Balita

Bikin Anak Burnout! 5 Dampak Anak Terlalu Cepat Sekolah

Bikin Anak Burnout! 5 Dampak Anak Terlalu Cepat Sekolah

Meski bersekolah adalah hal yang positif, ternyata ada lho dampak negatif anak terlalu cepat sekolah. Sekolah dalam hal ini disebut sebagai formal schooling, atau sekolah formal dengan adanya target dan harapan pencapaian dari murid.

Ada juga istilah yang disebut sebagai Early Childhood Care and Education (ECCE), yang diyakini merupakan pembelajaran dengan dasar bermain untuk membentuk kemampuan belajar yang lebih kompleks nantinya. Pembelajaran ini tanpa target dan tidak mengharapkan output yang paten.

ECCE sendiri, tidak bisa dikategorikan sekolah formal karena dasarnya adalah bermain dan menguatkan stimulasi. Pola bermain sambil belajarnya juga bisa dilakukan di rumah dengan orang tua. Sementara, periodenya adalah 0-7 tahun.

Sekolah formal untuk anak


Di Indonesia sendiri, peraturan ditetapkan untuk anak mulai masuk sekolah formal di tingkat Sekolah Dasar adalah pada usia 7 tahun. Ini bukanlah sebuah keputusan tanpa alasan, lho! Ada penelitian pendukung yang menyepakati bahwa usia sekolah sebaiknya dimulai di usia 7 tahun.

Sue Palmer seorang kepala sekolah, praktisi pendidikan, dan spesialis literasi, dalam tulisannya yang berjudul The Advantages of a Later Start to Formal Education menyebutkan bahwa, seberapapun suportifnya guru yang mengajar, anak baru bisa fokus pada target, nilai dan pencapaian sebagai murid pada usia 7 tahun.

Karena di usia inilah kemampuan fisik, sosial, emosi, dan kognitif anak sudah berkembang dengan baik. Bahkan, Sue Palmer juga menyebutkan, pada dua penelitian jangka panjang yang dilakukan pada anak-anak yang menjalani sekolah formal, ternyata mendapatkan efek jangka panjang pada faktor sosial dan emosinya.

Penelitian pertama menyebutkan bahwa, anak terlalu cepat sekolah, yaitu sebelum berusia 6 tahun lebih berpotensi mengalami masalah perilaku di usia sekolahnya, tidak stabil secara emosi dan sosial, serta kesulitan membangun hubungan sosial saat menjelang dewasa.

Sedangkan penelitian kedua menunjukkan bahwa, anak terlalu cepat sekolah mengalami pencapaian akademik yang lebih rendah, hidup di pertengahan usia yang buruk bahkan kematian di usia lebih awal.

Dampak anak terlalu cepat sekolah

1. Anak mengalami masalah kesehatan fisik


Melansir dari Office of Early Childhood Education anak terlalu cepat sekolah berpotensi mengalami kesehatan fisik yang menurun, dibandingkan anak yang sekolah dengan usia cukup. Anak-anak ini lebih sering membutuhkan antibiotik untuk menghalau penyakit.

Disarankan juga agar anak-anak yang masih di bawah 3 tahun untuk tetap belajar sambil bermain di tengah keluarganya, dan mendapatkan perlindungan maksimal dari konsumsi ASI sejak lahir. Masalah kesehatan fisik ini bisa dipengaruhi dari faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal muncul karena anak semakin banyak berinteraksi dengan berbagai macam orang, yang kemungkinan juga membawa bakteri, patogen maupun virus. Di sisi lain, imunitas anak juga belum terlalu kuat.

Faktor internal, disebabkan oleh anak yang masih belum mampu menerima sistem yang formal saat sekolah. Sehingga anak lebih rentan stres. Stres berakibat pada kesehatan anak dan membuat anak sering merasa kelelahan, lesu, dan terjangkit berbagai penyakit.

2. Penurunan motivasi dan semangat belajar


Sebuah jurnal psikologi yang berjudul Early Formal Schooling: Are We Promoting Achievement or Anxiety? menyebutkan bahwa, anak terlalu cepat sekolah cenderung mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar dalam jangka pendek. Anak juga berpotensi mengalami dampak buruk dari kewajiban pencapaian-pencapaian tertentu di sekolah dalam jangka pendek.

Meski ada manfaat yang bisa anak dapatkan saat bersekolah, namun anak terlalu cepat sekolah belum siap betul secara fisik maupun mental untuk mengikuti sekolah formal. Anak masih belum bisa fokus pada satu hal lebih dari 30-45 menit.

Sehingga anak lebih cepat bosan. Nggak heran kalau pada akhirnya anak mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar saat sekolah.

3. Masalah perilaku


Poin penting dari mengikuti sekolah formal adalah, kemampuan untuk mengikuti instruksi dan fokus pada satu hal dalam jangka waktu lama. Anak terlalu cepat sekolah belum memiliki fokus yang lama, belum bisa mengikuti instruksi, dan belum bisa duduk tenang untuk waktu yang lama.

Bahkan, tak jarang anak-anak yang cukup usia sekolah pun belum menguasai kemampuan ini. Anak-anak ini akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di kelas dan merasa terlalu dibatasi ruang geraknya.

Akibatnya anak akan mengalami masalah perilaku, seperti tidak bisa diam, mengganggu teman, sulit diatur dan sering tantrum. Inilah mengapa penting untuk menguatkan kemampuan dasar anak seperti motorik, fokus dan konsentrasi serta pemenuhan sisi emosi dari keluarganya, sebelum pada akhirnya anak pergi sekolah.

4. Anak stres dan mengalami masalah mental


Masalah kesehatan mental anak juga jadi taruhan kalau anak terlalu cepat sekolah. Bukan tanpa sebab, ya Bu. Anak yang secara fisik dan psikis belum siap sekolah rentan mengalami stres dan lebih sering menangis.

Anak masih cepat bosan dan tidak menyukai kegiatan yang bersifat sistematis seperti kebiasaan di sekolah. Penolakan dari dalam diri anak inilah, yang menimbulkan rasa frustasi dan anak merasa orang lain tidak bisa memahami kemauannya. Lebih lanjut, anak akan sering tantrum, suka merebut sesuatu dari teman, tidak ingin mengikuti aturan dan bersikap tidak baik selama sekolah.

5. Masalah hubungan dengan orang tua dan saudara


Penelitian di tahun 2021 berjudul The Impact of Formal School Entry on Children’s Social Relationships with Parents, Siblings and Parents menyebutkan bahwa, anak terlalu cepat sekolah yang memiliki hubungan baik dengan teman sekolahnya, justru lebih sering berkonflik dengan saudaranya di rumah.

Laman Office of Early Childhood Education yang juga membahas efek anak terlalu cepat sekolah menyebutkan bahwa, sensitivitas Ibu yang mendampingi anak terlalu dini sekolah juga dipertaruhkan. Efek negatif pada sensitivitas Ibu juga berdampak pada hubungan anak dengan orang tua.

Anak dan orang tua cenderung sama-sama mengalami stres dan kelelahan secara psikis. Dari penjabaran inilah, sebaiknya orang tua sebaiknya perlu mempertimbangkan kembali, masalah kesiapan anak untuk sekolah. Jangan sampai hanya karena gengsi atau keinginan orang tua semata, anak terlalu cepat sekolah dan mendapatkan dampak negatifnya.

Belajar sambil bermain tanpa memberi anak target yang ketat, akan membantu anak tumbuh dengan fisik dan mental yang jauh lebih siap untuk sekolah di usianya.

Editor: Aprilia