Keluarga

13 Hal yang Perlu Dilakukan Saat Anak Mulai Menstruasi

13 Hal yang Perlu Dilakukan Saat Anak Mulai Menstruasi

Menstruasi adalah hal yang dialami oleh setiap perempuan. Anak perempuan yang beranjak dewasa juga akan mengalami menstruasi pertamanya. Namun, apakah anak Ibu sudah siap saat menstruasinya tiba? Sudah siapkah Ibu sebagai orang terdekatnya dan sebagai sesama perempuan mendampingi anak-anak menghadapi menstruasi pertamanya?

Keluarnya darah dari anggota tubuh, apalagi area genital, tentu menjadi hal yang cukup menghawatirkan bila dialami untuk pertama kalinya. Anak perempuan akan terkejut dan ketakutan bila ia tidak siap dengan datangnya si tamu bulanan ini. Untuk itu, penting bagi Ibu mengedukasi anak perempuannya terlebih dulu sebelum fase menstruasi pertamanya dimulai.

Fase menstruasi pertama biasa didapatkan anak perempuan pada rentang usia 9-16 tahun. Kebanyakan anak perempuan akan mendapat menstruasi pertamanya pada usia sekitar 11- 15 tahun. Yang membedakan anak perempuan yang satu dengan lainnya adalah proses hormonal dalam tubuhnya. Bila hormon pertumbuhannya lebih cepat, maka bisa saja anak perempuan Ibu menstruasi pada usia 9 tahun. Sedangkan usia 11-15 adalah usia rata-rata anak perempuan pada umumnya. Namun bila hingga usia lebih dari 16 tahun anak perempuan belum mendapatkan haid pertamanya, maka Ibu bisa membawa anak perempuan Ibu ke dokter untuk berkonsultasi.

Pada rentang usia tersebut, anak perempuan biasanya mengalami perubahan emosi yang naik-turun; anak sudah mulai kritis berpendapat; semangatnya sudah bisa dikatakan lebih membara. Tanda-tanda sederhana seperti ini bisa Ibu jadikan sinyal sebagai kapan saatnya mulai mengedukasi anak perempuan tentang menstruasi pertama. Ibu juga bisa menggunakan patokan usia tadi untuk mulai memberitahu anak tentang menstruasi dan organ reproduksinya. Meski rata-rata anak akan mendapat menstruasi pertamanya di usia 11 tahun, Ibu bisa mulai menjelaskan tentang menstruasi pada ulang tahunnya yang ke-9 misalnya. Jangan lupa untuk mengajak anak ngobrol dari hati ke hati. Bila perlu, obrolan tersebut dilakukan hanya berdua tanpa Ayah atau saudara laki-lakinya. Agar anak perempuan bisa nyaman membicarakan hal pribadinya bersama Ibu.

Apa yang Harus Ibu Persiapkan Saat Edukasi?

Sebagai orang terdekat anak perempuan, Ibu perlu mempersiapkan beberapa hal untuk mengedukasi tentang menstruasi pertama anak. Ini sebagai bentuk edukasi pada anak perempuan agar ia siap tanpa rasa takut saat menghadapi menstruasi pertamanya. Nah, kira-kira apa saja yang perlu Ibu persiapkan? Yuk, simak!

  1. Membaca Referensi Tentang Menstruasi, Organ Reproduksi, dan Perubahan yang Akan Dialami Anak

    Menstruasi terjadi akibat naiknya hormon estrogen dan progesteron yang memengaruhi uterus dan ovarium. Melansir dari artikel di The Australian Parenting Website, peningkatan hormon ini membuat salah satu ovarium memproduksi sel telur, yang kemudian bergerak melalu tuba falopi menuju uterus. Dengan datangnya sel telur, maka kondisi uterus berubah. Uterus menebalkan dindingnya dan memproduksi lebih banyak darah untuk mempersiapkan pembuahan sel telur. Bila sel telur tidak dibuahi, maka sel akan luruh bersama lapisan dinding yang tadi menebal dan darah ekstra, lalu terjadilah menstruasi.

    Pada umumnya, siklus menstruasi terjadi selama antara 25-35 hari, berbeda-beda pada setiap orang. Hal ini biasanya teratur berulang. Namun pada remaja yang baru mendapatkan pubertasnya, biasanya menstruasi belum begitu teratur setiap bulannya. 

