Balita

10 Rekomendasi Mainan Terbaik untuk Anak

10 Rekomendasi Mainan Terbaik untuk Anak

Memilih mainan anak yang tepat merupakan salah satu aspek penting dalam proses tumbuh kembang anak. Percaya atau tidak, mainan anak bisa berperan sebagai alat pengasah bakat anak, baik secara fisik, kognitif, sosial, maupun emosional.

Bagi orang tua maupun pengasuh, mainan anak juga bisa menjadi media untuk berinteraksi dengan anak itu sendiri. Nah, mainan anak yang orang tua atau pengasuh pilih inilah yang bisa membangun karakter anak di masa mendatang.

Orang tua mungkin memiliki preferensi berbeda-beda mengenai mainan anak yang paling cocok untuk anak-anaknya. Pilihan mainan anak pun kian beragam dewasa ini, mulai dari yang harganya murah sampai yang mahal, atau mainan anak yang harus digerakkan dengan baterai maupun cukup menggunakan tangan, sampai mainan klasik seperti boneka-bonekaan atau mobil-mobilan dengan segala jenis.

Jika orang tua memiliki budget cukup untuk membeli mainan mewah, tentu tidak masalah membelikan anak mainan yang diinginkannya. Namun yang perlu digarisbawahi Ibu ialah, harga mainan anak tidak berbanding lurus dengan manfaatnya lho. Artinya, mainan mahal belum tentu merupakan yang paling baik untuk menunjang kemajuan perkembangan anak-anak, begitupun sebaliknya.


Manfaat Mainan Anak

Tidak ada anak-anak yang tidak menyukai mainan. Tidak percaya?

Coba bawa anak ibu ke toko mainan, niscaya matanya akan berbinar-binar atau setidaknya menunjuk satu mainan yang kira-kira ingin dibawanya pulang.

Selain menghadirkan kegembiraan, mainan bagi anak juga bisa menjadi sarana edukasi bagi anak. Ketika orang tua memilih mainan yang tepat bagi anak, maka kemampuan motorik anak bisa semakin terasah, begitu pula untuk aspek kognitif dan sosialnya. Secara garis besar, manfaat mainan anak dapat dibagi menjadi tiga fase sesuai dengan usia anak:


  1. Bayi

    Bayi suka sekali mengeksplorasi dunianya yang baru sehingga suka sekali jika diberi rattle untuk melatih pendengaraannya, blok warna mencolok untuk melatih penglihatannya, maupun kantong berisi pasir untuk melatih indera perabanya. Mainan untuk bayi secara garis besar berfungsi untuk melatih motoriknya.


  2. Balita

    Di usia ini, anak sudah mulai bisa mengkoordinasikan seluruh panca inderanya dan bermain dengan imajinasinya. Memilih mainan yang tepat untuk balita akan membuat mereka makin siap untuk bersosialisasi saat memasuki usia sekolah kelak.


  3. Usia sekolah (lebih dari 6 tahun)

    Ketika anak memasuki usia sekolah atau mendekati, berarti sudah saatnya mereka memilih sendiri mainan yang mereka mau. Tidak usah terjebak dengan titel 'mainan edukatif' karena semua mainan bernilai edukasi jika terus didampingi oleh orang tua atau pengasuh.


10 Rekomendasi Mainan Anak

Pada awal Januari 2019 lalu, Asosiasi Dokter Anak Amerika (AAP) baru saja memperbarui daftar rekomendasi mainan anak. Dalam daftar itu, nyaris tidak ada mainan yang didukung dengan baterai, listrik, atau sumber tenaga lainnya, bahkan AAP tidak merekomendasikan mainan dengan layar, termasuk layar sentuh.

Menurut AAP, mainan terbaik bagi anak bukanlah seperti di iklan komersial, yakni mainan yang memiliki lampu kelap-kelip, musik, maupun layar. Akan tetapi, AAP merekomendasikan para orang tua untuk memberikan mainan yang sederhana seperti blok, boneka, bola, maupun papan permainan.

"Mainan anak banyak berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan iklan yang bertebaran di berbagai platform media mengesankan seolah-olah mainan virtual atau mengadopsi teknologi tinggi merupakan mainan yang bersifat edukasi," kata Dr. Aleeya Healey, MD, periset kepala dari laporan AAP tersebut.

Padahal, lanjut Dr Healey, yang anak butuhkan adalah sebaliknya. Mainan anak yang baik seharusnya mendukung interaksi antara orang tua atau pengasuh dengan anak itu sendiri. Sedangkan interaksi ini dipastikan tidak terjadi jika anak diberikan mainan yang katanya bersifat edukasi itu karena anak justru akan menjadi pasif.

