Pneumonia, Silent Killer Anak yang Sering Disangka Batuk Pilek Biasa
Sebagai orang tua, kita pasti pernah menemani anak melewati masa batuk pilek. Biasanya, yang terlintas di kepala hanyalah “mungkin kecapekan” atau “masuk angin”. Padahal, di balik gejala ringan itu, bisa saja tersimpan ancaman yang lebih serius, yaitu pneumonia, infeksi paru yang menjadi penyebab kematian terbanyak pada bayi dan balita di Indonesia.
Kadang kita tenang karena merasa itu hanya flu biasa. Tapi ternyata, angka di balik penyakit ini tidak sesederhana itu. Data dari World Health Organization (WHO) dan UNICEF menunjukkan, setiap 43 detik satu anak meninggal karena pneumonia di seluruh dunia. Penyakit ini menyumbang 14 persen dari seluruh kematian balita, dengan angka mencapai lebih dari 740.000 anak setiap tahunnya.
Di Indonesia, situasinya juga mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan tahun 2025, terdapat 857.483 kasus pneumonia pada anak selama 2024, naik hampir dua kali lipat dari 429.000 kasus di tahun 2020. Artinya, setiap tahun masih ada ratusan ribu anak yang terancam kehilangan napasnya hanya karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.
Melihat peningkatan kasus yang begitu besar, para tenaga kesehatan kini semakin gencar mengingatkan pentingnya pencegahan. Salah satunya melalui kegiatan Media Session World Pneumonia Day 2025 bertema “Unlocking Every Breath: Together Against Pneumonia” yang digelar oleh MSD Indonesia di Jakarta Pusat pada Senin (10/11/2025). Acara ini menghadirkan para dokter anak dan pakar kesehatan untuk membahas bagaimana edukasi dan vaksinasi bisa menyelamatkan jutaan anak Indonesia dari ancaman pneumonia.
Apa Itu Pneumonia dan Mengapa Berbahaya?

Pneumonia adalah infeksi pada jaringan paru-paru, tepatnya di bagian kantung udara kecil bernama alveoli. Dalam kondisi normal, alveoli berfungsi menukar oksigen dan karbon dioksida. Namun ketika terinfeksi, alveoli terisi cairan atau nanah sehingga pertukaran oksigen terganggu. Akibatnya, tubuh anak kekurangan oksigen dan napasnya menjadi cepat serta berat.
Penyebab pneumonia bisa berasal dari bakteri, virus, atau jamur. Menurut dr. Wahyuni Indrawati, Sp.A(K), Konsultan Respirologi Anak FKUI–RSCM, “Bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Selain itu, ada juga virus seperti influenza dan coronavirus, bahkan jamur tertentu pada anak dengan daya tahan tubuh lemah.”
Infeksi ini tidak hanya membuat anak kesulitan bernapas, tetapi juga dapat merusak jaringan paru secara permanen bila terlambat diobati. Dalam kasus berat, sebagian alveoli bisa membentuk jaringan parut, sehingga paru-paru kehilangan kemampuannya untuk bekerja optimal.
Dari Hidung ke Paru, Begini Cara Kuman Menyerang Anak
Setelah memahami apa itu pneumonia, pertanyaannya kemudian, bagaimana kuman bisa masuk dan menyerang paru-paru anak? Yang membuat pneumonia berbahaya adalah karena prosesnya sering kali terjadi diam-diam, dimulai dari tempat yang tidak kita sangka: hidung dan tenggorokan anak.
Menurut dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A, bakteri Streptococcus pneumoniae sebenarnya bisa hidup di area tersebut tanpa menimbulkan gejala apa pun. Ia seperti “penumpang gelap” yang ikut bernapas bersama anak, menunggu saat daya tahan tubuh melemah untuk mulai menyerang. Ketika pertahanan tubuh turun, kuman ini bisa berpindah dan menyebabkan infeksi di berbagai organ penting.

