Kesehatan

Menjawab Polemik Vaksin Astrazeneca Haram

Menjawab Polemik Vaksin Astrazeneca Haram

Ibu ingin vaksin namun tertahan karena mendengar polemik perihal vaksin Astrazeneca haram menurut MUI? Apakah vaksin astrazeneca haram atau halal?

Anggota komisi Fatwa Majelis Utama Indonesia (MUI) Aminudin Yaqub mengatakan bahwa pihaknya berpendapat bahwa produk vaksin Astrazeneca haram menurut MUI berdasarkan hasil kajian. Dalam proses pembuatannya menggunakan tripsin yang berasal dari enzim babi.

Dengan adanya fatwa tersebut, pemerintah Indonesia diminta kembali untuk mengedukasi publik tentang pentingnya imunisasi virus corona. Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan menyatakan vaksin ini sudah melalui transformasi yang menyeluruh, berulang kali dimurnikan pada setiap titik proses pembuatannya sehingga masyarakat jangan ragu untuk menerima vaksin ini.

Astrazeneca sendiri menyatakan dalam produksi vaksinnya sama sekali tidak ada produk turunan atau kontak dengan babi dan binatang lain. Vaksin Covid-19 Astrazeneca adalah vaksin vektor untuk virus yang tidak mengandung produk dari binatang, seperti yang dipastikan oleh regulator obat-obatan Inggris, British Medicines and Health Products Authority.

Jadi, apakah vaksin astrazeneca haram atau halal?

Proses audit vaksin Astrazeneca oleh MUI

menjawab-polemik-vaksin-astrazeneca-haram-1

Dengan adanya fatwa vaksin Astrazeneca haram menurut MUI, lantas bagaimana proses auditnya?

MUI mengatakan pihaknya menerima laporan bahwa vaksin Astrazeneca mengandung tripsin babi berdasarkan hasil audit Lembaga Pengkajian Pengawasan Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI pada pertengahan Maret lalu. Setelah mendapatkan laporan, MUI juga meneliti dokumen pembuatan vaksin Astrazeneca.

Di laporan itu tertera bahwa bahan aktif vaksin adalah rekombinan adenovirus. Kemudian saat pembuatannya, sel inang yang digunakan berasal dari diploid manusia dalam penyiapan inang virus. Sel tersebut ditumbuhkan pada media Fetal Bovine Serum yang disuplementasi dengan asam amino, antibiotik, sumber karbon, serta bahan tambahan lainnya.

Saat tahap penyiapan inang virus, terdapat penggunaan bahan dari babi berupa tripsin yang berasal dari pankreas babi. Bahan ini digunakan untuk memisahkan sel inang dari micro carriernya. 

Laporan ini dibantah oleh pihak Astrazeneca yang menyanggah bahwa vaksin Astrazeneca haram. Namun, MUI tetap berpegang pada laporan LPPOM bahkan BPOM pun menguatkan pernyataan mengenai kandungan tripsin babi yang mengakibatkan vaksin Astrazeneca haram.

Persetujuan MUI mengenai penggunaan vaksin Astrazeneca

menjawab-polemik-vaksin-astrazeneca-haram-2

Dengan segala polemik yang ada, akhirnya MUI tetap memperbolehkan penggunaan vaksin Astrazeneca karena kondisi yang mendesak dan darurat. Ini berdasarkan keterangan dari epidemiolog tentang adanya bahaya dan risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi Covid 19. Pemerintah pun tidak dapat bebas memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan produksi vaksin baik di Indonesia maupun global.

Atas pertinmbangan ini, pihak MUI pun meminta masyarakat agar tidak ragu dalam mendapatkan vaksin Astrazeneca. Dengan berpartisipasi mendapatkan vaksin, artinya kita juga ikut menjaga nyawa orang banyak.

Pendapat Kementerian Kesehatan

Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Sitti Nadia Tarmizi meminta masyarakat agar jangan ragu untuk menerima vaksin Astrazeneca yang sudah mendapat persetujuan lebih dari 70 negara di dunia, termasuk Arab Saudi. Banyak Dewan Islam di Seluruh Dunia pun juga menyetujui penggunaan vaksin Astrazeneca.

