Balita

Fakta-fakta TBC Pada Anak: Bikin Rentan Terpapar Covid-19

Fakta-fakta TBC Pada Anak: Bikin Rentan Terpapar Covid-19

Tuberkulosis atau TBC pada anak menjadi penyakit yang masih terus jadi perhatian di Indonesia. TBC sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan bersarang di paru-paru. Bila sudah parah, bakteri ini bahkan bisa berkembang ke bagian tubuh lain seperti tulang belakang, ginjal, sampai otak. Bakteri tersebut ditularkan penderita saat mereka bersin, batuk, bicara, atau tertawa, lalu menyebar lewat udara. Bila dihirup oleh orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah, termasuk anak-anak yang rentan, maka ia pun dapat terinfeksi.

Belakangan ini, TBC pada anak semakin menimbulkan kekhawatiran karena penyakit ini kerap dikaitkan dengan virus covid-19, virus yang masih mewabah di dunia hingga sekarang. TBC dan covid-19 sendiri memang berhubungan, sebabnya karena kedua penyakit ini sama-sama menyerang organ paru-paru. Ini membuat penderita TBC termasuk anak-anak, akan lebih rentan terpapar virus covid-19. 

Kemungkinan penderita TBC mengalami perburukan saat menderita covid-19 juga semakin tinggi. Dan secara global, hubungan antara TBC dan covid-19 sudah banyak dibuktikan dengan kasus-kasus yang menyatakan pasien dengan penyakit pernapasan kronis, termasuk TBC, memiliki risiko lebih tinggi untuk bergejala berat atau meninggal akibat covid-19.

Kasus TBC Pada Anak di Indonesia

Penyakit TBC termasuk penyakit yang tidak memandang usia. Semua kelompok umur berpotensi terinfeksi bakteri penyebab TBC. Di Indonesia sendiri, semakin senja usia seseorang, ternyata potensi terkena TBC semakin tinggi. Kasus semakin meningkat di kelompok usia 65-74 tahun, ini sesuai dengan data yang dipaparkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013-2014.

Namun, bukan berarti TBC pada anak tidak perlu mendapat perhatian khusus, ya, Bu. Karena bagaimanapun, sebanyak 17 persen dari kasus TBC di Indonesia itu dialami anak-anak berusia di bawah 15 tahun, lo. Adanya pandemi covid-19 semakin menjadikan kasus TBC pada anak ini perlu benar-benar diperhatikan, bagaimana pencegahannya, pengendaliannya, penanganannya, pengobatannya, perawatan pasiennya agar tidak terkena covid-19, dan lain sebagainya.

Bagaimana TBC Pada Anak Terjadi?

TBC pada anak seperti halnya TBC pada umumnya, memiliki 3 tahapan saat menginfeksi seseorang. Berikut tahapan penyakit TBC menurut Stanford Children’s Health:

1. Tahap pertama, tahap anak terpapar

Tahap ini terjadi ketika seorang anak telah melakukan kontak dengan orang yang mungkin menderita atau memang sudah terbukti menderita TBC. Ini berarti bakteri sudah masuk ke dalam tubuh anak.

2. Tahap kedua, tahap infeksi

Memasuki tahap kedua, anak sudah terinfeksi bakteri TBC, artinya di dalam tubuhnya terdapat bakteri tetapi ia tidak menunjukkan gejala apapun alias masih sehat-sehat aja. Ini karena sistem kekebalan tubuhnya termasuk kuat sehingga menyebabkan bakteri TBC menjadi tidak aktif. Sebagian kasus TBC pada anak, khususnya anak yang sudah lebih besar, infeksi hanya sampai di tahap ini. Biasanya anak memang tidak mengalami keluhan apapun, tidak batuk, tidak sesak, meskipun hasil pemeriksaan menunjukkan kalau ia pernah terpapar bakteri TBC. Anak yang seperti ini juga tidak dapat menyebarkan bakteri ke orang lain, meski ia “positif”.

3. Tahap ketiga, tahap penyakit TBC aktif

Nah, bila daya tahan tubuh anak ternyata buruk, setelah bakteri masuk ke tubuhnya ia tidak dapat melawan bakteri tersebut sehingga timbullah gejala-gejala umum orang menderita TBC. Bakteri atau kuman ini akan terus berkembang biak bahkan bisa menginfeksi organ-organ tubuh lain. Jika anak sampai di tahap ini, barulah ia bisa menyebarkan penyakit jika tidak diobati.

Gejala Pertama TBC Pada Anak Biasanya Karena BB Stuck

Berbeda dengan gejala awal yang banyak dialami orang dewasa, kalau biasanya orang dewasa yang terkena TBC ditandai dengan batuk dalam kurun waktu cukup lama, TBC pada anak umumnya ditandai dengan pertumbuhan berat badan yang stagnan. Berat badan anak penderita TBC biasanya tidak bertambah selama dua bulan atau lebih, bahkan justru bisa turun. Anak juga terlihat lebih kecil dan lebih kurus dibandingkan anak seusianya. Kemungkinan ia mengalami gagal tumbuh juga cukup besar. Penurunan berat badan ini dikarenakan nafsu makannya yang juga turun drastis.