1. Menyerang telinga tengah (Otitis Media)
Awalnya, anak mungkin hanya pilek. Namun lendir dan kuman yang menumpuk di saluran hidung bisa naik ke saluran kecil bernama Eustachius yang menghubungkan tenggorokan dengan telinga tengah.
Saat saluran ini tersumbat, tekanan meningkat dan bakteri berkembang biak, menyebabkan nyeri telinga, rewel di malam hari, atau cairan keluar dari telinga. Jika dibiarkan, infeksi ini bisa berulang dan mengganggu pendengaran anak.
2. Menyerang rongga sinus (Sinusitis)
Dari hidung, bakteri bisa bergerak ke rongga sinus, yaitu ruang udara di sekitar hidung. Saat terinfeksi, rongga ini terisi lendir kental, membuat anak sulit bernapas lega, sering bersin, dan mengeluh sakit kepala. Sinusitis bisa menjadi pintu awal infeksi yang lebih dalam menuju paru-paru.
3. Masuk ke paru-paru (Pneumonia)
Dari saluran napas atas, bakteri turun ke saluran napas bawah hingga mencapai alveoli. Di sinilah peradangan besar terjadi. Dinding alveoli menebal dan terisi cairan, membuat anak kesulitan mendapat oksigen. Anak mulai demam tinggi, batuk berat, dan napasnya cepat bahkan tersengal. Ini tahap ketika pneumonia berkembang aktif dan bisa membahayakan nyawa bila tidak segera diobati.
4. Masuk ke aliran darah (Bacteremia)
Bila infeksi tak segera tertangani, bakteri bisa menembus pembuluh darah di paru-paru dan menyebar ke seluruh tubuh. Kondisi ini disebut bacteremia. Anak yang mengalaminya biasanya tampak sangat lemas, pucat, dan demamnya sulit turun. Dalam kasus berat, infeksi ini bisa berubah menjadi sepsis, yaitu peradangan sistemik yang berpotensi fatal.
5. Menyerang selaput otak (Meningitis)
Dari darah, bakteri bisa sampai ke selaput otak (meninges) dan menyebabkan meningitis. Anak dengan meningitis sering mengalami demam tinggi, muntah, leher kaku, atau tampak linglung. “Kalau sudah sampai tahap meningitis, risikonya bisa fatal. Karena itu, pencegahan lewat vaksin jauh lebih aman dibanding menunggu anak jatuh sakit,” tegas dr. Wahyuni.
Serangkaian infeksi di berbagai organ akibat kuman ini disebut Invasive Pneumococcal Disease (IPD). Menurut dr. Wahyuni, IPD adalah bentuk infeksi paling berat dari pneumokokus yang bisa dicegah hanya dengan imunisasi lengkap.
Semua proses itu bermula dari satu hal yang sering kita anggap remeh, yaitu cara penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain.
Bagaimana Pneumonia Menular?

Penularan pneumonia umumnya terjadi melalui droplet atau percikan udara yang keluar saat seseorang batuk, bersin, atau berbicara. Kuman dapat menempel di permukaan benda, lalu berpindah ke anak ketika ia menyentuh benda tersebut dan menyentuh hidung atau mulutnya. “Bakteri ini mudah menular, terutama di rumah atau sekolah yang sirkulasi udaranya kurang baik,” jelas dr. Kanya.
Selain faktor lingkungan, risiko juga meningkat bila anak memiliki daya tahan tubuh rendah, tidak mendapat ASI eksklusif, mengalami gizi buruk, atau sering terpapar asap rokok. Anak yang lahir prematur atau memiliki penyakit bawaan juga lebih rentan terinfeksi karena sistem imunnya belum matang.
Kabar baiknya, pneumonia bukan penyakit yang tak bisa dihindari. Ada banyak kebiasaan sederhana yang bisa dilakukan untuk memutus rantai penularan.
Langkah Pencegahan Pneumonia Pada Anak
Menurut panduan dari Kementerian Kesehatan, WHO, dan CDC, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan di rumah untuk melindungi anak:

1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Kebiasaan ini membantu memutus rantai penyebaran kuman dari tangan ke mulut atau hidung anak.
2. Hindari kontak dengan orang yang sedang sakit
Jika ada anggota keluarga yang batuk atau pilek, sebaiknya jaga jarak dan perbanyak ventilasi udara di rumah.
3. Gunakan masker dan etika batuk yang benar
Tutup mulut dengan siku bagian dalam atau tisu sekali pakai. Hindari menutup dengan tangan agar kuman tidak menempel di benda sekitar.
4. Pastikan anak mendapat nutrisi cukup dan istirahat cukup
Makanan bergizi dan tidur yang cukup memperkuat daya tahan tubuh alami.
5. Jauhkan anak dari asap rokok dan polusi dalam ruangan
Asap rokok dapat merusak lapisan pelindung saluran napas sehingga kuman lebih mudah masuk ke paru-paru.
6. Lengkapi imunisasi sesuai jadwal IDAI
Termasuk vaksin PCV, Hib, DPT, dan Influenza yang efektif mencegah infeksi penyebab pneumonia.
Dari semua langkah pencegahan yang ada, satu hal yang terbukti paling efektif untuk melindungi anak dari pneumonia adalah imunisasi PCV.
Vaksin PCV: Benteng Perlindungan Anak dari Pneumonia

Vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) adalah cara paling efektif untuk melindungi anak dari bakteri Streptococcus pneumoniae. Vaksin ini melindungi dari 13 hingga 15 serotipe paling berbahaya, termasuk dua serotipe baru (22F dan 33F) dalam varian PCV15 yang kini direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Jadwal vaksinasi PCV untuk anak menurut IDAI 2024 adalah:
- Dosis pertama diberikan saat anak berusia 2 bulan
- Dosis kedua pada usia 4 bulan
- Dosis ketiga pada usia 6 bulan
- Dosis booster pada usia 12 hingga 15 bulan
Jika anak belum mendapat vaksin sesuai jadwal, vaksin masih bisa diberikan dengan program catch-up immunization. “Tidak ada yang namanya kelebihan dosis vaksin. Kalau ragu sudah berapa kali, anggap saja belum. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ujar dr. Kanya.
Penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi PCV dapat menurunkan risiko pneumonia hingga 50 persen, dan bila cakupan imunisasi mencapai lebih dari 80 persen, masyarakat bisa mendapatkan perlindungan tidak langsung melalui herd immunity. Pneumonia memang tidak selalu bisa kita prediksi, tapi bisa kita cegah. Dan keputusan sederhana seperti membawa anak vaksin hari ini, bisa menjadi napas kehidupan baginya di masa depan.