Kesehatan

Waspada Bahaya Phthalates untuk Bumil dan Anak

Waspada Bahaya Phthalates untuk Bumil dan Anak

Phthalates merupakan bahan kimia sejenis plasticizer yang sudah banyak digunakan sejak tahun 1950-an untuk melenturkan plastik agar tidak retak atau patah saat dibengkokkan. Karena secara kimia tidak terikat pada plastik yang ditambahkan, phthalates secara terus-menerus akan dikeluarkan ke udara, makanan, atau cairan. Sadarkah Anda bagaimana plastik menjadi mengeras setelah beberapa waktu? Ini disebabkan kandungan phthalates yang mulai berkurang.

Phthalates bisa ditemukan pada berbagai jenis produk. Pada produk perawatan diri, phthalates digunakan untuk membantu menjadi pelumas zat lain, menjadikan lotion menyatu dan lembut pada kulit, dan menjaga wangi bertahan lebih lama.

Phthalates juga digunakan pada mainan, benda elektronik seperti komputer, produk perawatan mobil, pembasmi serangga, dan produk rumah tangga termasuk bungkus dan wadah plastik atau tirai mandi.

Berikut ini adalah daftar phthalates yang paling umum yang biasanya tertera pada kemasan produk:

  • DBP (dibutyl phthalateshalate)
  • DNOP (di-n-octyl phthalateshalate)
  • DiNP (diisononyl phthalateshalate)
  • DEP (diethyl phthalateshalate)
  • BBzP (benzyl butyl phthalateshalate)
  • DEHP (di 2-ethylhexl phthalateshalate)
  • DiDP (diisodecyl phthalateshalate)
  • DnHP (di-n-hexyl phthalateshalate)
  • DMP (dimethyl phthalateshalate)
  • DnOP (di-n-octylphthalateshalate)
  • Bisphenol A (BPA)

Orang dewasa maupun anak-anak memiliki kemungkinan untuk menyerap phthalates ke dalam tubuh. Anak-anak memiliki resiko lebih tinggi karena perilaku mereka memasukkan tangan ke mulut atau bermain di lantai. Berikut ini adalah cara bagaimana kita terekspos pada zat ini:

Melalui penyerapan

Phthalates bisa ditemukan di banyak produk kosmetik dan parfum, yang berfungsi menstabilkan wangi dan meningkatkan penyebaran serta penyerapan. Jadi Anda akan mendapati kandungan phthalates pada deodoran, cat kuku, hair spray, parfum, lotion, dan bedak (termasuk pada bedak, lotion, dan krim untuk bayi). Bahan kimia pada produk ini dapat diserap melalui kulit dan aliran darah.

Pada tahun 2002, koalisi kesehatan publik dan kelompok lingkungan menguji 72 nama merk untuk penggunaan phthalates pada kosmetik. Ditemukan sekitar ¾ produk mengandung plasticizer. Saat dilakukan tes untuk mengetahui tingkat phthalates pada manusia, ditemukan tingkat yang paling tinggi pada wanita usia melahirkan, kemungkinan ini dikarenakan penggunaan kosmetik yang mereka lakukan.

Sebuah studi di Februari 2008 yang dikeluarkan pada Journal of Pediatrics, peneliti dari Universitas Washington dan Universitas Rochester mendapati bayi yang ibunya menggunakan produk perawatan bayi seperti lotion, shampo, dan bedak bayi lebih mungkin memiliki kandungan phthalates dalam urin daripada bayi yang ibunya tidak menggunakan produk-produk ini.

Phthalates juga beresiko pada orang dewasa. Phthalates dapat masuk ke plasenta, sehingga diterima bayi saat di dalam kandungan, dan bisa dialirkan ke ASI. Jadi penting sekali untuk mengetahui bagaimana membatasi pemaparan zat ini pada ibu untuk menjaga bayinya. Selalu ingat Bunda, ASI masih tetap makanan terbaik untuk bayi. Phthalates bukan alasan untuk membatasi pemberian ASI, tapi phthalates menjadi alasan bagi ibu untuk selalu waspada.

Hingga kini masih diperdebatkan tentang bahaya phthalates. Bukti yang ada sejauh ini berdasarkan penelitian pada hewan, dan belum ada penelitian pada manusia yang dilakukan. Penelitian pada hewan menyatakan ada kemungkinan phthalates mempengaruhi hasil kelahiran, termasuk usia dan berat badan, kesuburan, dan kenormalan anatomi yang berhubungan dengan alat vital laki-laki.

Saat ini penelitian pada manusia sedang mencari hubungan antara phthalates dan asma. Ada juga penelitian yang mencari adanya pengaruh phthalates pada waktu pubertas atau resiko obesitas pada anak.

