi bakteri mana yang menyebabkan infeksi. Ini membantu dokter memilih antibiotik terbaik untuk membasmi bakteri yang spesifik.

  5. Infeksi telinga

    Bila anak mengalami infeksi telinga, dokter bisa menunggu 7 hinga 14 hari untuk melihat apakah penyakit hilang tanpa pemberian obat. Tapi penanganan yang dilakukan bisa berbeda pada bayi. Bayi tidak bisa memberi tahu seberapa sakit yang ia rasakan, atau bila sakitnya bertambah parah, ini menjadi alasan dokter meresepkan obat seperti amoxicillin. Tanda bayi mengalami infeksi telinga bisa berupa menarik-narik telinga, rewel berlebihan atau menangis, sulit tidur, dan demam tinggi.

Efek samping antibiotik pada bayi

Seperti semua obat, antibiotik bisa menyebabkan efek samping atau masalah kesehatan lain seperti:

  1. Reaksi alergi 

    Hanya sekitar 5 dari 100 anak mengalami alergi terhadap antibiotik. Kebanyakan mengalami kemerahan dan bengkak di kulit. Ruam yang muncul tidak terlalu parah dan lebih disebabkan oleh infeksi virus, bukan karena respon obat. Tapi beri tahu dokter ya Bun bila bayi mengalami ruam saat minum antibiotik. Mengatasi ruam dengan obat alergi biasanya tidak perlu dilakukan.

    Sekitar 1 dari 10 anak mengalami efek samping dari minum antibiotik. Yang paling umum adalah diare, mual, dan sakit perut. Selain menyerang bakteri jahat, antibiotik juga membunuh bakteri sehat di usus. Ini bisa memicu gangguan perut atau diare.

  2. Resistensi antibiotik

    Ketika semakin banyak antibiotik yang digunakan, obat tertentu menjadi kurang efektif untuk membunuh bakteri spesifik. Kondisi ini dikenal dengan resistensi antibiotik, dan yang menjadi alasan mengapa dokter lebih hati-hati dalam meresepkan antibiotik.

Seberapa cepat antibiotik bekerja?

Kebanyakan anak sudah merasa lebih baik dalam 48 hingga 72 jam setelah pengobatan, tapi penting untuk memberi obat sesuai waktu yang diresepkan meski anak terlihat membaik. Menghentikan pemberian obat lebih awal bisa menyebabkan infeksi kembali datang. Bila ini terjadi, dokter perlu meresepkan antibiotik yang lebih kuat karena bakteri telah kebal dari obat pertama dan lebih sulit dibasmi.

Cara menghindari penggunaan antibiotik yang berlebihan pada bayi

Mengontrol penggunaan antibiotik bukan hanya tugas dokter, tapi tugas orangtua juga ya Bun.  Berikut cara Anda bisa menghindari resistensi antibiotik pada anak:

  • Pahami kalau antibiotik bukan selalu obat untuk penyakit yang diderita anak.  Seberapa pun Anda ingin si kecil bebas  dari rasa sakit, tolak keinginan untuk meminta dokter meresepkan antibiotik setiap kali anak mengalami sakit tenggorokan atau batuk.

  • Menunggu. Bila anak terkena virus, sering kali menunggu jadi obat terbaik. Tanyakan ke dokter apakah pereda rasa sakit bisa membantu meredakan gejala yang muncul.

  • Bicara. Bila dokter menyarankan antibiotik, tanyakan apakah benar-benar perlu. Pastikan anak memiliki penyakit akibat bakteri yang bisa diatasi bila antibiotik diberikan.

  • Ikuti instruksi. Bila si kecil butuh antibiotik, ikuti arahan yang diberikan agar obat bisa membunuh infeksi secepat mungkin. Dan selalu habiskan obat meski anak terlihat sudah membaik di pertengahan pemberian obat. Bila berhenti, bakteri jahat masih tetap hidup, membuat anak kembali sakit, dan membutuhkan antibiotik yang lebih kuat.

  • Selalu gunakan resep baru tiap kali anak sakit. Bila ada antibiotik lama dari penyakit sebelumnya, jangan berikan pada anak. Hanya berikan satu antibiotik yang dokter resepkan untuknya.

  • Beri anak imunisasi. Beberapa infeksi bakteri yang sangat menular dan berbahaya bisa dicegah dengan vaksin, termasuk pertussis dan penyakit pneumonia. Anda juga perlu divaksin. Bila hamil, pastikan Anda menerima vaksin untuk memberi perlindungan pada janin. Bila orangtua divaksin, penelitian menunjukkan bayi kurang beresiko mengalami infeksi batuk rejan.

Obat antibiotik dan menyusui

Ibu menyusui kemungkinan membutuhkan antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri. Satu alasan utama kenapa ibu menyusui membutuhkan antibiotik adalah karena mengalami mastitis. Ketika ibu menyusui harus minum obat antibiotik, ia mungkin merasa cemas tentang bagaimana dampaknya pada dirinya, ASI, atau bayi.