    Referensi semacam ini perlu Ibu pelajari untuk bisa menjelaskan pada anak tentang menstruasi tersebut. Jika belum terbiasa, saat bercerita mungkin Ibu akan merasa ‘risih’ saat menyebutkan nama organ reproduksi. Tetapi, penting bagi Ibu untuk menyebutkan nama ilmiah dari kelaminnya, dan bukannya mengganti dengan sebutan lain. Lebih baik, Ibu perkenalkan dahulu sebutan asli untuk organ intimnya, lalu mintalah anak memilih sebutan yang baik untuk organ tersebut bila ia tidak ingin menyebutnya secara langsung. Sebutan yang baik itu seperti “Bunga” atau “teman”.

  2. Menyiapkan Jawaban yang Sederhana Karena Anak Akan Banyak Bertanya

    Siapkan mental dan perdalam kembali materi seputar menstruasi pertama anak. Saat Ibu mulai mempersilahkan anak bertanya tentang ini, ada kemungkinan pertanyaan-pertanyaan tak terduga muncul. Pilihlah bahasa yang sederhana dan hindari menggunakan penjelasan yang terlalu rumit.

  3. Peralatan Untuk Menghadapi Menstruasi yang Datang Tak Terduga

    Penting bagi Ibu untuk mempersiapkan ini juga karena saat mengedukasi anak nantinya, Ibu bisa menunjukkan apa saja sih peralatan ‘perang’ untuk menghadapi menstruasi? Peralatan ini bisa berupa pembalut atau menstrual cup, celana dalam untuk ganti, hand sanitizer, dan sebuah pouch untuk menampung semua barang tersebut. Ibu bisa jelaskan bahwa emergency pouch ini harus dibawa anak ke manapun pergi semisal tidak di rumah. Karena menstruasi pertama bisa datang kapan saja, dan saat hal tersebut terjadi, anak sudah siap.

Nah, setelah persiapan di atas, ada beberapa hal yang harus Ibu lakukan untuk menghadapi menstruasi pertama anak.

  1. Mulailah Mengedukasi Lebih Awal

    Menurut laman Psychology Today, mengedukasi anak perempuan tentang menstruasi pertamanya lebih baik dilakukan justru sebelum menstruasi terjadi. Lebih awal lebih baik. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir rasa takut, panik, dan khawatir, apalagi jika menstruasi pertama datang saat anak sedang berjauhan dengan Ibu. Bisa saja saat itu anak sedang di sekolah, atau bahkan sedang outbond di acara sekolah. Jangan lupa untuk mempersiapkan diri sebelum mengedukasi anak, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

    Saat mengedukasi anak, Ibu dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak, dan lakukan tanya jawab dengannya. Bebaskan anak bertanya apa yang masih belum ia pahami dan jadilah orang kepercayaannya. Ibu perlu menegaskan bahwa apa yang terjadi pada anak ketika menstruasi datang tidak akan Ibu ceritakan pada orang lain, kecuali jika ada hal yang memang membutuhkan bantuan tenaga medis. Dengan begitu, anak perempuan Ibu akan merasa lebih tenang dan akan kembali pada Ibu untuk mendapatkan jawaban yang tepat, bukan jawaban yang kebanyakan mitos, yang ia dengar dari teman atau orang lain.

  2. Tenangkan Anak Saat Dia Cemas

    Ibu perlu menenangkannya ketika anak tampak cemas selama Ibu mengedukasikan tentang menstruasi. Tekankan bahwa menstruasi bukanlah sebuah kutukan, tapi sesuatu yang sangat natural terjadi. Menstruasi bukanlah hal yang memalukan.

  3. Jelaskan Tentang Menstruasi dan Siklusnya

    Penjelasan tentang menstruasi dan siklus perlu untuk disampaikan secara gamblang dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami anak. Ibu dapat menyampaikan pada anak tentang menstruasi dan adanya siklus berulang setiap bulan. Beri tahu juga bahwa di tahun-tahun pertama menstruasinya, si tamu bulanan tidak selalu tepat sesuai hitungan. Tapi, Ibu tetap bisa ajarkan anak untuk menghitung siklus menstruasinya untuk berjaga-jaga agar ia bisa siap saat menstruasinya datang.

