Asap Rokok Bisa Bikin Anak Gampang Kena Pneumonia
Saat berbicara tentang pneumonia, banyak orang tua langsung terpikir penyebabnya karena cuaca yang berubah-ubah, infeksi virus, atau bakteri yang mudah menular. Tapi dalam Media Session World Pneumonia Day 2025 bertema “Unlocking Every Breath: Together Against Pneumonia” yang digelar di Jakarta Pusat pada Senin 10 November 2025, para dokter justru mengingatkan bahwa salah satu pemicu pneumonia sering datang dari rumah sendiri, yaitu paparan asap rokok.
Rokok bukan hanya memicu batuk atau pilek. Pengaruhnya bisa jauh lebih besar, terutama untuk anak yang paru-parunya masih berkembang dan sistem imunnya belum matang. dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A menjelaskan bahwa asap rokok merusak lapisan pelindung di saluran napas, lapisan yang seharusnya menjadi perisai pertama tubuh anak. “Asap rokok itu melukai lapisan pelindung saluran napas hingga menjadi bolong-bolong. Begitu pertahanannya melemah, virus atau bakteri lebih mudah masuk,” ujarnya.
Penelitian WHO, CDC, dan American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa anak yang tinggal bersama perokok memiliki risiko hingga empat kali lebih tinggi dirawat karena infeksi pernapasan, dan tiga kali lebih sering dibawa ke IGD karena sesak atau pneumonia. Infeksinya pun tidak berhenti di batuk pilek. Paparan asap rokok secara terus-menerus dapat memicu otitis media, sinusitis berulang, bronkiolitis, hingga pneumonia berat akibat bakteri pneumokokus.
Tiga Jenis Paparan Rokok yang Berbahaya Bagi Anak

Rokok tidak hanya berbahaya ketika asapnya terhirup langsung. Ada tiga bentuk paparan yang sama-sama mengancam kesehatan anak, dan dua di antaranya sering dianggap “tidak apa-apa”, padahal risikonya sama besar.
1. First-hand smoke: asap yang dihirup perokok
Ini adalah asap yang masuk langsung ke tubuh perokok. Mengandung ribuan bahan kimia berbahaya, termasuk karbon monoksida, tar, arsenik, dan formaldehida. Masalahnya, zat-zat tersebut tidak berhenti di tubuh si perokok saja. Ketika ia pulang, menggendong anak, atau duduk di sofa rumah, partikelnya terbawa dan menempel di mana-mana.
2. Second-hand smoke: asap yang terhirup orang di sekitar
Second-hand smoke berasal dari hembusan napas perokok atau asap yang keluar dari ujung rokok. Anak yang berada di ruangan yang sama bisa terpapar meskipun hanya beberapa menit.
Menurut CDC, tidak ada batas aman untuk paparan second-hand smoke. Ruangan berventilasi baik sekalipun tidak mampu menghilangkan partikel berbahaya tersebut.
3. Third-hand smoke: residu rokok yang menempel di permukaan
Inilah yang paling sering luput. Third-hand smoke adalah residu rokok yang menempel di rambut, pakaian, sofa, kasur, karpet, helm motor, atau bahkan kulit. Residu ini tidak terlihat, tidak berbau, tapi sangat berbahaya. Penelitian Harvard menunjukkan bahwa residu rokok bisa bertahan lebih dari 72 jam di permukaan benda.

Dr. Kanya memberi contoh yang sangat relate dengan kehidupan sehari-hari. Ada orang tua yang merasa aman karena merokok di depan rumah tetangga atau di luar lingkungan tempat anak bermain. Namun begitu pulang, langsung menggendong anak tanpa mandi atau ganti baju. “Bahkan kalau sudah mandi, keramas, dan ganti baju, masih ada sisa partikel yang bertahan dua sampai tiga jam di badan,” jelasnya. Dalam waktu itu pun, anak tetap bisa terpapar.
Untuk anak yang punya alergi atau asma, residu ini bisa memicu kekambuhan. Lapisan saluran napas mereka menjadi semakin rapuh dan mudah menampung virus maupun bakteri yang akhirnya menyebabkan pneumonia.
Kenapa Paparan Rokok Mudah Menyebabkan Pneumonia pada Anak?
Menurut dr. Wahyuni Indrawati, Sp.A(K), saluran napas anak lebih rentan mengalami kerusakan dibanding orang dewasa. “Kalau permukaan pelindung saluran napas sudah rusak, bakteri seperti pneumokokus bisa masuk dengan sangat mudah. Pada kasus berat, pneumonia bisa menyebabkan jaringan parut yang permanen di paru-paru,” jelasnya.
Kalau kita tanya para dokter, kenapa sih anak lebih gampang sakit ketika terpapar asap rokok? Ternyata jawabannya bukan satu, tapi gabungan dari beberapa hal yang saling memengaruhi dan semuanya masuk akal banget kalau kita lihat dari cara tubuh anak bekerja.

