Keluarga

8 Ciri Pola Asuh Anak dari Orang Tua Millennial

8 Ciri Pola Asuh Anak dari Orang Tua Millennial

Orang tua kita dulu pasti sering geleng-geleng kepala dan bergumam, “Dasar anak zaman sekarang” saat melihat kelakuan kita yang adalah generaasi millennial. Generasi millennial cenderung lebih suka memilih menatap layar iPhone dibanding orang yang duduk di depan meja makan bersamanya. Orang tua kita mungkin berpikir, pola asuh anak seperti apa yang akan diterapkan oleh anak-anak ini ketika menjadi orang tua? Bisa nggak ya generasi millennial jadi orang tua yang baik?

Akhirnya hal ini sudah terjadi. Generasi millennial, yang dikenal sebagai orang-orang yang lahir antara tahun 1980-an hingga awal 2000-an kini sebagian besar telah menjadi orang tua. Satu dari 5 ibu jaman sekarang adalah generasi millennial, dan jumlah kita sekarang mencapai hampir 90 persen dari 1,5 juta ibu baru. Artinya ada sekitar 9 juta anak millennial yang membesarkan anak dan menerapkan pola asuh anak bergaya millennial.

Kebanyakan ibu millennial tidak mau mengaplikasikan pola asuh anak yang sama seperti cara kita dibesarkan. Saat menjadi orang tua, kita ingin menerapkan pola asuh anak di mana kita lebih terlibat di dalamnya. Kita tidak mau menerapkan helicopter parenting saat membesarkan anak.

Kita ingin menerapkan pola asuh anak yang berbeda di rumah. Kita ingin menjadi orang tua yang bebas dan tanpa batasan, tidak saklek harus membedong anak atau memberi si kecil pisang kerok sebagai makanan pertamanya. Tidak hanya itu, kita sebagai ibu millennial juga lebih cenderung menerapkan pola asuh anak yang modern.

   

Pola asuh anak yang terbentuk dari ciri orang tua millennial

Pola asuh anak yang diterapkan oleh generasi millenial sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri orang tua millennial. Apa saja ciri-cirinya?

  

  1. Orang tua millennial cerdas dan pintar

    Sebagian besar orang tua millennial memiliki gelar sarjana. Jauh lebih banyak dibanding generasi sebelumnya. Perempuan millennial dianggap telah menyamai level pria dalam hal pendidikan. Ini berarti ibu millennial punya latar belakang pendidikan yang baik. Ini tentunya sangat berpengaruh pada pola asuh anak yang mereka terapkan. Mereka tidak akan langsung percaya dengan mitos-mitos jaman dulu, tapi cenderung suka mempertanyakan segala sesuatu yang berhubungan dengan anaknya. Bahkan tak jarang, Ibu millennial suka melakukan research kecil-kecilan sebelum memenuhi kebutuhan anaknya.

        

  2. Orang tua millennial dibentuk oleh teknologi

    Generasi millennial identik dengan kemunculan internet, jadi tidak heran bila ibu millennial punya koneksi yang luas. Sebagian besar dari Ibu millennial punya 3 media sosial berbeda, seperti Instagram, Facebook, dan Twitter. Diikuti oleh LinkedIn dan YouTube. Sebagian besar dari kita menghabiskan waktu 17 jam seminggu berselancar di media sosial ini. Pola asuh anak yang diterapkan Ibu millennial juga sedikit banyak terpengaruh dari apa yang mereka temukan di media sosial.

        

  3. Orang tua millennial memiliki followers

    Sekitar 90 persen orang tua millennial membagikan informasi tentang barang yang mereka beli dan layanan yang mereka gunakan, mulai dari nama merek suatu barang, hingga layanan kesehatan serta investasi finansial. Selain itu, ibu millennial sering dimintai rekomendasi suatu produk oleh ibu-ibu lain. Ibu millennial cukup populer, rata-rata mereka punya 24 teman dekat. Ini tentu memberi pengaruh besar pada pola asuh anak yang mereka terapkan.

        

  4. Orang tua millennial tidak mau menjadi ibu sepanjang waktu

    “Me time” jadi hal yang sangat digembar-gemborkan ibu generasi millennial. Sebanyak 20 persen ibu millennial mengatakan kalau mereka bersedia membayar ART, babysitter, atau daycare untuk mendapat bantuan dalam merawat dan menerapkan pola asuh anak sehingga mereka bisa beristirahat sejenak dari kehidupan yang  sangat sibuk.

