Keluarga

5 Dampak Negatif Gadget Orang Tua terhadap Anak

5 Dampak Negatif Gadget Orang Tua terhadap Anak

Orang tua sering kali mengkhawatirkan dampak negatif gadget bagi anak-anak mereka sehingga menerapkan jadwal screen time yang ketat bagi anak. Tetapi, orang tua pun kerap melupakan bahwa mereka juga membutuhkan aturan ketat soal screen time ini karena tanpa disadari orang tua juga banyak yang kecanduan gadget, lho!

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2015, sebanyak 54% anak-anak mengeluhkan orang tua mereka lebih sering berinteraksi dengan gadget dibanding menemani mereka bermain tanpa terganggu gadget. Ironisnya, tak kurang dari 36% anak mengaku orang tua mereka tak segan mengecek gadget di tengah-tengah sesi mengobrol dengan anak sehingga anak merasa orang tua mereka tidak sungguh-sungguh berkomunikasi dengan para buah hatinya.

Kegelisahan anak-anak inipun sebetulnya disadari oleh orang tua. Sebanyak 52% orang tua mengakui bahwa mereka terlalu sering mengecek surat elektronik, pesan singkat, maupun pesan lewat berbagai aplikasi maupun media sosial ketika tengah bermain dengan anak. Sebanyak 28% di antaranya pun sadar bahwa hal ini mungkin akan menghadirkan dampak negatif gadget pada anak di kemudian hari.

"Anak-anak menjadikan orang tuanya sebagai role model dalam banyak hal, termasuk saat menggunakan gadget. Tak kurang dari 25% orang tua yang kami survei menginginkan anak mereka memiliki screen time yang lebih sedikit. Tentu saja target ini bukan tidak mungkin dicapai, asalkan para orang tua juga harus mampu membatasi diri dalam pemakaian gadget di rumah, terutama ketika tengah berada di dekat anak," kata Tony Anscombe dari AVG Technologies, perusahaan yang melakukan survei tersebut.


Dampak Negatif Gadget bagi Orang Tua

Praktisi parenting, Toni Schutta, menyatakan bahwa orang tua bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama gadget lebih banyak dibanding anak, yakni hingga 11 jam per hari. Orang tua pun kerap merasa hal ini tidak akan menimbulkan dampak negatif gadget karena mereka bisa melakukan multitasking, yakni fokus kepada perangkat elektronik itu sambil tetap mengawasi aktivitas anak.

Padahal, ketika ibu berinteraksi dengan gadget tersebut, konsentrasi ibu biasanya lebih tercurah untuk gadget ketimbang anak. Schutta mengatakan ibu tetap dianggap tidak sedang berada bersama anak karena memang tidak ada atau sedikit berinteraksi dengan anak. Kalau sudah begini, ibu akan merasakan dampak negatif gadget bagi ibu sendiri dalam hubungannya dengan interaksi kepada anak seperti berikut.


  1. Lebih mudah stres

    Berselancar di media sosial, mengobrol dengan teman lama melalui aplikasi berbalas pesan seperti Whatsapp, maupun mengecek promo barang-barang kebutuhan rumah tangga di aplikasi belanja biasanya menjadi pilihan me time bagi ibu. Tidak salah, memang. Hanya saja, percaya atau tidak, kegiatan ini justru bisa menimbulkan dampak negatif gadget, yakni memicu level stres ibu jika dilakukan sambil mengawasi atau bahkan bermain bersama si kecil, lho!

    Ketika ibu mengobrol dengan teman atau berselancar di dunia maya, ibu seperti otomatis kecanduan pada gadget. Ibu seperti memiliki kecenderungan untuk membalas dengan cepat jika ada SMS, pesan Whatsapp, bahkan buru-buru mengamankan barang tertentu dalam event flash sale. Jika tidak, ibu bisa merasakan kecemasan yang luar biasa dan berujung kepada meningkatnya hormon yang bisa menyebabkan stres.

    Nah, level stres ini bisa memengaruhi cara ibu merespon perilaku anak. Di satu sisi, ibu nenjadi tidak perhatian dengan kebutuhan anak sehingga anak menghalalkan segala cara untuk merebut perhatian ibu. Jika sudah begini, ibu bisa gampang marah kepada anak.

    Untuk meminimalisir efek negatif gadget ini, ada baiknya ibu mengistirahatkan telepon genggam atau laptop selama anak terbangun dan lebih  memilih untuk menemaninya bermain. Ibu boleh kembali fokus kepada gadget ketika anak tertidur, atau minimal melakukan multitasking ini ketika menidurkan anak.