Pertama, ukuran saluran napas anak itu masih kecil. Jadi ketika ada sedikit saja iritasi atau peradangan, ruang udaranya langsung menyempit. Anak jadi lebih cepat sesak, napasnya lebih berat, dan kadang terlihat kayak “ngoyo”.
Lalu, sistem imun mereka juga belum matang. Bayangin saja, tentara tubuhnya masih belajar mengenali musuh, baik itu virus, bakteri, atau alergen. Begitu ada partikel berbahaya dari asap rokok masuk, tubuh mereka butuh waktu untuk bereaksi, dan waktu itulah yang sering bikin anak jatuh sakit lebih cepat.
Yang bikin makin tricky, ada third-hand smoke yang tidak terlihat. Orang tua biasanya merasa aman karena tidak merokok di dekat anak, padahal residu rokok yang menempel di baju atau rambut bisa ikut terbawa saat mereka menggendong si kecil. Di sinilah anak sering terpapar third-hand smoke tanpa kita sadari.
Dan satu hal lagi yang kadang kita lupa Adalah frekuensi napas anak jauh lebih cepat dibanding orang dewasa. Mereka menghirup udara lebih sering, otomatis partikel berbahaya yang masuk juga lebih banyak.
Ketika empat hal ini ketemu, risiko pneumonia jadi meningkat. Anak bisa tampak baik-baik saja hari ini, lalu besok mendadak demam dan sesak. Itulah kenapa dokter selalu menekankan pentingnya lingkungan rumah yang bersih, terutama dari paparan rokok.
Setelah Merokok, Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua?

Banyak orang tua sebenarnya sudah berusaha menjauhkan rokok dari anak. Ada yang merokok di luar rumah, ada yang merokok dekat jendela, atau memastikan tidak ada anak di ruangan itu. Namun, menurut para dokter, langkah tersebut sering kali belum cukup. Beberapa cara yang lebih aman dilakukan:
A. Merokok jauh dari rumah dan jauh dari area bermain anak. Teras kecil atau garasi tertutup tetap berisiko.
B. Segera mandi dan ganti baju setelah merokok. Meski tidak menghilangkan seluruh partikel, cara ini menurunkan jumlah residu yang terbawa.
C. Berikan jeda waktu sebelum kontak dekat dengan anak. Ingat bahwa sisa partikel bisa bertahan 2–3 jam.
D. Jaga kualitas udara rumah. Ventilasi yang baik, pembersih udara bila memungkinkan, dan kebiasaan membuka jendela pagi hari membantu sirkulasi.
E. Edukasi anggota keluarga lain. Terkadang kakek, nenek, atau tamu yang merokok juga bisa membawa risiko.
Langkah-langkah ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, tapi merupakan cara untuk menjaga paru-paru kecil yang masih belajar bekerja setiap hari.
Beberapa orang mungkin merasa langkah-langkah di atas cukup merepotkan. Namun ketika kita membayangkan paru-paru anak yang masih berkembang, sering kali perasaan sayang membuat usaha itu terasa lebih ringan. Bahkan mengurangi satu batang rokok per hari saja sudah membuat kualitas udara rumah jauh lebih baik.
Di akhir sesi, dr. Kanya memberikan pesan yang sederhana namun mengena, “Jadi please stop merokok bila Anda sayang diri dan anak-anak khususnya.” Bukan perintah, bukan larangan, hanya ajakan penuh kasih dari seorang dokter yang sering melihat dampak rokok pada pasien-pasien kecilnya.

Pesan itu sejalan dengan penutupan dari dr. Wahyuni, yang mengingatkan bahwa pneumonia adalah penyakit yang bisa dicegah. Lingkungan rumah yang bersih dari paparan rokok, ditambah imunisasi lengkap seperti PCV, Hib, DPT, dan influenza, menjadi perlindungan terbaik bagi anak untuk tumbuh dengan paru-paru yang kuat.