Selain itu, vaksin ini sudah mengalami transformasi menyeluruh dan berulang kali dimurnikan pada tiap titik proses pembuatannya sehingga proses akhirnya pun bersih dan baik digunakan umat muslim Indonesia. 

Tanggapan masyarakat

menjawab-polemik-vaksin-astrazeneca-haram-3

Seperti yang dilansir dari BBC Indonesia, seorang responden dari Aceh berpendapat bahwa fatwa vaksin Astrazeneca haram oleh MUI tidak membuatnya menolak divaksin virus Corona.

Di sisi lain, ada warga sekitar tempat tinggalnya yang setengah percaya pada Covid 19 dan menganggap itu hanyalah kepentingan bisnis industri farmasi semata.

Sementara, ada warga lain di Depok yang fatwa vaksin Astrazeneca haram sangat mempengaruhinya sebagai orang Muslim. Ia memprioritaskan penggunaan vaksin SInovac terlebih dahulu. Jika sampai tidak ada vaksin lain yang memenuhi kaidah halal, baru ia akan menerima penggunaan vaksin AstraZeneca dengan menimbang dari segi kedaruratan.

Syarat Penerima Vaksin Astrazeneca

menjawab-polemik-vaksin-astrazeneca-haram-4

Kelancaran proses vaksinasi merupakan syarat tercapainya herd immunity. Oleh karena itu, bagi warga yang belum divaksin diharapkan untuk segera vaksin di lokasi terdekat. Berikit beberapa syarat penerima vaksin Astrazeneca: 

  1. Calon penerima vaksin berusia minimal 18 tahun;
  2. Bagi penerima vaksin dari kelompok lanjut usia atau lansia, harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu untuk divaksin;
  3. Khusus bagi calon penerima vaksin yang sebelumnya pernah terinfeksi COVID-19, statusnya harus sudah sembuh lebih dari 3 bulan;
  4. Calon penerima vaksin tidak sedang hamil;
  5. Tekanan darah harus di bawah 180/110 mmHg, jika lebih maka vaksinasi ditunda;
  6. Ibu menyusui bisa memperoleh vaksinasi;
  7. Vaksin akan ditunda dan tidak bisa diberikan pada pengidap penyakit kronis, seperti asma, penyakit jantung, gangguan ginjal, PPOK, penyakit hati yang dalam kondisi akut dan belum terkendali. Vaksin dapat dilanjutkan jika kondisi sudah terkendali dan dinyatakan layak oleh dokter yang menangani;
  8. Pengidap TBC yang sudah menjalani pengobatan lebih dari dua minggu bisa divaksin;
  9. Vaksinasi pertama harus dilakukan di rumah sakit, bagi orang yang memiliki riwayat alergi berat, seperti sesak napas, kemerahan, bengkak, serta reaksi berat lainnya. Jika reaksi alergi terjadi setelah vaksinasi pertama, maka vaksinasi kedua tidak bisa dilanjutkan;
  10. Pasien yang menjalani terapi kanker harus menyertakan surat keterangan layak divaksin dari dokter yang merawat, agar bisa divaksin;
  11. Vaksinasi bagi pengidap penyakit autoimun sistemik harus ditunda dan harus dikonsultasikan lebih dahulu dengan dokter yang merawat;
  12. Vaksinasi dilakukan dalam keadaan terkontrol bagi pengidap penyakit epilepsi;
  13. Vaksinasi bisa dilakukan bagi pengidap HIV/AIDS yang mengonsumsi obat secara teratur; dan
  14. Penerima vaksin lainnya selain vaksin COVID-19 harus menunggu sampai satu bulan sebelum menerima vaksin COVID-19. 

Dengan adanya artikel ini, diharapkan memberikan jawaban dari pertanyaan Vaksin Astrazeneca haram atau halal. 

Editor: Dwi Ratih