  2. Memberi contoh yang buruk

    Seperti dijelaskan secara singkat di atas, anak belajar skill sosial pertama kali dari orang tuanya. Ketika orang tua fokus kepada gadget saat menemaninya bermain, anak bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak mengapa mengabaikan orang lain di tengah-tengah pembicaraan.

    Ini tentu menjadi contoh buruk karena anak bisa menjadi intoleran terhadap perasaan orang lain ketika bersosialisasi dengan teman-temannya. Belum lagi, anak merasakan dampak negatif gadget lainnya, yakni terlalu banyak screen time.


  3. Mengurangi quality time

    Mencari waktu berkualitas bersama anak itu susah-susah gampang. Kadang kala, ibu terlalu sibuk dengan urusan rumah tangga, plus sibuk dengan urusan kantor bagi working mom, sedangkan anak tidak selalu manis karena bisa juga tantrum atau mengantuk. Salah satu waktu yang tepat untuk merasakan quality time antara ibu dan anak ialah ketika makan bersama anak, asalkan ibu tidak sambil fokus pada gadget.

    Berdasarkan studi yang dilakukan Boston Medical Center, Amerika Serikat, ibu yang juga fokus ke telepon genggam atau gadget lainnya selama sesi makan dengan anak akan membuat mereka lebih sedikit berinteraksi dengan anak. Ibu jadi 20% tidak komunikatif terhadap anak sehingga tidak heran bila anak juga enggan menceritakan kegiatannya di sekolah, apalagi mencurahkan isi hatinya kepada ibu.

    Untuk mengurangi efek negatif gadget ini, ibu hanya harus melepas perhatian dari telepon genggam selama sesi makan bersama anak. Beri apresiasi terhadap pencapaiannya di sekolah atau diskusikan hal-hal yang bisa meningkatkan kepercayaan dirinya serta membangun bonding yang kuat dengan orang tua.


  4. Mengurangi interaksi non-verbal

    Selain mengganggu waktu berkualitas antara ibu dengan anak, orang tua yang lebih fokus kepada gawai ini juga membawa efek negatif gadget berupa kurangnya interaksi face to face antara ibu dan anak. Bagi tumbuh kembang bayi, hal ini bisa sampai mengakibatkan anak terlambat bicara lho, Bu. Pasalnya, semakin sering ibu melakukan face to face dengan bayi, semakin sering ibu mengajaknya bicara sehingga memperkaya kosa kata yang tertanam di alam bawah sadar bayi.


  5. Tidak terikat secara emosional dengan anak

    Berdasarkan catatan Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Amerika Serikat (CDC), jumlah kecelakaan ringan anak meningkat 12% dalam kurun 2007 hingga 2012. CDC berasumsi hal ini dikarenakan pengawasan orang tua yang semakin minim dikarenakan mereka terlalu fokus dengan perangkat elektronik ketika menemani anak bermain. Meski demikian, kecelakaan fisik ini bisa dikategorikan sebagai dampak negatif gadget jangka pendek.

    Dalam jangka panjang, dampak negatif gadget bagi orang tua ialah kurangnya kedekatan secara emosional yang mereka rasakan terhadap anak. Ketika ibu lebih fokus kepada telepon genggam, tidak ada senyum, tawa, atau emosi lain yang ibu tunjukkan kepada anak sehingga lama-kelamaan anak pun menjadi terbiasa tidak diperhatikan oleh ibu.


Dampak Negatif Gadget Orang Tua terhadap Anak

Bagi anak-anak yang masih tergolong bayi atau balita, perhatian orang tua memang memiliki peran yang sangat vital. Anak harus diawasi agar tidak menderita kecelakaan seperti terbentur atau menelan benda-benda berbahaya, juga agar tidak merasa diabaikan sehingga perkembangan psikisnya terganggu.

Berdasarkan penelitian, setidaknya terdapat 5 dampak negatif gadget bagi anak ketika orang tua menggunakannya di dekat mereka.


  1. Anak berperilaku negatif dan pasif

    Dalam studi yang dipublikasikan oleh jurnal Developmental Science, bayi dan toddler usia 7 bulan hingga 2 tahun cenderung menjadi anak yang tertutup, tidak berkembang secara emosional, dan tidak suka mengeksplorasi lingkungan alias pasif. Hal ini dikarenakan kurangnya stimulasi dari orang tuanya karena mereka lebih fokus kepada gadget ketika menghabiskan waktu bersama anak.

    Ibu yang suka bermain dengan gawainya ketika berada di dekat anak sama saja menutup akses kepada anak untuk melakukan kegiatan aktif serta menunjukkan sikap tidak respon atas segala perilaku anak. Hal ini pun bisa memberi dampak negatif gadget jangka panjang, yakni ikatan batin ibu dan anak yang tidak kuat.


