Keluarga

7 Rahasia Menjalin Hubungan Harmonis dan Awet

7 Rahasia Menjalin Hubungan Harmonis dan Awet

Ketika Ibu dan pasangan memutuskan untuk menjalani hidup bersama dalam ikatan pernikahan, Ibu pasti mendambakan hubungan harmonis yang awet dan minim keributan.

Namun tak dapat dimungkiri bahwa masalah rumah tangga pasti datang silih berganti, mulai dari hal-hal kecil seperti perbedaan cara merapikan mainan anak atau kesepakatan yang sulit dicapai saat memilih furnitur rumah, hingga persoalan besar yang menyangkut perbedaan prinsip dan keyakinan.

Tantangan ini sering kali menjadi pemicu timbulnya keretakan hubungan harmonis yang telah dibangun Ibu dan pasangan dalam waktu lama. Terjadinya bisa dalam waktu singkat yang berakhir dengan pertikaian besar yang tidak diinginkan. Tentu Ibu tidak mau hal ini terjadi, bukan?

Meski masa-masa sulit dan kesalahpahaman itu sulit dihindari, namun selalu ada cara untuk mengatasinya bersama-sama. Tanpa sikap saling memahami, harapan untuk menjaga hubungan harmonis akan percuma. Kunci utamanya adalah menjalin komunikasi yang sehat dan tidak saling menyerang.

Namun tidak semua pasangan memahami bagaimana berkomunikasi dengan tepat dan sehat. Hal ini tentu tidak mudah, karena bentuk komunikasi yang dibutuhkan bukan hanya soal apa yang disampaikan, namun juga bagaimana Ibu dan pasangan memaknai komunikasi tersebut.

Nah, daftar di bawah ini merupakan beberapa tips yang bisa Ibu lakukan untuk menjalin komunikasi yang sehat dengan pasangan sebagai upaya mempertahankan hubungan harmonis dan awet:


  1. Jujur dan Terbuka dengan Pasangan

    Jika dianalogikan, kejujuran itu seumpama pilar-pilar yang menyangga kehidupan rumah tangga Ibu dan pasangan. Jika pilar itu kokoh, maka sangat mungkin rumah yang dibangun pun bisa tetap berdiri tegak meski hujan dan badai berkali-kali mencoba mengempaskan. Namun sebaliknya, jika pilar kejujuran ini retak dan tidak sanggup menyangga rumah, maka penghuninya hanya tinggal menunggu waktu robohnya rumah yang selama ini menaungi.

    Kejujuran adalah kunci kepercayaan antara Ibu dan pasangan. Hubungan harmonis akan terwujud jika Ibu dan pasangan saling percaya bahwa kebahagiaan rumah tangga bisa diraih bersama-sama. Saat suami dan istri berkomunikasi dengan jujur dalam hal apa pun, ini akan memudahkan dalam usaha memahami satu sama lain tanpa perlu menerjemahkan istilah ‘kode keras’ maupun kode-kode lainnya yang sering memicu kesalahpahaman.

    Kejujuran ini akan menggiring Ibu dan pasangan untuk bersikap lebih terbuka. Ketika Ibu dan pasangan terbuka dalam berbagai hal, maka akan lebih mudah mengungkapkan perasaan, pikiran, dan keinginan tanpa perlu menahan diri dan merasa tertekan. Bahkan meski hubungan yang terjalin sudah masuk usia perak, ini tidak menjamin bahwa Ibu dan pasangan benar-benar 100% saling memahami.

    Namun, seiring berjalannya waktu, rasa pengertian ini akan tumbuh semakin kuat dan akan lebih mudah ketika Ibu dan pasangan bisa saling terbuka. Tidak hanya soal finansial keluarga, kejujuran dan keterbukaan ini sungguh bisa dilakukan dalam hal apa saja, misalkan tentang kepuasan dalam berhubungan intim hingga masalah pelik menyangkut prinsip.

    Tentu saja Ibu juga boleh berbicara terbuka pada Ayah saat merasa jenuh dan ingin jeda sebentar dari rutinitas di rumah yang hanya berkutat dengan anak dan pekerjaan rumah tangga. Harapannya, bentuk komunikasi ini bisa menciptakan kenyamanan antar pasangan untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran sehingga tidak perlu merasa memikul beban berat sendirian.