  4. Jelaskan Tentang Risiko Kehamilan yang Mungkin Terjadi

    Menjelaskan pada anak tentang proses menstruasi dan siklusnya akan mengarah pada kemungkinan terjadinya pembuahan sel telur. Bila anak memiliki pergaulan yang tidak baik, maka bisa saja kemungkinan kehamilan terjadi semakin besar. Untuk itu, diperlukan pendampingan lebih ketat dan perhatian terhadap pergaulan anak. Jangan sampai fase pubertas ini mempengaruhi kehidupannya secara menyeluruh hanya karena salah pergaulan.

  5. Jelaskan Tentang Berapa Banyak Darah Yang Mungkin Keluar

    Kebanyakan anak takut saat darah keluar dari vaginanya. Jangankan dari alat kelamin, terluka sampai berdarah pun anak sudah pasti ketakutan. Anak mungkin membayangkan bahwa darah yang keluar akan sangat banyak sekali. Ibu bisa menjelaskan dengan perkiraan saja, seberapa banyak darah yang keluar di hari pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Misalkan, hari pertama, darah akan berwarna kecokelatan dengan jumlah sekitar 1-2 sendok teh. Lalu hari kedua akan berwarna merah segar dengan jumlah seperti 5 sendok makan, dan seterusnya.

  6. Jelaskan tentang Tanda Awal Menstruasi

    Ibu bisa menjabarkan tentang tanda-tanda awal menstruasi, seperti adanya bercak kecokelatan di celana dalam, kram atau nyeri di bagian perut bawah dan pinggang belakang, serta mood yang tidak stabil.

  7. Peringatkan Tentang Nyeri Saat Menstruasi

    Meski tidak semua perempuan mengalaminya, kram perut saat menstruasi atau dismenorhea biasanya teramat sakit. Ibu bisa menjelaskan pada anak bahwa ada nyeri yang dialami saat menstruasi. Baiknya, Ibu sarankan anak untuk mengkonsumsi lebih banyak air putih saat menstruasi, dan minum suplemen zat besi. Sarankan juga untuk meletakkan botol air hangat di daerah yang terasa nyeri. Bisa juga Ibu berikan obat pereda nyeri, tetapi sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter terpercaya. Saat ini sudah ada plester pereda nyeri menstruasi yang dijual di pasaran. Ibu juga bisa sarankan ini untuk mengatasi nyeri haid.

    Selain cara tersebut, Ibu juga bisa menyarankan anak untuk melakukan relaksasi ringan pada tubuh bagian bawah, seperti melakukan gerakan mengangkat kaki sambil menyandarkan ke tembok, atau berbaring miring dengan satu kaki ditekuk selutut. Sajikan juga minuman hangat seperti teh herbal untuk membantu anak rileks dan lebih tenang.

  8. Ajak Bicara Tentang Perasaannya yang Tak Menentu Menjelang dan Saat Menstruasi

    Mood swing akan terjadi saat perubahan hormon dalam tubuh mulai meningkat. Jelaskan bahwa hal ini normal, seolah anak merasa ingin marah, menangis, atau gamang dalam waktu yang hampir bersamaan. Beri pengertian anak agar tetap tenang meski rasanya ingin meledak. Katakan bahwa Ibu siap jadi tempat curhatnya, dan banyaklah bersabar jika anak mulai mengalami mood swing. Jelaskan bahwa perasaan ini muncul sebelum menstruasi terjadi, dan biasa disebut dengan Pre Menstruasion Syndrome (PMS)

  9. Kenalkan dengan Berbagai Macam Jenis Pembalut dan Menstrual Cup

    Saat menstruasi, tentu pembalut menjadi benda yang wajib dimiliki. Namun, seiring berkembangnya zaman, saat ini di Indonesia juga dikenal menstrual cup, tampon khusus untuk menstruasi yang biasanya terbuat dari silicon dan cara penggunaannya dimasukkan ke dalam vagina. Ibu bisa menjelaskan tentang kedua benda ini dan bagaimana cara menggunakannya. Lalu serahkan pilihannya pada anak. Tetapi memang, untuk fase awal, lebih baik sarankan dahulu untuk menggunakan pembalut. Ini bertujuan agar ia terbiasa dulu dengan keadaan tubuhnya dan adanya darah di pembalutnya.