Oleh karena itu, AAP mengeluarkan rekomendasi mainan anak terbaik berdasarkan lima kategori sebagai berikut:

  1. Simbol dan/atau permainan peran, yaitu mainan sejenis boneka-bonekaan, action figures, mobil-mobilan, masak-masakan, dokter-dokteran, dan sebagainya.

  2. Motorik halus, adaptif, dan manipulatif, yaitu mainan sejenis permainan kotak (blocks), berbagai bentuk (shapes), puzzle, kereta-keretaan, dan sebagainya.

  3. Seni, yaitu mainan sejenis tanah liat dan mewarnai.

  4. Bahasa dan/atau konsep, yaitu mainan sejenis permainan kartu, huruf, dan permainan yang menggunakan papan.

  5. Motorik kasar dan/atau bersifat fisik, yaitu mainan sejenis mobil-mobilan raksasa, sepeda roda tiga, serta alat-alat olahraga, dan sebagainya.

Mainan yang berkualitas dari masing-masing kategori tersebut seharusnya memberi kesempatan pada orang tua maupun pengasuh untuk terlibat dalam interaksi yang lebih banyak dengan anak. Misalnya, ibu bisa menemani anak bermain blok dengan mengajarkan anak membangun rumah atau landmark seperti Monas sesuai dengan imajinasi anak.

Sayangnya, dewasa ini justru banyak orang tua maupun pengasuh yang percaya bahwa mainan mahal yang mengandung lampu kelap-kelip maupun suara yang katanya mampu menstimulasi perkembangan anak merupakan solusi atas tumbuh kembang anak. Padahal, AAP justru menilai kedua elemen itu bisa mengalihkan perhatian anak dari orang tua sehingga mereka lebih tidak peka terhadap keadaan sekitar.

Belakangan, lima bentuk permainan tradisional di atas sudah diadaptasi dalam bentuk digital sehingga bisa dimainkan lewat gawai seperti telepon genggam, tablet, maupun laptop. Salah satunya ialah banyaknya pilihan aplikasi mewarnai untuk anak. Namun, AAP menilai hal ini tetap tidak bisa menggantikan stimulasi sensori anak jika dibandingkan dengan anak memegang langsung pensil mewarnai dan buku gambar.

Oleh karena itu, orang tua bisa mempertimbangkan 10 mainan untuk anak berikut ini:


  1. Kartu edukasi

    Kartu edukasi bisa dipakai untuk memperkenalkan kosakata baru kepada anak. Kartu ini banyak macamnya, mulai dari memperkenalkan warna, huruf, maupun benda-benda yang ada di sekeliling. Selain itu, mainan anak jenis ini juga bisa melatih daya ingat anak.


  2. Balok bangun

    Mainan ini dikategorikan dalam jenis open ended karena tidak diperlukan aturan khusus dalam memainkannya. Biarkan saja anak berkreasi dalam menyusun bentuk dan benda yang ada sesuai imajinasinya sehingga juga mengasah kreativitasnya. Mainan blok bangun ini juga masih relevan dipakai sekalipun anak sudah menginjak usia sekolah.


  3. Papan tulis

    Mainan ini bisa menjadi sarana bagi orang tua dan anak untuk melakukan banyak hal, mulai dari belajar menggambar, menulis, dan lain-lain. Jika ibu tidak senang dengan debu yang mungkin beterbangan jika menggunakan papan tulis dengan kapur atau spidol, papan tulis magnetik bisa menjadi solusinya.


  4. Dokter-dokteran

    Mainan klasik ini selalu bisa menumbuhkan daya imajinasi anak tentang seperti apa menjadi dokter yang baik itu. Lewat mainan ini, orang tua juga bisa menanamkan dalam diri anak bahwa dokter bukanlah momok yang harus ditakuti sehingga anak tidak trauma ketika harus pergi ke dokter untuk imunisasi maupun berobat.


  5. Mainan alat musik

    Ingin menumbuhkan jiwa seni di dalam diri anak? Ibu bisa membelikan mainan anak berbentuk berbagai alat musik yang dijual di pasaran. Harganya pun beragam, tergantung bahan dan jenis alat musiknya. Dengan mainan seperti ini, anak bisa diajarkan mengenal bunyi dan nada serta untuk beberapa mainan juga bisa dikenalkan warna.


  6. Busy book

    Seperti namanya, mainan ini bertujuan untuk membuat anak selalu sibuk untuk beberapa waktu karena memang satu buku dirancang untuk memiliki beberapa bentuk permainan untuk mengembangkan kreativitas anak. Jadi, ibu tidak perlu membeli banyak mainan. Praktis, kan?