  2. Saling Menghargai

    Kapan terakhir kali Ibu memuji Ayah yang berhasil menyuapi si kecil meski butuh waktu lebih lama dengan tambahan lantai dan meja makan yang berantakan? Atau, kapan terakhir kali Ibu mendengar pujian dari Ayah karena berhasil memperbaiki keran air tanpa bantuan Ayah? Jika dirasa telah lama tak mendengar apresiasi dari pasangan, Ibu bisa coba memulainya dengan melontarkan pujian terlebih dahulu atas hal-hal baik yang dilakukan Ayah meskipun sepele.

    Apresiasi merupakan implikasi bahwa Ibu dan pasangan saling menghormati dan menghargai kemampuan, perasaan, dan pikiran masing-masing. Jika tidak saling menghargai, maka akan timbul rasa asing di antara suami istri dan inilah yang menjadi hambatan dalam membangun hubungan harmonis.

    Bentuk komunikasi yang satu ini paling sering terlupakan oleh pasangan suami istri. Padahal, memberikan apresiasi pada hal-hal kecil bisa membuat pasangan merasa kehadirannya sangat berharga dan dibutuhkan.

    Menurut seorang profesor, Arthur Aron, yang menggeluti bidang psikologi menyangkut kedekatan personal dan cinta, seperti dilansir dalam The Oprah Magazine, memberikan pujian saat pasangan melakukan hal-hal kecil cenderung lebih efektif dalam menjaga komunikasi yang sehat dibandingkan dengan dukungan yang diberikan hanya pada masa-masa sulit.

    Oleh karena itu, perlu diingat bahwa saling menghargai merupakan elemen penting dalam menjalin komunikasi yang sehat untuk mencapai hubungan harmonis yang diidamkan. Jangan menganggap remeh pekerjaan maupun peran apa pun dalam rumah tangga Ibu dan pasangan. Tak perlu malu melontarkan kalimat “Thank you, I love you” atau panggilan romantis agar apresiasi yang disampaikan semakin membuat Ibu dan pasangan selalu mesra.


  3. Bersama dalam Susah dan Senang

    Takaran kebahagiaan dan kesedihan dari setiap hubungan memang berbeda-beda. Namun setiap pasangan juga tak bisa mengelak bahwa kebersamaan dalam susah dan senang sangat dibutuhkan untuk membuat hubungan harmonis yang kuat dan langgeng.

    Tentu rasanya sangat menyenangkan apabila Ibu memiliki pasangan yang bisa diajak berbagi saat senang dan gembira. Namun yang tak kalah penting adalah keberadaan pasangan saat sedang mengalami masa-masa sulit dan ketika beban di pundak terasa berat.

    Ini merupakan bentuk komunikasi penting yang jarang disadari oleh suami istri. Kadang bentuk komunikasi yang dibutuhkan tidak selalu dalam bentuk verbal atau ucapan. Misalnya, kesetiaan Ayah saat menemani Ibu bergadang menyusui si kecil yang baru lahir atau saat Ibu tersenyum menyuguhkan segelas teh lemon hangat ketika melihat Ayah lembur bekerja di rumah hingga larut malam. Dukungan dan pengertian yang seperti ini juga sangat efektif dalam mempererat hubungan sebagaimana yang dikatakan pepatah: action speaks louder than words.

    Namun, Ibu juga perlu berhati-hati lho saat menunjukkan empati atau menemani pasangan saat melalui masa-masa sulit. Meskipun lawan bicara adalah pasangan sendiri, suami dan istri juga perlu menghindari toxic positivity. 

    Ini merupakan ungkapan penyemangat yang sebenarnya mengandung efek negatif yang membuat pendengarnya justru merasa semakin berkecil hati atau bahkan melakukan penyangkalan atas kejadian buruk yang sedang menimpanya. Yang sesungguhnya diperlukan adalah saling menguatkan dengan cara mengakui perasaan sedih yang sedang dialami dan menjadi pendengar yang baik saat pasangan melontarkan keluh kesahnya.

    Dengan begitu, komunikasi terjalin dengan baik dan menciptakan hubungan harmonis yang sehat.