Untungnya penggunaan antibiotik umumnya aman untuk ibu menyusui dan mereka tidak perlu berhenti menyusui. Sebenarnya antibiotik kurang sering diresepkan karena dampaknya pada flora usus dan dapat meningkatkan resistensi antibiotik. Tapi ada saat di mana penggunaan antibiotik jadi hal yang penting dan bahkan bisa menyelamatkan nyawa.

Bunda, berikut ini beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang penggunaan obat antibiotik pada ibu menyusui:

  1. Feses bayi berubah

    Bila Anda perlu minum antibiotik ketika menyusui, buang air besar bayi akan menjadi lebih encer dibanding biasanya serta berwarna hijau. Kondisi ini tidak membutuhkan penanganan dan akan segera hilang setelah Anda selesai minum antibiotik.

  2. Temperamen bayi berubah

    Bila ibu minum antibiotik di saat menyusui, bayi akan menjadi lebih tidak tenang dengan gejala mirip kolik. Ini tidak membutuhkan penanganan dan akan segera membaik setelah Anda selesai minum antibiotik.

    Feses dan temperamen bayi berubah untuk sementara waktu tapi tidak bersifat serius dan Anda tidak perlu berhenti menyusui, menghentikan antibiotik, atau memompa dan membuang ASI saat minum antibiotik.

    Pada beberapa ibu, penggunaan antibiotik menimbulkan gejala intoleransi laktosa sekunder pada bayi. Ini mungkin karena apapun yang menyebabkan iritasi usus, seperti penggunaan antibiotik,  memiliki potensi menyebabkan intoleransi laktosa sekunder. Setelah antibiotik habis dan  Anda terus menyusui, usus akan kembali ke kondisi normal.

  3. ASI penting untuk usus bayi

    Meski antibiotik yang Anda minum berdampak pada flora usus bayi, penting untuk diingat kalau ASI bisa membantu penyembuhan usus bayi dan membangun kembali keseimbangan flora usus yang sehat.

    Misalnya, oligosaccharides (ada lebih dari 200 jenis di ASI) merupakan kandungan urutan ketiga paling banyak di ASI. Oligosaccharides merupakan  prebiotik. Prebiotik adalah makanan untuk bakteri baik di usus. ASI juga mengandung brobiotik termasuk lactobacilli dan bifidobacteria yang mendukung flora usus yang sehat pada bayi Anda.

    Juga penting untuk diingat, meski penggunaan obat antibiotik bisa mengubah bakteri di usus bayi, pemberian susu formula juga menyebabkan hal serupa. Sebenarnya, flora usus bayi kemungkinan lebih dipengaruhi oleh jumlah kecil antibiotik yang melewati ASI dibanding perubahan yang terjadi ketika susu formula diberikan.

  4. Probiotik memberi manfaat

    Antibiotik untuk kebanyakan orang sehat biasanya ditoleransi dengan baik dan flora usus biasanya pulih dengan cepat.  Satu efek samping umum penggunaan antibiotik adalah diare. Ini sebagian besar karena antibiotik membunuh tidak hanya bakteri jahat yang tidak diinginkan tapi juga bakteri baik.

    Teori di balik penggunaan probiotik adalah untuk meningkatkan atau menyeimbangkan flora usus setelah terganggu, misalnya setelah penggunaan antibiotik. Masih lebih banyak penelitian dibutuhkan tapi sejauh ini penggunaan probiotik memiliki keamanan yang baik dalam jumlah tidak berlebihan.

    Penelitian menyatakan probiotik bisa membantu dengan menurunkan risiko diare terkait penggunaan antibiotik. Lebih banyak penelitian akan membantu kita menentukan dosis optimal, dan kapan serta berapa lama probiotik perlu digunakan.

    Poin ini merujuk pada potensi penggunaan probiotik pada ibu yang minum antibiotik, bukan tentang memberikannya langsung pada bayi. Bicara pada dokter bila Anda merasa perlu minum probiotik.

  5. Ada kemungkinan muncul thrush

    Dosis besar antibiotik bisa mendorong pertumbuhan thrush berlebihan pada ibu dengan membunuh flora usus, dan membuat organisme ini tidak terkontrol. Thrush bisa menyebabkan gejala pada vagina, mulut, atau puting.

Konsultasikan ke dokter atau bidan untuk mendapat saran penggunaan antibiotik atau probiotik ketika menyusui. Minum obat ketika menyusui kadang membuat khawatir ya Bun, tapi kadang ini dibutuhkan. Biasanya dokter meresepkan obat antibiotik karena dokter merasa manfaatnya melebihi risikonya seperti perubahan sementara di feses dan temperamen bayi.

Bunda, air putih bisa membantu organ penting tubuh berfungsi optimal. Antibiotik dan kandungan racun lain akan keluar dari tubuh lebih cepat bila liver dan ginjal terhidrasi dengan baik. Air putih juga membantu meningkatkan volume darah, dan akan membantu proses detoksifikasi.

Begitu juga dengan olahraga, yang dapat meningkatkan suhu tubuh dan meningkatkan detak jantung serta pernafasan. Ini akan membantu tubuh mengeluarkan racun seperti antibiotik. Latihan fisik yang menstimulasi otot di sekitar organ vital akan mendorong sirkulasi darah. Darah membawa oksigen dan nutrisi ke sel dan menghalau racun.

(Ismawati)