Dalam beberapa kasus TBC pada anak, berat badan tetap tidak mau naik dalam satu bulan walaupun sudah dilakukan upaya perbaikan gizi yang sesuai rekomendasi ahli. Bahkan sebagian anak tetap mau makan seperti biasa, tapi berat badannya justru tidak mengalami kenaikan bahkan turun. Ini karena anak dengan penyakit kronis seperti TBC akan membutuhkan kalori lebih tinggi ketimbang anak lain yang sehat. Sehingga nafsu makan yang masih tetap normal itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori tersebut. Sayangnya, ini pun masih belum cukup memenuhi kalori keseluruhan, makanya berat badannya pun bisa turun.

Gejala Lain TBC Pada Anak

TBC pada anak tidak hanya bisa ditandai dengan si kecil yang gagal tumbuh saja. Beberapa gejala di bawah ini juga sering dialami anak yang terkena TBC, seperti dikutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI):

  1. Batuk lama dan tidak sembuh-sembuh, biasanya sampai lebih dari tiga minggu;
  2. Demam tidak kunjung sembuh atau naik turun selama lebih dari dua minggu;
  3. Mengalami batuk berdarah;
  4. Berkeringat di malam hari;
  5. Sesak napas;
  6. Ada benjolan di sekitar leher atau bawah rahang (pembengkakan kelenjar getah bening); dan
  7. Tampak lesu, lemas, tidak bertenaga, dan tidak seaktif anak seusianya.

Perbedaan TBC Pada Anak dan TBC Pada Orang Dewasa


Selain ada perbedaan di gejala awal, TBC pada anak dan TBC pada orang dewasa juga berbeda dilihat dari perkembangan penyakit itu sendiri. Anak-anak bisa mencapai tahap TBC aktif (tahap ketiga), hanya beberapa minggu atau bulan setelah terinfeksi. Sedangkan orang dewasa yang terkena bakteri TBC, baru menunjukkan gejala atau mencapai tahap tiga bertahun-tahun kemudian.

Sedangkan dari segi penularan, TBC pada anak dan pada orang dewasa sebenarnya tidak terlalu berbeda. Keduanya sama-sama ditularkan lewat droplet pengidap yang batuk, bersin, berbicara, bahkan tertawa. Namun, anak-anak biasanya malah tidak tertular dari anak lain yang terinfeksi, lo, melainkan dari orang dewasa yang mengidap TBC.

TBC Pada Anak Juga Bisa Menginfeksi Organ Lain

Paru-paru memang jadi organ pertama yang terinfeksi bakteri penyebab tuberkulosis. Namun, jika sudah parah, penyakit ini juga bisa menginfeksi organ lain seperti:

1. Kelenjar getah bening

Kelenjar getah bening terletak di daerah leher. Jika TBC sudah menginfeksi kelenjar ini, akan ada pembengkakan yang banyak dengan diameter lebih dari 1 sentimeter. Biasanya benjolan saling melekat dan jika disentuh seperti kelereng yang berjejer dengan konsistensi kenyal. Umumnya benjolan ini tidak sakit.

2. Otak dan selaput otak

TBC yang menginfeksi otak akan menimbulkan meningitis TB. Bila selaput otak sudah terinfeksi, anak biasanya akan rewel, sakit kepala, kaku, dan kejang.

3. Tulang

Ada sejumlah bagian tulang yang bisa terinfeksi TBC, antara lain tulang belakang (ada tonjolan di tulang belakang), tulang panggul (anak jadi pincang, mengalami gangguan berjalan, atau ada peradangan di area panggul), tulang lutut (jalannya pincang, atau bengkak di lutut tanpa sebab), tulang kaki dan tangan (persendian tangan atau kaki bengkak).

4. Kulit

TBC yang menginfeksi kulit biasanya ditandai dengan adanya luka yang terdapat jembatan kulit antar tepi lukanya. Karena infeksi, biasanya anak juga mengalami demam.

5. Usus

TBC pada anak juga bisa menginfeksi organ usus yang ditandai dengan adanya gangguan pencernaan seperti kembung, diare, nyeri perut. Ini akan menyebabkan anak rewel. Jika terus berlanjut, ini akan menyebabkan radang selaput perut atau disebut juga peritonitis TB.

6. Ginjal

Gangguan buang air kecil, warna urin yang terlalu pekat, serta nyeri pinggang bisa jadi pertanda bakteri TBC telah menginfeksi usus.

Kasus Covid-19 Pada Anak di Indonesia

Anak-anak yang tertular covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data sebaran covid-19 di situs Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, sampai Juni 2021 kemarin tercatat ada 250.000 lebih anak yang terpapar covid-19. Itu artinya kasusnya mencapai 12,6 persen dari jumlah keseluruhan kasus yang tercatat!

