Kesehatan

Virus Deltacron, Benarkah Varian Baru COVID-19?

Virus Deltacron, Benarkah Varian Baru COVID-19?

Baru-baru ini dunia dihebohkan oleh temuan virus Deltacron. Disebut-sebut, Deltacron adalah varian baru COVID-19. Virus Deltacron sendiri adalah rekombinan atau gabungan dari varian Delta dengan Omicron. Keduanya merupakan varian COVID-19 yang beredar saat ini.

Sebagai varian baru, belum banyak yang diketahui mengenai virus Deltacron. Pada awal kemunculannya, peneliti bahkan tidak begitu yakin bahwa virus ini merupakan mutasi dari virus COVID-19. Meski begitu, bukan berarti kemungkinan tersebut tidak akan ada.

Mutasi virus adalah hal yang pasti terjadi. Hanya saja, mutasi tidak selalu berarti virus menjadi ganas. Pada dasarnya, virus bermutasi untuk bisa bertahan hidup. Bisa saja, virus melemahkan diri agar bisa mengelabuhi sistem imun tubuh. Dengan begitu, ia pun bisa tetap hidup dalam tubuh.

Hal yang sama terjadi pada virus COVID-19. Lalu pertanyaan besarnya, apakah virus Deltacron merupakan varian baru COVID-19? Benarkah virus ini lebih ganas? Untuk mengetahui jawabannya, mari simak penjelasan berikut ini.

Asal-muasal virus Deltacron 

Laporan dari Bloomberg menyebutkan bahwa virus Deltacron pertama kali ditemukan pada awal Januari 2022. Virus tersebut ditemukan oleh seorang pakar virologi asal Siprus, Leondios Kostrikis. 

Kala itu, Kostrikis dan timnya menemukan 25 kasus Deltacron. Ia menyebutkan bahwa pasien dengan virus Deltacron lebih banyak yang mengalami gejala berat daripada ringan.

Namun temuan Kostrikis langsung ditepis oleh para pakar. Temuan yang dilaporkan dalam jurnal Springer Nature menyebutkan bahwa kemungkinan besar Deltacron hanyalah kesalahan analisis. 

Diperkirakan, Deltacron muncul karena adanya kontaminasi di dalam laboratorium Kostrikis. Namun sekarang, situasi tersebut berubah sejak WHO (World Health Organization) menetapkan bahwa virus Deltacron adalah varian baru COVID-19.

Apa itu sebenarnya virus Deltacron?

Lewat channel YouTube resmi WHO, Maria van Kerkhove, PhD, pimpinan teknis WHO untuk COVID-19, mengumumkan bahwa virus Deltacron adalah rekombinan dari dua varian virus sebelumnya, yaitu Delta dan Omicron.

WHO menambahkan, masyarakat tidak perlu panik dengan adanya varian baru tersebut. Sebab, temuan virus Deltacron masih sangat rendah dan langka. Kemunculan virus hybrid seperti Deltacron sebenarnya sudah diperkirakan. Alasannya tak lain adalah karena saat ini sirkulasi virus Delta dan Omicron sedang tinggi.    

Selain itu, WHO juga telah menetapkan bahwa tingkat kedaruratan varian Deltacron masih rendah. Sedikit informasi, WHO hanya akan memberi nama sesuai abjad Yunani Kuno pada varian virus yang dinilai berbahaya dan sangat menular. Oleh para pakar, biasanya Deltacron disebut dengan nama ilmiahnya, yaitu B.1.640.2.

Lalu, apa itu virus rekombinan?

Dari awal artikel ini, istilah “virus rekombinan” terus disebut. Namun sebenarnya apa itu virus rekombinan? Dilansir dari laman Health, rekombinan adalah virus yang tersusun dari dua atau lebih material virus lain. Hal ini bisa terjadi karena infeksi dengan lebih dari satu jenis strain virus.

Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menyebutkan bahwa strain virus adalah varian virus yang menunjukkan tampilan fisik mirip dengan virus aslinya. Namun pada beberapa kasus, ada juga strain yang tampilan fisiknya benar-benar berbeda.

Nah, virus Deltacron adalah hasil rekombinan yang menghasilkan varian baru. Hanya saja, beberapa ciri dari varian Delta dan Omicron masih bisa dikenali dengan mudah. Banyak yang menyebutkan bahwa Deltacron akan sangat berbahaya karena membawa keganasan varian Delta dan sifat mudah menular varian Omicron. Benarkah demikian?

Bahayakah virus Deltacron?

Masih dari laporan WHO, masih terlalu dini untuk menilai tingkat keganasan virus Deltacron. Terlebih saat ini temuan kasusnya masih rendah. Tingkat penyebarannya pun terbilang lambat. 

Untuk saat ini, virus Deltacron telah ditemukan di beberapa negara Eropa seperti Prancis, Denmark, Jerman, Belgia, dan Belanda. Baru-baru ini, Deltacron juga ditemukan di Amerika Serikat. 

WHO juga menyebutkan bahwa varian tersebut bisa saja muncul di negara lain, terutama negara-negara yang memiliki kasus penyebaran Delta dan Omicron.

Namun sejauh ini penelitian menemukan bahwa varian Deltacron tidak terbukti memiliki tingkat penyebaran tinggi seperti Omicron. 

Studi yang dilakukan oleh Helix, perusahaan genome sequencing yang bermarkas di Amerika Serikat, melaporkan bahwa tingkat penularan Deltacron tergolong rendah dan tidak berada di level yang sama dengan Omicron.

Apa yang harus dilakukan untuk menangkal Deltacron?

Hingga saat ini, metode pencegahan COVID-19 masih sama. Meski virus terus bermutasi dan berubah-ubah tingkat keganasannya, penyebarannya masih bisa ditekan dengan cara yang sama, yaitu dengan protokol kesehatan 5M. Kamu tentu sudah tahu apa saja 5M itu.

Protokol kesehatan 5M terdiri dari mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Jika prokes tersebut tetap dijalankan, maka penyebaran virus pun dapat ditekan. Kemungkinan Deltacron muncul di Indonesia pun akan sangat kecil. Kalau pun muncul, tingkat penularannya akan cenderung rendah.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmidzi melalui CNBC Indonesia menambahkan, penanganan varian Deltacron akan lebih efektif dengan pemberian vaksin. 

Untuk itu, sebaiknya masyarakat segera melengkapi dua dosis vaksinasi. Akan lebih baik lagi jika menambahkan vaksin ketiga atau booster.

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa virus Deltacron adalah gabungan dari varian Delta dan Omicron. Mutasi baru dari COVID-19 ini memang membawa beberapa sifat dari kedua varian virus tersebut. 

Walau begitu, para ahli menghimbau masyarakat untuk tidak panik dan tetap mengikuti protokol kesehatan 5M. Jangan kendor dan tetap waspada ya!

Editor: Dwi Ratih