    Ibu juga wajib menjelaskan pada anak tentang bagaimana membersihkan pembalut yang sudah terkena darah, dan membungkusnya sebelum dibuang. Jangan lupa untuk mengajarkan membuang pembalut di tempat sampah, bukan di sungai atau saluran pembuangan toilet. Ingatkan juga berapa lama ia seharusya mengganti pembalutnya dengan yang baru.

  10. Kenalkan dengan Emergency Pouch

    Emergency Pouch sebaiknya Ibu sediakan untuk anak dan selalu diletakkan dalam tasnya. Isi dari emergency pouch ini di antaranya: pembalut sebanyak 3-4 buah (untuk ganti selagi di luar rumah), celana dalam bersih (untuk ganti bila celana yang dipakai terkena darah), hand sanitizer (untuk mencuci tangan setelah ganti pembalut bila tidak ada air dan sabun), obat pereda nyeri, suplemen zat besi.

    Emergency pouch ini tidak hanya berguna bagi dirinya saja. Bisa jadi teman sebayanya yang tidak siap membawa pembalut dan celana ganti juga membutuhkan. Maka emergency pouch ini bisa menolong orang lain juga. Selalu cek berkala stok isi dalam emergency pouch, refill bila sudah berkurang.

  11. Ajarkan Tentang Penanganan Menstruasi Saat Jauh dari Rumah

    Bila anak jauh dari rumah, misalkan saat anak sekolah atau ada kegiatan sekolah di luar kota, biasanya anak akan lebih panik ketimbang saat ia tidak jauh dari rumah. Ibu perlu mengingatkan anak agar tetap tenang  dan rutin mengganti pembalutnya. Ingatkan juga untuk membuang sampah pembalutnya dengan tepat, karena jika anak sedang berwisata alam, maka penanganan sampah tentu menjadi perhatian khusus, bukan?

  12. Ajarkan untuk Tidak Malu Menceritakan pada Guru Perempuan tentang Menstruasinya

    Bercerita pada guru perempuan tentang menstruasi pertamanya akan membantu anak lebih siap dan tenang. Ibu bisa menyarankan anak untuk memberi tahu guru jika ia mendapatkan menstruasi pertamanya di sekolah. Meski sudah berbekal pengetahuan dasar dari Ibu dan emergency pouch yang siap sedia di tas, anak bisa tetap merasa panik saat menstruasi terjadi. Bercerita pada guru adalah salah satu langkah yang menenangkan.

  13. Bila Perlu, Jelaskan Bagaimana Masing-Masing Agama Mengatur Hal Ini

    Dalam hal ini, setiap agama tentu memiliki aturan mengenai masa pubertas anak. Ibu perlu juga mengedukasi anak tentang hal ini agar ia tetap dalam koridor yang benar, baik sebagai manusia biasa dan sebagai seseorang yang beragama.

Kapan Harus Khawatir?

Ibu berhak khawatir saat anak mulai menunjukkan tanda-tanda yang berbahaya. Misalnya: menstruasi anak tidak berhenti selama lebih dari 15 hari; perdarahan yang menyebabkan demam tinggi hingga kejang; atau nyeri perut yang luar biasa hingga anak pingsan. Jika ada tanda-tanda demikian, Ibu bisa membawa anak ke dokter untuk berkonsultasi mengenai keadaan kesehatan reproduksinya.

Selebihnya, Ibu hanya perlu memberikan anak perempuan makanan bergizi lengkap yang kaya zat besi dan vitamin yang diperlukan tubuh.
 Seluruh tips yang dijabarkan di atas mungkin akan semakin sulit dilakukan bagi anak berkebutuhan khusus. Anak-anak dengan kebutuhan khusus lebih sulit untuk ditangani karena mereka sendiri sangat bingung dengan perubahan yang terjadi pada tubuh mereka.  Memang orangtua dituntut untuk ekstra  sabar pada anak-anak ini agar maksud dari orangtua tetap tersampaikan, tanpa anak merasa terlalu kebingungan. Baik orangtua dan anak sama-sama berproses dalam setiap tahapan baru tumbuh kembangnya.

Kunci dari semua ini adalah kesabaran dan ketelatenan orangtua dalam mendampingi anaknya, agar mereka mendapatkan informasi yang jelas dan benar dari tangan pertama, dan tahu harus bertanya pada siapa jika mereka mengalami masalah. Karena jika anak mendapat informasi yang tidak tepat, maka dampaknya bisa negatif baik untuk dirinya, maupun lingkungannya.

(Dwi Ratih)