    Biasanya, satu busy book mengandung mainan berupa sorting ABC, sorting color and shape, dan matching card untuk melatih kemampuan berpkir logis dan berekspresi anak. Ada pula mainan stick shaping untuk melatih daya imajinasi dan kreativitas anak. Boleh dibilang, mainan ini memang merupakan solusi bagi orang tua yang mencari mainan edukasi all in one untuk mengembangkan beragam kecerdasan anak secara bersamaan.


  7. Busy board

    Konsepnya sama dengan busy book, busy board juga menyertakan banyak mainan dalam satu wadah untuk merangsang motori halus anak. Biasanya, mainan ini mempersilakan anak untuk belajar, misalnya, mengunci pintu, memasang tali sepatu, atau bermain menghitung kancing, dan sebagainya. Hanya saja, dibanding busy book, harga busy board biasanya lebih mahal. Yang penting, ibu harus memilih mainan yang aman dari segi bahan maupun pewarnanya ya.


  8. Set alat olahraga mini

    Ketika Asian Games tengah berlangsung di Indonesia, anak Ibu mungkin termasuk yang terjangkit 'virus olahraga' sehingga merengek minta dibelikan alat olahraga. Tidak ada salahnya menuruti keinginan anak itu kok, justru membelikan set olahraga untuk anak bisa merangsang motorik kasar dan membuat anak lebih aktif bergerak.

    Sekarang pun sudah banyak alat olahraga yang memang dibuat khusus untuk dimainkan oleh anak-anak sehingga ukurannya relatif lebih kecil. Misalnya raket bulutangkis khusus anak, lompat tali khusus anak, serta bola khusus anak, dan lain-lain.


  9. Monopoli

    Mainan anak ini sangat populer di kalangan anak era 1990-an, tapi bukan berarti mainan ini ketinggalan zaman. Harganya relatif murah dan mampu melatih anak usia 4 tahun ke atas untuk berlatih mengenal nama-nama negara atau dikenalkan konsep strategi jika sudah bisa. Permainan jenis papan lainnya yang bisa menjadi pilihan ialah ludo atau ular tangga.


  10. Pancing-pancingan

    Ingin beraktivitas di luar ruangan bersama anak? Ibu dan ayah bisa membelikan mainan pancing-pancingan untuk anak. Selain mengajarkan kegiatan positif ini, orang tua juga bisa melakukan bonding dengan mengajak anak curhat sambil memancing atau mengajarkan hal-hal baru kepada anak.


Mainan Anak Elektronik

Berdasarkan penelitian pada 2013 di Amerika, sebanyak 38% dari total keseluruhan anak-anak di bawah usia 2 tahun sudah pernah menggunakan gawai, baik melalui telepon seluler maupun laptop, padahal anak-anak usia tersebut seharusnya sama sekali tidak boleh menyentuh gadget. Jumlah ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding penelitian yang sama yang dilakukan pada 2011.

Bagi anak-anak di bawah umur, meningkatnya waktu memelototi layar gawai (screen time) berarti semakin sedikit mereka berinteraksi dengan mainan lain yang sifatnya tradisional seperti disebutkan di atas. Secara alamiah, sifat permainan yang terdapat pada aplikasi telepon atau laptop memang dimaksudkan untuk menggantikan fungsi mainan tradisional.

Ibu mungkin tidak perlu repot membelikan atau membawa banyak mainan ketika bepergian karena toh semua mainan itu ada aplikasinya di handphone. Yang lebih memprihatinkan lagi, pemberian screen time kepada anak-anak ini kerap dimaksudkan orang tua untuk menggantikan peran mereka menemani anak bermain. Akibatnya, anak menjadi asyik sendiri dengan gadget yang diberikan oleh orang tua sehingga anak tidak merasa harus berinteraksi lagi dengan lingkungannya.

Lebih jauh, AAP menggarisbawahi penggunaan gawai yang berlebihan bisa menyebabkan perubahan pola perilaku dan penurunan kesehatan yang ditunjukkan oleh anak-anak. Anak mungkin menunjukkan perilaku agresif serta cenderung berisiko mengalami obesitas.

Memang, banyak aplikasi maupun video berkualitas yang bersifat edukatif serta bisa menjadi jembatan antara anak dan orang tua jika mendapatkan arahan yang tepat. Namun, menurut AAP, tidak ada satu aplikasi atau video pun di gadget tersebut yang mampu menstimulasi kecerdasan anak sebesar jika orang tua bermain dengan anak menggunakan mainan tradisional.

Jangan heran juga ketika anak makin kecanduan gawai, mereka mungkin mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Investigasi terkini menyatakan anak cenderung lebih sedikit menyerap kata-kata ketika bermain dengan gawainya sehingga anak-anak hanya bisa memproduksi kosa kata yang sedikit pula.