        

  5. Orang tua millennial melakukan banyak hal dengan cara berbeda dari orang tuanya

    Sebuah penelitian menemukan kalau generasi millennial berkomunikasi dengan orang tua sendiri melalui SMS. Sebagian besar dari kita juga lebih memilih mengirim undangan pesta ulang tahun melalui online. Kita juga tidak mau repot-repot mengirim kartu ucapan dengan tulisan tangan. Hal-hal tersebut jelas berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang tua kita dulu.

        

  6. Punya cara kreatif untuk dekat dengan komunitas

    Ibu millennial suka membangun hubungan dekat dengan komunitasnya dengan cara yang menarik, baik melalui blogging dan menulis berbagai artikel tentang pola asuh anak, misalnya kita pasti tidak akan ragu membagikan tulisan tentang susah-senang memiliki anak kembar. Kita juga suka menulis resep masakan keluarga di situs memasak atau membuka toko online untuk menjual produk kerajinan tangan buatan sendiri. Satu dari 5 ibu berhasil menulis blog dengan jumlah followers yang cukup banyak, dan lebih dari setengahnya berencana untuk memulai bisnis online sendiri.

        

  7. Orang tua millennial membiarkan anak membuat keputusan

    Saat menerapkan pola asuh anak, kita tidak segan mencoba metode yang kontroversial, seperti baby-led weaning, membiarkan anak laki mengenakan warna baju yang identik dengan warna perempuan, atau membiarkan anak perempuan memanjat pohon. Ibu dari generasi millennial lebih suka membiarkan anak memilih kesukaannya dan jalannya sendiri. Mereka memberi pilihan yang tidak mereka miliki sebelumnya.

        

  8. Menjadi stay-at-home moms

    Kebanyakan Ibu millennial ingin membesarkan anak dengan pola asuh anak yang kita inginkan. Kita senang bertanggung jawab atas kehidupan kita. Maka dari itu, 45 persen Ibu millennial memilih menjadi stay-at-home moms.

    

Bedanya pola asuh anak dari orang tua zaman dulu VS orang tua millennial

Tiap generasi memiliki pola asuh anak yang berbeda-beda. Meski tidak ada deskripsi atau pakem yang bisa menjelaskan pola asuh anak yang diterapkan tiap orang tua, tapi stereotype pola asuh anak dari orang tua di masa lalu mencakup:

  • Tahun 1950-an. Struktur keluarga terpusat pada orang dewasa. Anak jadi bagian dari keluarga tapi tidak jadi fokus dalam keluarga. Orang dewasa dan anak tinggal di kehidupan paralel. Tujuan orang tua berinteraksi dengan anak adalah untuk mendisiplinkannya dan memberi pelajaran hidup. Anak lebih sering dibiarkan bermain sendiri.

  • Tahun 1960-an. Masih lanjutan dari tahun 1950-an. Tapi orang tua di jaman ini lebih berpikir maju, lebih permissif, dan kreatif. Ini karena dunia jadi semakin terbuka, begitu juga sifat orang tua di masa ini.

  • Tahun 1970-an sampai 1980-an. Perceraian jadi hal yang makin umum di tahun ini dan wanita mulai tampak lazim untuk masuk ke dunia kerja. Anak juga mulai lebih bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan kebutuhannya. Jumlah Ibu konservatif yang selalu menunggu anak pulang sekolah di rumah jadi semakin berkurang.

  • Tahun 1990-an sampai 2000-an. Orang tua yang menerapkan helicopter parenting makin banyak. Banyak orang tua yang lebih terlibat dalam kehidupan anak, bahkan mulai dari pagi hari hingga waktu tidur.

Lalu, bagaimana pola asuh anak dari orang tua millennial bisa berbeda dari orang tua di generasi sebelumnya?

    

  1. Kaum millennial mengambil waktu lebih lama untuk mulai membangun keluarga

    Tidak jarang orang tua millennial menikah saat usianya di atas kepala 3 karena berbagai alasan, termasuk alasan finansial serta keputusan karir. Ini merupaka bukti kalau generasi millennial menunggu lebih lama untuk punya anak dibanding generasi sebelum mereka. Ini juga mungkin terjadi karena kemudahan akses untuk menggunakan alat kontrasepsi, serta kesadaran untuk memilih kapan memulai keluarga. Di tahun 2015, rata-rata usia wanita yang memiliki bayi pertama adalah 28 tahun. Jika dibandingkan dengan tahun 1990, rata-rata ibu punya anak pertama saat usianya 25 tahun.

        

  2. Orang tua banyak sharing di media sosial

    Media sosial telah jadi bagian hidup semua orang, termasuk orang tua millennial. Sebagian besar dari kita pasti membagikan foto-foto pribadi, seperti foto USG pertama atau foto hari pertama anak masuk sekolah. Mulai tahun 2010, sebagian besar orang tua millennial tidak sungkan membagikan kehidupan anak secara online.