Melalui proses pencernaan

Bahan kimia ini masuk ke tubuh anak ketika mereka menghisap atau mengunyah sebuah benda yang mengandung plasticizer seperti teether, atau anak memegang mainan lalu menghisap jari tangannya. Bayi paling rentan terpapar phthalates karena mereka selalu menghisap jari dan secara rutin memasukkan benda ke mulut.

Melarang bayi Anda memasukkan benda ke mulut bukanlah solusi yang baik. Karena dengan cara ini buah hati Anda belajar mengenal dunianya. Sebagai gantinya, orangtua dapat memindahkan objek yang memiliki potensi berbahaya jauh dari jangkauan bayi, dan pastikan mainan dan objek lain yang ditujukan untuk dimasukkan ke mulut benar-benar aman.

Anak-anak yang lebih besar juga mencerna plasticizer saat mereka bermain dengan benda yang mengandung phthalates lalu memasukkan tangan ke mulut. Mainan plastisin polimer adalah salah satunya. Plastisin ini dijual untuk digunakan pada anak dan dibuat dari bahan plastik pembuat pipa PVC. Kita juga mencerna plasticizer melalui makanan yang telah terkontaminasi melalui kemasan makanan atau minuman dari botol plastik yang melepaskan bahan kimia ini ke makanan atau cairan.

Berikut ini beberapa langkah konkret untuk membatasi Anda dan buah hati dari paparan phthalates:

1. Meminimalisir eksposur melalui proses pencernaan

Gunakan gelas dari bahan kaca atau stainless daripada plastik. Jika Anda membeli botol plastik, cari botol yang bebas phthalates. Beberapa produk ini sudah memiliki label sendiri. Periksa bagian bawah botol plastik dan pilih label #1, 2, 4, atau 5, yang dianggap lebih aman.

Plastik berlabel #3 bisa melepaskan phthalates. Nomor 7 bias melepaskan BPA dan #6 bisa melepaskan styrene. Semuanya tidak dianjurkan untuk digunakan. Plastik yang dibuat dari polyethylene terephthalateshalate (PET) atau high-density polyethylene (HDPE) lebih aman daripada yang terbuat dari PVC. Label PET atau HDPE bisa ditemukan di bagian bawah botol.

Jangan gunakan plastik pada makanan saat di microwave, dan jangan letakkan wadah plastik di mesin pencuci piring. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan bahan kimia terlepas dari plastik. Cari alternatif untuk makanan kalengan, misalnya buah segar dan sayur serta makanan pada kemasan kaca. BPA bisa dikeluarkan dari lapisan kaleng. Hindari juga susu formula dengan kemasan kaleng. Jangan berikan anak Anda plastisin polimer untuk bermain. Ada banyak resep untuk membuat adonan plastisin sendiri yang bisa Anda coba.

Jangan gunakan produk PVC dan polyvinyl chloride, terutama bila produk ini akan masuk ke mulut bayi dalam bentuk teether, dot, atau mainan. Sebagai gantinya, pilih benda yang terbuat dari produk alami. Jika Anda membeli plastik, carilah yang terbuat dari polyethylene atau polypropylene daripada vinyl atau PVC. Bila Anda membeli keju atau daging yang terbungkus plastik, iris atau gerus bagian luarnya sebelum disajikan.

2. Meminimalisir eksposur melalui penyerapan

Batasi jumlah produk perawatan bayi yang Anda gunakan pada si kecil, terutama jika ia berusia lebih kecil dari 8 bulan. Bagi orangtua yang ingin membatasi paparan phthalates, gunakan produk ini hanya jika "medically indicated" misalnya pada kasus ruam popok atau eczema.  Bila Anda menggunakan produk perawatan bayi, pilih produk yang bebas phthalates.

Sayangnya tidak selalu mudah untuk mengetahui hal ini dengan membaca dari komposisi bahannya. Pihak pabrik memang tidak diwajibkan untuk mencantumkan phthalates secara terpisah, jadi mungkin saja zat ini dikategorikan bersama istilah wewangian. Mungkin Anda perlu menghubungi pihak pabrik atau mengunjungi website perusahaannya.

Anda perlu selalu memastikan apakah kemasan sebuah produk bebas dari phthalates karena zat ini ditambahkan pada kemasan untuk membuatnya fleksibel dan bahan kimia ini dapat terlepas dari produk kemasan. Berhati-hati ya Bunda, karena ada beberapa produk berlaber bebas phthalates tapi ternyata setelah diuji menunjukkan adanya kandungan phthalates di dalamnya, meski dengan konsentrasi yang lebih rendah dari produk yang tidak diberi label bebas phthalates.

Memang sangat sulit untuk mengetahui apa saja yang ada pada kandungan sebuah produk. Tapi jika Anda ingin mengurangi paparan zat kimia ini, tetap utamakan produk berlabel bebas phthalates.

(Ismawati)