9 Pertimbangan Orang Tua dalam Memilih Mainan Anak

Memilih mainan untuk anak mungkin terlihat sebagai aktivitas yang bisa dilakukan sambil lalu dan tidak dengan pertimbangan matang. Bahkan tidak sedikit orang tua yang membelikan semua jenis mainan yang diinginkan oleh anak dengan prinsip 'yang penting anak tidak rewel dan ayah atau ibu bisa mendapatkan me time'.

Padahal, memilih mainan anak yang tepat bisa menstimulasi perkembangan anak mulai dari kognitif hingga jiwa sosialnya, lho! Berikut 9 pertimbangan bagi orang tua dalam memilih mainan untuk anak seperti disarankan oleh AAP:


  1. Sesuai umur

    Orang tua juga perlu bersabar dalam memilih mainan anak karena semua harus disesuaikan dengan usia anak. Bayi, misalnya, masih belum perlu dibelikan mainan dengan baterai yang berbunyi lima bahasa atau sejenisnya karena ia lebih butuh mainan yang mengenalkan panca indera terlebih dahulu seperti mengenal suara ibu dan keluarganya.

    Jangan tergiur dengan penawaran pruduk mainan anak yang berlabel 'edukasional', terlebih jika anak ibu masih bayi (0 sampai 1 tahun) karena di usia ini, anak masih lebih suka mengeksplorasi lingkungan dan lebih baik mengenal lingkungan primernya terlebih dahulu seperti ayah, ibu, maupun kakak-kakaknya.


  2. Membuat anak aktif

    Penelitian ilmiah menyebutkan bahwa anak yang bermain aktif bersama orang tua maupun pengasuhnya akan tumbuh menjadi anak yang pintar. Dengan kata lain, intelejensia anak tidak serta-merta dipengaruhi oleh faktor apakah anak diberi mainan edukasional atau tidak saat masa kanak-kanaknya.


  3. Pilih mainan yang aman

    Di Indonesia, mainan yang aman biasanya sudah berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI). Tidak perlu mahal, yang terpenting adalah selalu dampingi anak ketika bermain dengan mainannya. Pilih juga mainan yang mendekati hal-hal di dunia nyata sehingga anak juga belajar mengenai problem solving dalam lingkup yang lebih sederhana.


  4. Melatih imajinasi

    Kadang kala, mainan yang terlihat sederhananya justru merupakan pilihan terbaik karena bisa melatih imajinasi. Anak seharusnya memainkan mainan, bukan mainan yang mengendalikan gerak-gerik anak. Mainan anak yang dipilihkan oleh orang tua juga seharusnya bisa 'tumbuh dengan anak' artinya tetap bisa dimainkan ketika anak pindah fase, misalnya dari infant ke toddler.


  5. Mencari ide dari buku

    Membaca dongeng, buku cerita, atau bahkan mengarang cerita bisa jadi salah satu cara untuk bermain dengan anak yang tidak memandang status sosial atau ekonomi seseorang. Jika orang tua tidak membelikan buku, minimal Ibu bisa membawa anak bermain di perpustakaan atau toko buku yang menyediakan sesi baca gratis, terutama untuk anak-anak.


  6. Menemani main

    Hal yang perlu diingat oleh orang tua ketika memilih mainan untuk anak ialah bahwa mainan itu sendiri bukan sebagai pengganti peran orang tua. Mainan anak justru harusnya menciptakan bonding antara orang tua dan anak, bukan anak dengan mainan.


  7. Konsultasi dokter

    Jika Ibu ragu mengenai mainan yang aman atau tidak sesuai usia anak, sila berkonsultasi dengan dokter anak.


  8. Tidak bias gender

    Mobil-mobilan untuk laki-laki, masak-masakan untuk anak perempuan. Tampaknya pemisahan itu sudah tidak bisa lagi menjadi patokan dalam memilih mainan untuk anak. Ibu tetap bisa membelikan mobil-mobilan untuk anak perempuan maupun mainan masak-masakan untuk anak laki-laki. Yang terpenting adalah adanya pendampingan orang tua ketika anak bermain.


  9. Batasi screen time

    Anak di bawah usia 2 tahun sangat tidak dianjurkan untuk bermain lewat gawai, baik itu telepon genggam maupun laptop dan menonton televisi. Sedangkan untuk anak 2 hingga 5 tahun, screen time maksimal ialah satu jam per hari, itupun harus selalu didampingi oleh orang tua atau pengasuh. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan anak dari efek-efek negatif layar gawai, seperti radiasi maupun konten video yang terkadang tidak cocok dengan usia anak.


(Asni / Dok. Freepik)