Bunda mungkin pernah bertanya-tanya, bisakah bayi belajar buang air di toilet? Jawabannya, bisa! Hasil riset Laurie Boucke sejak 1979 menyimpulkan, bayi sudah dapat diajarkan buang air pada tempatnya (potty training) secara alamiah. Meski begitu, semua tetap tergantung pada kesiapan sang bayi.
Boucke, penulis buku laris Infant Potty Basics: With or Without Diapers... the Natural Way dan Infant Potty Training : A Gentle and Primeval Method Adapted to Modern Living ini menjelaskan lebih lanjut bahwa potty training pada bayi, yang juga dikenal sebagai metode elimination communication (EC), membutuhkan peran aktif para bunda. Jadi, infant pottying tidak menuntut bayi untuk berubah, namun justru orang tualah yang harus sigap memperhatikan dan merespon pola alamiah sang bayi
Gagasan infant pottying Boucke tidak sama dengan metode early toilet training yang digunakan di negara Barat pada kurun waktu 1900-1950. Metode toilet training dini memiliki fokus dan pendekatan yang sangat berbeda dengan infant pottying Boucke. Potty training pada bayi yang dimaksud Boucke adalah metode komunikasi dan pembelajaran toilet yang lembut, alami, dan penuh kasih. Infant pottying lebih menekankan kepada ikatan dan komunikasi dini orangtua dan anak, bukan fokus pada penyegeraan toilet training. Gagasan Boucke juga didasarkan pada waktu dan ritme alamiah buang air bayi.
Tips Sukses Melatih Bayi Potty Training
Salah satu hal terbaik dari metode ini adalah orang tua dan bayi dapat lebih dekat satu sama lain, seperti pada momen bayi merangkak ke tangan orangtua beberapa kali dalam sehari saat BAB atau pipis.Yang paling utama dari infant pottying ini adalah memiliki mindset yang tepat soal pembelajaran buang air bagi bayi. Ingat ya Bunda, bahwa berapa pun usia anak ketika mulai diajarkan buang air pada tempatnya, Bunda sebagai orang tua harus siap bertanggung jawab dan memiliki komitmen kuat untuk bolak-balik menggendong, mengangkat, dan meletakkan anak di “toilet kecilnya” (potty)
Jika Bunda sudah memiliki komitmen itu, maka ekspektasi Bunda akan tercipta secara tepat dan Bunda bisa mempersiapkan fisik Bunda untuk melakukan potty training pada sang buah hati. Namun jika Bunda berpikir bahwa anaklah yang seharusnya memberi kode-kode tertentu pada bundanya ketika akan buang air padahal usianya masih di bawah dua tahun, itu berarti ekspektasi Bunda terlalu tidak realistis dan sebaiknya Bunda tidak mencoba infant pottying.
Secara garis besar, potty training pada bayi yang disarankan Boucke meliputi tiga aspek. Aspek pertama bahasa tubuh bayi, kedua orangtua memperhatikan waktu dan pola pipis bayi, dan ketiga kemampuan anak merespon isyarat orangtua. Pada akhirnya, potty training ini membuat bayi mampu buang air kapanpun orangtua memberi isyarat.
Jadi Bunda, berdasarkan pengalaman dan penelitian Boucke, bahasa tubuh bayi adalah hal pertama yang harus diperhatikan sebagai sinyal buang air. Tentu saja bahasa ini tidak bisa dipahami hanya dalam sehari. Butuh berbulan-bulan untuk mengerti ekspresi wajah anak ketika ingin buang air, di antaranya menggeliat dan menggeram. “Pasti ada pola untuk ini,” tandas Boucke.
Saran lain untuk kesuksesan potty training pada bayi, gunakan konsep 3C: stay calm (tenang), confident (percaya diri), dan communicative (komunikatif). Nikmatilah keseluruhan prosesnya dan sebisa mungkin konsisten. Tetapi tidak perlu perfeksionis atau obsesif sehingga justru akan membuat Bunda pusing sendiri.