    Sebanyak 81 persen orang tua millennial meng-upload foto anak di media sosial. Blog tentang parenting atau pola asuh anak yang bermula di awal tahun 2000-an, kini semakin mudah ditemukan dimana-mana. Topiknya pun sangat bervariasi, mulai dari pola asuh anak zaman sekarang, pengalaman co-sleeping, sampai travelling keluarga.

    Orang tua millennial juga menggunakan media sosial sebagai cara untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Padahal generasi sebelum kita biasanya menggunakan telepon untuk berkomunikasi dengan keluarga yang jauh dan juga mengirim foto lewat pos.

        

  3. Memilih nama anak yang unik

    Orang tua di era sebelumnya lebih suka memilih nama anak yang umum dan mudah diingat agar anaknya bisa membaur dengan anak lain. Tapi ini berbeda di jaman sekarang. Nama-nama anak jaman sekarang sangat unik dan tidak biasa. Generasi millennial memang suka melakukan segala sesuatu dengan cara mereka, termasuk mencari nama yang tidak biasa, unik, dan tidak pernah didengar sebelumnya. Bahkan tidak jarang orang lain bingung mengira-ngira apakah si anak berjenis kelamin laki-laki atau perempuan saat mendengar namanya.

        

  4. Bekal untuk menjadi orang tua

    Orang tua millennial punya banyak sumber yang bisa diandalkan untuk mendapatkan tips menjadi orang tua. Ini berkat adanya internet, media sosial, dan messenger. Fenomena ini jelas tidak seperti orang tua kita yang selalu mengandalkan para ahli atau orang tuanya sendiri untuk meminta saran yang berhubungan dengan anaknya.

    Generasi millennial lebih pandai mencari orang-orang yang ahli dalam hal parenting atau pola asuh anak. Memang jaman sekarang ada banyak saran-saran tentang parenting atau pola asuh anak yang bisa kita baca, tapi berkat kecerdasan generasi millennial, kita mampu memilih saran parenting atau pola asuh anak yang mana yang berhasil diterapkan ke anak dan mana yang tidak.

    Kita punya banyak ilmu pengetahuan dan bekal untuk memebsarkan si kecil. Kita mendapatkan bekal itu dari mana-mana, mulai dari page komunitas di Facebook, hashtag Instagram dan banyak lagi.

        

  5. Lebih banyak waktu untuk keluarga

    Mungkin yang satu ini terkesan tidak masuk akal, 46 persen orang tua millennial di tahun 2010-an, baik Ayah atau Ibu sama-sama bekerja. Jumlah ini lebih banyak dibanding orang tua tahun 1970-an di mana hanya 31 persen pasangan orang tua yang kondisinya sama-sama bekerja. Tapi uniknya, orang tua millennial menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya dibanding generasi sebelumnya.

    Ayah millennial menghabiskan lebih banyak waktu, 59 menit sehari, bersama anak. Ini jauh lebih lama dibandingkan waktu yang Ayah habiskan bersama anak di 1960-an. Di tahun tersebut, mereka rata-rata hanya menghabiskan 16 menit sehari bersama anak.

    Orang tua millennial memang lebih banyak yang berkomitmen untuk menerapkan jadwal aktivitas anak yang terstruktur. Ini berarti orang tua bisa lebih sering bersama anak, mulai dari mendampingi baby class atau menemani anak mengikuti kegiatan tambahan lain di luar jam sekolah.

    Jumlah orang tua yang bekerja di rumah juga lebih banyak dari dulu. Dengan kondisi ini, orang tua bisa lebih terlibat dalam aktivitas sekolah anak. Itulah kenapa orang tua millennial bisa lebih fokus ke anaknya dibandingkan orang tua di dekade sebelumnya.

    

Cara generasi millennial menerapkan pola asuh anak saat menjadi orang tua

Orang tua millennial berkomitmen menerapkan pola asuh anak yang sesuai dengan keinginan mereka dan memberikan masa kanak-kanak terbaik untuk buah hati mereka. Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi pola asuh anak dari orang tua millennial:

    

  1. Bersikap dan berpikir lebih terbuka

    Orang tua millennial bersikap terbuka dan menyadari tidak ada satu cara saklek untuk membesarkan anak. Banyaknya buku yang membahas parenting atau pola asuh anak serta merajalelanya internet memberi kita pengetahuan mengenai berbagai metode pola asuh anak yang berbeda-beda.