Data lain menunjukkan anak-anak yang terpapar covid-19 dan meninggal jumlahnya mencapai 676 orang. Mirisnya lagi, setengahnya adalah anak-anak yang masih berusia di bawah 5 tahun. Padahal tahun lalu, jumlah anak yang terinfeksi virus corona masih bisa “dihitung jari”. Kita pun sempat percaya juga bahwa anak-anak tidak termasuk kelompok rentan, tak heran kalau banyak orang tua yang membiarkan anak-anaknya tidak memakai masker, mengajaknya jalan-jalan, dan lain-lain. Dan sekarang, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun lansia, sama-sama berpotensi terinfeksi virus yang sama.

Deteksi Covid-19 Pada Anak

Deteksi covid-19 pada anak sebenarnya tidak jauh berbeda dengan orang dewasa. Namun kebanyakan anak memang tidak menunjukkan gejala serius. Bila bergejala pun biasanya tampak seperti flu biasa, seperti pilek dan batuk. 

Kalau anak memang tinggal bersama orang yang ternyata positif covid-19, atau baru saja berkunjung atau kontak dengan keluarga yang mengidap covid-19, ada baiknya ia juga dites agar bisa mendapatkan penanganan lebih lanjut. Atau jika anak menunjukkan gejala-gejala tertentu seperti demam, radang tenggorokan, batuk-batuk, atau sesak nafas, segera bawa ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat untuk diperiksa. Pada beberapa kasus ada juga anak yang mengalami gangguan pencernaan seperti muntah dan diare, walau sangat jarang. Meski awalnya hanya gejala ringan, namun covid-19 pada anak juga bisa berkembang menjadi gagal napas akut yang bisa merenggut nyawa.

Ketika sudah dinyatakan sembuh pun, anak-anak masih berisiko mengalami long covid, yang merupakan dampak jangka panjang pasien covid-19. Long covid biasanya berlangsung selama enam hingga delapan bulan. Dalam kurun waktu tersebut, meski sudah negatif covid, anak masih tetap bisa merasakan lemas, mudah sesak, sulit konsentrasi, nyeri otot, hingga rambut rontok.

Pengobatan Anak yang Mengidap TBC Sekaligus Covid-19

Apabila anak sudah didiagnosa mengidap TBC, maka pengobatan perlu segera dilakukan. Pengobatan ini diberikan kepada anak, baik yang sudah menunjukkan gejala, maupun yang belum bergejala (namun sudah terinfeksi bakterinya). Obat anti tuberkulosis biasanya akan diberikan dan harus dikonsumsi setiap hari selama kurun waktu tertentu. Anak dengan TBC harus ditangani oleh dokter anak atau dokter anak ahli respirologi.

Anak penderita TBC yang juga mengidap covid-19 biasanya akan diberi penanganan selayaknya pasien covid-19 lainnya. Ia juga perlu diberi vitamin tambahan serta diberi obat sesuai gejala yang dialami. Selain dari pengobatan, anak dengan TBC dan covid-19 juga perlu menerapkan dasar-dasar kebersihan, seperti:

1. Mencuci tangan dengan benar

Orang tua atau orang dewasa yang merawat anak perlu membiasakan si kecil cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, minimal 20 detik. Pastikan juga ia menggosok seluruh area permukaan tangan. Cuci makan perlu dilakukan setiap sebelum dan sesudah makan, setelah menyentuh hewan, serta setelah batuk dan bersin. Jika akses cuci tangan terbatas, Ibu dan Ayah juga bisa menggunakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60 persen.

2. Menggunakan masker

Masker menjadi hal esensial yang perlu dimiliki anak-anak penderita penyakit menular. Pilih masker yang ukurannya sesuai atau pas dengan wajah anak. Ajarkan untuk memakai masker bila berada di dekat orang lain serta selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh masker.

3. Makan makanan bergizi

Selain itu perhatikan juga asupan nutrisi untuk si kecil. Bantu ia menaikkan imun dengan memberinya makanan yang kaya sayuran dan buah-buahan tinggi beta karoten, seperti wortel dan jeruk. Makanan tinggi vitamin C juga dapat membantu memperkuat kekebalan tubuh anak melawan virus. Pastikan juga makanan si kecil dimasak sampai matang, ya.

4. Rutin berolahraga

Olahraga secara rutin dapat membantu memperkuat daya tahan tubuh serta menjaga kebugaran. Ajak si kecil untuk rutin berolahraga minimal 30 menit sehari. Olahraga apapun boleh dilakukan asal bisa membuat tubuh anak aktif bergerak.

Menangani TBC pada anak, termasuk yang juga mengidap covid-19, perlu kerjasama dari berbagai pihak. Apalagi jika banyak fasilitas kesehatan yang overload, keluarga, lingkungan, maupun komunitas perlu saling bahu-membahu untuk memastikan pengidap TBC dan covid-19 mendapatkan pengobatan sesuai kebutuhannya.

Penulis: Darin Rania Balqis
Editor: Dwi Ratih