  4. Pillow Talk 

    Salah satu poin penting yang perlu Ibu perhatikan saat ingin menjalin komunikasi yang serius adalah soal timing atau waktu dan kondisi yang tepat. Sebaiknya menghindari waktu-waktu di mana Ibu maupun pasangan sedang dalam keadaan cemas atau tegang karena baru pulang bekerja atau ketika anak sedang menangis.

    Percakapan menjelang tidur bisa menjadi pilihan tepat untuk Ibu menjalin komunikasi dengan pasangan. Ketika merebahkan diri di kasur sebelum memejamkan mata, Ibu dan pasangan dapat meluangkan waktu selama durasi tertentu untuk membicarakan masalah ataupun sekadar saling bercerita apa saja kejadian yang dilewatkan ketika sedang tidak bersama.

    Ini adalah momen yang tepat karena pada saat inilah tubuh sedang rileks dan pikiran lebih jernih. Sehingga komunikasi berjalan dengan lebih tenang dan hubungan harmonis pun akan lebih mudah tercapai.


  5. Hadirkan Kejutan

    Setiap hubungan pasti memiliki masa-masa kemarau di mana rasa jenuh dan penat mendominasi pikiran dan perasaan. Ibu tak perlu khawatir, ini sangat wajar terjadi pada pasangan mana pun apalagi dengan rutinitas yang itu-itu saja setiap harinya. Tidak ada hubungan harmonis yang berjalan mulus tanpa rintangan.

    Salah satu cara untuk mempertahankannya adalah dengan menghadirkan kejutan sebagai bentuk komunikasi untuk menciptakan kembali letupan-letupan gairah di antara pasangan.

    Ibu bisa menyiapkan kejutan kecil di hari ulang tahun Ayah dan ulang tahun pernikahan. Bahkan, Ibu juga sah-sah saja apabila ingin memberikan kejutan meski tanpa alasan tertentu. Sekadar untuk memantik api cinta di antara Ibu dan pasangan agar semakin mesra dan mempererat hubungan harmonis yang terjalin.

    Misalnya, dengan menyiapkan masakan kesukaan Ayah atau memberikan free time untuk Ibu bertemu dengan teman-temannya, juga sebaliknya berlaku untuk Ayah. Jangan lupa selipkan kalimat “I love you” dengan senyum hangat ya, Bu!


  6. Quality Time Itu Penting!

    Meskipun prioritas utama kini lebih tercurah pada anak atau pekerjaan, namun bukan berarti Ibu tidak bisa menikmati quality time bersama pasangan. Bukan berapa lama waktu yang diperlukan saat menjalin komunikasi, namun seberapa berkualitas kebersamaan Ibu dengan pasangan untuk mempertahankan hubungan harmonis.

    Quality time ini bisa dilakukan dengan hal sepele seperti menonton film bersama saat anak telah tidur, hingga kencan singkat di tempat liburan yang sejuk sambil mengenang masa-masa pacaran.


  7. Fokus pada Hal Positif

    Memang tidak mudah untuk tetap fokus pada hal positif ketika ada hal yang mengganggu pikiran dan perasaan. Hal ini sering terjadi ketika Ibu dan pasangan mengalami percekcokan dan saling melempar argumen.

    Namun, perlu diingat bahwa tidak ada individu yang sempurna sehingga akan selalu ada kekurangan yang ditemukan pada suami maupun istri. Jika Ibu fokus pada hal negatif dalam diri pasangan dan pesimis dalam mengatasi masalah, maka hubungan harmonis akan sulit terwujud.

    Komunikasi yang sehat bisa dimulai dengan mengubah mindset dan berusaha selalu melihat hal positif dari setiap situasi. Saling menyalahkan tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik fokus mencari solusi dan melakukan koreksi diri agar tidak terjadi perdebatan yang berlarut-larut.


Kesalahan Komunikasi yang Sering Dilakukan Suami-Istri

Bisa dibilang, kualitas hubungan yang baik terlihat dari kualitas komunikasi yang terjalin. Selain memperhatikan poin penting dalam menjaga komunikasi yang sehat untuk mencapai hubungan harmonis, tidak ada salahnya jika Ibu dan pasangan juga mencari tahu apa saja tantangan yang dihadapi dalam menjalin komunikasi yang sehat.