  2. Anak merasa kalah saing dengan gadget

    Menanamkan jiwa kompetitif pada anak itu baik, tapi tidak jika saingan anak adalah gadget milik ibu sendiri. Tidak jarang anak merasa berebut perhatian ibu dengan gadget itu ketika ibu lebih sibuk membalas pesan teman atau berburu diskon dan promo di berbagai situs maupun aplikasi belanja online. Ketika ibu lebih memilih untuk fokus pada telepon genggam, anak bisa merasa bahwa kehadirannya di sisi ibu memiliki arti yang tidak penting karena kalah dari gadget.


  3. Menghambat perkembangan sosial anak

    Dalam studi lainnya, ibu yang mengasuh anak dengan terdistraksi oleh gadget bisa membuat perkembangan anak terganggu, terutama dalam skill sosialnya. Anak yang dibesarkan oleh ibu yang membagi fokus dengan gadget cenderung tidak suka beraktivitas dengan teman-temannya, misalnya dengan bermain petak umpet atau kejar-kejaran.

    Anak membutuhkan pola asuh yang konsisten dari ibu dan hal ini tidak bisa didapat ketika ibu membagi perhatian antara anak dengan gadget. Ibu yang sudah terpapar dampak negatif gadget biasanya lebih moody dan lebih tidak bisa dipercaya oleh anak.


  4. Anak memberontak

    Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Boston Medical Center, terungkap bahwa anak bisa saja melakukan hal-hal kasar sebagai bentuk pemberontakan karena merasa tidak pernah diperhatikan oleh orang tuanya. Studi tersebut dilakukan dengan melihat reaksi anak ketika tengah makan bersama orang tuanya, namun orang tua mereka lebih asyik dengan gagdgetnya masing-masing.

    Ternyata, hasil studi itu menunjukkan bahwa anak bisa berlaku kasar atau memberontak ketika tidak berada dalam pengawasan orang tuanya yang tengah sibuk dengan telepon genggamnya. Ironisnya, sang ibu kerap merasa terlalu sibuk dengan gadget-nya sehingga tidak mengoreksi perbuatan memberontak dari anaknya tersebut. Walhasil, si anak merasa tidak apa-apa memberontak selama ibu tengah asyik dengan telepon genggamnya.

    "Anak belajar mengontrol emosi dari melihat reaksi orang tua jika mereka melakukan hal tertentu. Ketika mereka melihat ibu tidak peduli dengan tingkah mereka, maka anak akan belajar bahwa tindakan pemberontakan seperti ini memang boleh-boleh saja dilakukan," kata dokter anak spesialis tumbuh kembang anak di Boston Medical Center, Dr. Jenny Radesky.


  5. Anak merasa sedih, kesal, marah, dan kesepian

    Dalam buku berjudul the Big Disconnect, psikolog klinis Catherine Steiner-Adair mengungkapkan bahwa anak kerap merasa sedih, kesal, marah, dan kesepian ketika orang tuanya membagi perhatian kepada gadget saat menemani mereka bermain. Hal ini terungkap setelah sang psikolog melakukan survei terhadap 1.000 anak usia 4 hingga 8 tahun. Saking tidak sukanya mereka atas perilaku orang tua tersebut, anak-anak itu sampai merusak telepon genggam atau menyembunyikannya demi memenangi perhatian orang tua.

    Dalam buku ini memang tidak dijelaskan dampak negatif gadget jangka panjang bagi anak-anak tersebut. Namun, Catherine menggarisbawahi pesannya, yakni orang tua harus mengurangi frekuensi memegang gadget, terutama ketika sedang berada di dekat anak karena anak yang mendapat perhatian cukup dari orang tuanya terbukti memiliki peluang untuk menjadi orang sukses maupun mencapai target-target akademis lebih besar dibanding anak yang merasa berada di lingkungan minim perhatian orang tua.


Mengatasi Kecanduan Gadget

Sama seperti mengatasi kecanduan gadget pada anak, membuat orang tua lebih berkomitmen dalam mendampingi anak tanpa membagi fokus ke perangkat elektronik memang tidak mudah. Butuh kemauan keras dan konsistensi demi menghindarkan keluarga dari dampak negatif gadget.

Langkah pertama yang harus disiapkan orang tua untuk menghilangkan kebiasaan mengintip gadget saat bersama anak ialah membulatkan niat. Kemudian, ibu juga bisa menerapkan aturan screen time untuk diri sendiri dan menetapkan juga hukumannya bila ibu melanggar.