        

  2. Bermanuver di media sosial

    Meski generasi millennial sering meragukan kemampuan dirinya, kita tidak segan memperbaiki hal-hal yang salah dalam hidupnya. Kita menggunakan teknologi untuk memperbaiki pola asuh anak yang kita terapkan. Sebagai orang tua millennial kita sering mencari saran, support, serta berbagi pengalaman dengan ibu-ibu yang lain memalu media sosial, blog, atau forum online.

        

  3. Merangkul norma yang berubah

    Pola asuh anak yang diterapkan oleh generasi millennial cenderung team-oriented. Selain itu, kita juga lebih bersikap netral terhadap gender dibanding generasi sebelumnya. Sebanyak 50 persen orang tua millennial memilih mainan dengan gender yang netral dibanding generasi sebelumnya.

        

  4. Refleksi diri dan meminta pendapat

    Orang tua millennial dididik dengan pola asuh anak helicopter parenting oleh orang tuanya. Tapi kita tidak serta merta menerapkan pola asuh anak tersebut ke anak kita sendiri. Sebagian besar dari kita menerapkan pola asuh anak melalui pendekatan yang rileks dan responsif. Orang tua millennial memberi anak ruang untuk tumbuh dan belajar mandiri. Orang tua millennial juga tidak ragu meminta pendapat anak sebagai masukan dalam membuat keputusan.

    

Fakta mengejutkan tentang pola asuh anak dari orang tua millennial

Generasi millennial saat ini menjadi kelompok mayoritas yang memiliki bayi. Mereka membesarkan dengan pola asuh anak yang sedikit berbeda. Berikut beberapa fakta mengejutkan tentang ibu millennial:

    

  1. Mengakhiri “mommy war”

    Ibu millennial menghabiskan waktu lebih banyak di dunia maya dibanding generasi sebelumnya, tapi sebagian besar dari mereka tidak terlibat dalam mommy war di dunia maya yang sering terjadi belakngan ini.

    Banyak Ibu millennial yang punya cara pandang berbeda tentang pola asuh anak dan cara membesarkan anak. Sebagian besar dari Ibu millennial lebih fleksibel dan sering berkomentar “Lakukanlah apapun yang cocok untukmu” saat topik-topik sensitif mulai didebatkan, seperti topik ibu bekerja vs ibu rumah tangga, menyusui anak vs memberi susu lewat botol, dan topik lainnya.

        

  2. Pengeluaran lebih besar untuk bayi

    Semua orang tua pasti kesulitan mencari pemasukan untuk membesarkan anak, tapi ibu millennial mengalami kesulitan finansial yang lebih besar. Ini karena gajinya rendah, tapi biaya membesarkan anak sangat tinggi. Oleh karena itu, banyak ibu millennial yang melakukan banyak riset sebelum membuat keputusan untuk membeli sesuatu. Mereka tidak segan mencari tahu info harga di dunia maya sebelum membeli barang di toko.

        

  3. Tinggal lebih dekat dengan kakek-nenek

    Meski ibu millennial sering berselancar di dunia maya, tapi untuk urusan kakek nenek, mereka lebih memilih untuk bertemu langsung. Para ahli mengatakan generasi millennial kemungkinan besar mampu membesarkan anak yang dekat dengan keluarga besarnya dibanding ibu-ibu dari generasi sebelumnya. Bahkan banyak orang tua millennial yang sengaja tinggal berdekatan dengan orang tuanya.

        

  4. Anak mendominasi waktu luang ibu

    Lebih dari 70 persen ibu millennial mengatakan kalau anak mereka menyita waktu luang mereka. Dengan kata lain, ibu-ibu ini sangat membutuhkan waktu untuk bisa sendirian.

        

  5. Meniru orang tua

    Meski banyak generasi X memberontak dan tidak suka dengan cara mereka dibesarkan, banyak orang tua millennial mengikuti jejak pola asuh anak dari orang tuanya. Sebanyak 50 persen orang mengakui kalau mereka membesarkan anak dengan cara mereka dibesarkan.

        

  6. Tidak materialistis

    Orang tua millennial tidak mau membeli barang yang lebih baik, lebih banyak, dan lebih besar. Sebaliknya, survey menunjukkan 82 persen generasi millennial ingin anaknya tahu kalau mereka tidak perlu materi untuk merasa bahagia. Ini adalah satu hal yang sangat baik karena ibu millennial berusaha membuat anak mereka tidak manja.

        

  7. Khawatir tentang vaksin

    Menurut sebuah riset, orang tua millennial yang anti vaksin jumlahnya cukup mengejutkan, dibandingkan dengan generasi orang tua sebelumnya. 1 dari 5 orang Amerika usia 18 sampai 29 tahun meyakini kalau vaksin bisa menyebabkan autisme, meski kenyataannya tidak seperti itu.

(Ismawati)