Berikut beberapa kesalahan komunikasi yang sering dilakukan suami istri:


  1. Menutup-nutupi Keadaan Sebenarnya

    Menjunjung tinggi kejujuran dan keterbukaan adalah harga mati untuk setiap hubungan. Tidak ada tawar-menawar jika menyangkut kejujuran terhadap pasangan hampir dalam segala hal. Saat ada masalah, menutup-nutupi keadaan sebenarnya barangkali bisa menunda pertikaian.

    Namun, hal ini bisa berubah menjadi bom yang sewaktu-waktu bisa meledak dan menghancurkan hubungan harmonis yang telah susah payah dibangun. Komunikasi tidak sehat yang seperti ini sebisa mungkin harus dihindari karena lebih banyak memberikan dampak negatif untuk hubungan harmonis suami-istri.


  2. Berbicara dengan Nada Tinggi atau Marah

    Ketika perdebatan terjadi antara suami dan istri, hal yang paling sulit untuk dihindari adalah berbicara dengan nada tinggi dan memaki. Berbicara dalam keadaan marah, apalagi dengan nada tinggi, akan membuat suami dan istri sulit menerima penjelasan apa pun. Komunikasi yang sehat tidak akan terwujud jika kebiasaan ini tidak dihentikan, namun bukan berarti Ibu tidak boleh bersikap tegas ketika sedang meluapkan emosi.

    Meski tidak mudah, Ibu dan pasangan bisa mencoba beberapa hal untuk menghindari berbicara dengan nada tinggi agar bisa mewujudkan hubungan harmonis. Misalnya, Ibu bisa berlatih  menarik dan menghembuskan napas setiap kali ingin marah.

    Selain itu, menyepi dan merenung terlebih dahulu sebelum memulai pembicaraan dengan pasangan juga bisa membantu menjernihkan pikiran sehingga komunikasi akan terjalin dengan tenang dan hubungan harmonis bisa dipertahankan.


  3. Distraksi Gawai

    Kesalahan terbesar yang jarang disadari saat menjalin komunikasi di antara suami istri adalah keberadaan gawai sebagai gangguan dalam membangun hubungan harmonis. Gangguan berbentuk gadget ini seringkali membuat Ibu atau pasangan tidak saling memperhatikan dan sibuk bermain dengan layar ponsel.

    Tanpa disadari, gawai menyita banyak waktu dan kesempatan yang seharusnya bisa digunakan untuk quality time dan mendengarkan aspirasi maupun curahan hati pasangan. Distraksi gawai bisa berupa apa saja, chatting, tontonan video, maupun game yang membuat suami-istri mengabaikan keberadaan orang-orang yang dicintai di sekitarnya.

    Detoks digital bisa menjadi salah satu cara untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada gawai dan segala perangkat canggihnya. Seperti dilansir oleh CNN Indonesia, detoks digital merupakan sebuah upaya sederhana, bebas, dan sehat untuk kembali terhubung dengan orang-orang dalam lingkungan nyata, serta diri sendiri.

    Dengan detoks digital ini, Ibu dan pasangan bisa meningkatkan komunikasi yang sehat untuk menjaga hubungan harmonis yang selama ini diperjuangkan dengan susah payah.


  4. Gengsi dan Maaf

    Seringkali kita menemukan kesulitan saat harus meminta maaf atas kesalahan yang kita lakukan, baik yang kita sadari maupun tidak. Karena termakan amarah dan kecewa saat terjadi perdebatan, kata maaf ini seolah tidak ada di dalam kamus.

    Konsep bahwa harga diri tak bisa ditawar memang harus dipertahankan, namun bukan berarti meminta maaf dan memaafkan akan menurunkan harga diri. Rasa gengsi inilah yang paling merugikan dan sering menjadi pemicu hancurnya hubungan harmonis yang terjalin antara suami dan istri.

    Kata “maaf” merupakan kata kunci yang berfungsi seperti air dingin yang menyiram kobaran api saat Ibu maupun pasangan sedang dilahap rasa marah. Mengakui kesalahan dan memaafkan kekurangan pasangan bukanlah perkara gampang untuk dilakukan.

    Meski demikian, hal ini penting untuk selalu diingat setiap kali perdebatan tak berujung terjadi. Komunikasi yang sehat akan terwujud ketika Ibu dan pasangan bersedia mengoreksi diri sendiri dan menyingkirkan rasa gengsi yang menghalangi terjalinnya hubungan harmonis.

(Dwi Ratih)