Simpan perangkat elektronik yang paling membuat ibu kecanduan, misalnya gadget, di tempat yang sulit dijangkau atau kalau perlu minta bantuan orang lain untuk menyembunyikannya. Lakukan langkah ini secara bertahap, misalnya hari pertama 'rehabilitasi' ibu hanya boleh menyentuh gadget selama 4 jam dalam satu hari, kemudian berkurang menjadi 3 jam dan seterusnya.

Nah, agar ibu tidak terus-terusan kepikiran gadget, ada baiknya untuk mengalihkan perhatian dengan melakukan hal-hal positif berikut ini.


  1. Melakukan kegiatan di luar ruangan

    Letakkan telepon genggam di lemari, kemudian pergilah ke taman dekat rumah bersama anak. Atau jika anak sudah bisa diajak berolahraga, tidak ada salahnya untuk beraktivitas bersama, misalnya jogging atau bersepeda. Aktivitas luar ruangan ini bukan hanya baik untuk mengalihkan pikiran ibu dari gadget, namun juga membuat fisik lebih bugar dan pikiran lebih segar.


  2. Membereskan rumah

    Mengerjakan pekerjaan rumah itu seperti tidak ada habisnya. Mulai dari menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci baju, sampai menyetrika dilakukan setiap hari. Itu belum termasuk mengerjakan hal-hal yang terlihat kecil seperti membereskan sepatu di lemari, mengelap debu di meja, ataupun membersihkan sarang laba-laba yang menempel di sudut ruangan. Intinya, banyak hal yang bisa membuat ibu tetap sibuk selain menghabiskan waktu dengan gadget.

    Jika anak sudah bisa diajarkan untuk menjadi mandiri, kegiatan bersih-bersih rumah ini juga bisa menjadi ajang bonding antara ibu dan anak. Ibu bisa meminta tolong anak untuk melakukan pekerjaan yang ringan seperti membereskan mainannya atau mengelap sepeda roda tiganya. Quality time, bukan?


  3. Batasi penggunaan media sosial dan aplikasi belanja

    Internet dan gadget tidak hanya memiliki sisi negatif, tetapi juga positif tergantung pola pemakaiannya. Media sosial, misalnya, menyediakan informasi terkini yang mungkin harus ibu ketahui agar tidak kudet alias kurang update.

    Contoh lain adalah ibu bisa gabung di komunitas online sesama ibu rumah tangga atau ibu menyusui untuk mendapatkan support system. Ibu juga bisa berbelanja kebutuhan rumah tangga secara online lewat aplikasi belanja yang biasanya menawarkan promo, diskon, maupun cashback yang bisa menghemat budget ibu.

    Hanya saja, ibu perlu membatasi pemakaian internet ini untuk menghindari dampak negatif gadget. Biasakan surfing di alam maya dengan memiliki tujuan, misalnya untuk belanja online. Setelah selesai belanja, ibu harus langsung menutup aplikasi dan tidak browsing barang lain maupun menambah durasi untuk melihat-lihat sosial media. Kalau perlu, matikan juga wifi atau paket data di telepon ibu.


  4. Baca buku

    Ini adalah saran klasik bagi orang tua yang ingin mengalihkan perhatian dari telepon genggam. Membaca butuh waktu dan konsentrasi yang cukup panjang sehingga cenderung hanya bisa dilakukan ketika anak sudah tidur atau menjelang tidur. Menariknya, ibu juga bisa membaca buku bersama anak sambil mengajarinya membaca atau mengenal warna maupun bentuk-bentuk tertentu.


  5. Membuat prakarya

    Tidak ada hal yang lebih menyenangkan dalam upaya melupakan gadget ketimbang melakukan banyak hal bersama anak, termasuk membuat prakarya. Ibu bisa membuat bingkai foto dari stik es krim atau membuat mobil-mobilan dari sendal jepit. Kegiatan ini bukan hanya mengeliminasi dampak negatif gadget terhadap anak maupun orang tua, namun juga menciptakan bonding yang lebih kuat antara ibu dan anak.


Ibu bukannya sama sekali tidak boleh menyentuh gadget selama bermain dengan anak. Tidak mengapa sesekali mengambil telepon genggam misalnya untuk berswafoto demi mengabadikan momen atau melakukan video call untuk memberi kabar kepada ayah mengenai keadaan anak-anak di rumah. Hanya saja, batasi interaksi antara ibu dengan gadget selama tengah  mengasuh anak untuk meminimalisir dampak negatif gadget bagi anak dan ibu sendiri.


(Asni / Dok. Freepik)