Persiapan untuk Potty Training Bayi
Bunda ingin mencoba infant pottying pada buah hati Bunda? Yuk, siapkan beberapa “senjata” berikut: popok kain, celana dalam, atau pakaian atasan bayi tanpa bawahan. Silakan Bunda memilih mana yang cocok untuk bayi Bunda. Yang terpenting, bayi nyaman dan hangat. “Senjata” lain yang mungkin diperlukan untuk infant pottying adalah perlak –untuk diletakkan di tempat tidur atau tempat bermain anak—dan tentu saja potty chair.
Setelah “senjata” siap, barulah Bunda siap “bertarung.” Lakukan observasi dengan sabar. Perhatikan sinyal yang bisa mengindikasikan bayi akan buang air. Beberapa tanda umum adalah menangis atau rewel, menggeram, wajah memerah, menyipitkan mata, menendang kaki atau memukul tangan, menggeliat, otot menegang (khususnya di area perut), dan memegang area genital.
Jika bayi menunjukkan tanda-tanda itu, Bunda bisa segera menyiapkan potty chair dan menggendongnya. Ketika bayi sedang pipis atau BAB, Bunda bisa melihat bagaimana perut bayi berkontraksi, tatapan mata kosong, atau berhenti bermain. Tapi setiap bayi berbeda. Mereka memiliki tanda-tanda tersendiri untuk buang air. Dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk bisa menangkap sinyal pipis atau BAB bayi Bunda. Karenanya, sekali lagi, bersabarlah.
Ada cara lain agar infant pottying berjalan lancar. Yakni dengan menangkap sinyal unik bayi dan bahasa tubuh. Bayi terkadang dapat secara dini menciptakan suara-suara khusus untuk menyampaikan sesuatu salah satunya keinginan buang air. Bunda dapat merangsangnya dengan membuat suara yang sama ketika Bunda merasa bayi Bunda sudah saatnya buang air. Beberapa orang tua menciptakan suara s lembut (sss...) ketika bayi pipis atau hanya bergumam (hmm... hmm...).
Seperti ditulis sebelumnya, karena nama lain metode infant pottying adalah elimination communication, maka beginilah seharusnya metode ini berjalan: komunikasi mutual antara bunda dan buah hati. Dengan begitu, perlahan-lahan bayi akan menangkap pula sinyal dari bundanya, seperti bunda menangkap sinyal sang anak.
Selain memperhatikan dan mempelajari sinyal dari anak, orang tua juga diharapkan memahami rutinitas anak (seperti saat tidur, mandi, bermain, dan makan). Mengapa begitu? Sebab dengan mengerti rutinitas tersebut, Bunda bisa mengobservasi kebiasaan BAB anak. Berapa lama ia BAB setelah makan? Apakah pipis hal pertama yang dilakukan saat bangun pagi?
Dari sinilah Bunda bisa menangkap pola buang air anak seperti yang digagas Boucke. Tentu saja, demi keselamatan, jangan pernah meninggalkan anak di toilet atau potty chair sendirian karena masih terlalu kecil. Inilah sebenarnya inti dari infant pottying: interaksi dekat, penuh kehati-hatian, dan terus-menerus antara orang tua dan anak.
Manfaat Potty Training Buat Bayi
Selain melatih bayi untuk buang air pada waktu dan tempat yang tepat, infant pottying juga berdampak bagi kesehatan anak lho, Bunda. Salah satunya anak tidak mengalami ruam popok. Bebas popok sekali pakai juga berarti memberi manfaat positif bagi lingkungan dan tentu saja pengeluaran bulanan jadi lebih hemat. Bukan begitu Bunda?
Ketika bayi berhasil melakukan potty training, Bunda akan merasakan hubungan lebih dalam dengan buah hati Bunda. Seperti teamwork yang selalu gembira ketika berhasil. Bukan hanya Bunda, anggota keluarga lain pun bisa terlibat dalam potty training ini. Intinya, proses potty training pada bayi sangat fun untuk seluruh keluarga. Namun jika belum berhasil, bersabarlah. Bunda tidak perlu memaksa anak sehingga anak menjadi stres.
Bunda harus tetap rileks dan menghindari perasaan bersalah karena tidak berhasil. Toh ada kalanya Bunda sibuk sehingga mengharuskan anak menggunakan popok sekali pakai atau Bunda sedang sakit. Tidak masalah. “Melewatkan potty training sesekali tidak menyakitkan, kok,” ujar Boucke. Jadi jangan sedih, ya Bun?
(Dini)