Keluarga

Cara Menghibur Kerabat Setelah Mengalami Keguguran

Cara Menghibur Kerabat Setelah Mengalami Keguguran

Bagi pasangan yang mendamba hadirnya buah hati, keguguran bisa menjadi hal yang paling ditakutkan. Pun, bagi calon ibu yang bukan pertama kalinya mengandung, kehilangan seorang calon anak dapat menjadi sangat menyedihkan.

Tak heran, penelitian yang dimuat dalam NCBI (database penelitian tentang kesehatan dan bioteknologi di AS) menunjukkan bahwa 20% dari Ibu yang mengalami keguguran menunjukkan gejala depresi dan atau kecemasan yang berlangsung antara 1 hingga 3 tahun. Keguguran yang dialami oleh wanita yang merencanakan kehamilan, pernah mengalami keguguran sebelumnya, mempunyai masalah kesuburan, serta tidak memiliki dukungan moral dari lingkungan sekitar  lebih berisiko menyebabkan depresi.

Meskipun secara global kemungkinan ibu hamil berusia di bawah 35 tahun mengalami keguguran berkisar di angka 10%-12% dan secara nasional “hanya” sekitar 4% (data Kementerian Kesehatan tahun 2010), setidaknya ada satu kerabat Ibu yang mengalami keguguran. Bukan tidak mungkin, mereka adalah saudara atau teman dekat Ibu sendiri.

Mengungkapkan rasa dukacita tentu menjadi suatu keharusan, namun menghibur mereka setelah mengalami keguguran tidak semudah yang dibayangkan. Bingung harus mengucapkan apa, takut salah memilih kata, atau malah khawatir dianggap tidak mampu berempati bisa membuat Ibu memilih untuk membiarkan kesedihan mereka pulih dengan sendirinya.

Padahal, post traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma kebanyakan baru muncul 3 bulan setelah mengalami keguguran. PTSD ini berupa serangan panik yang dipicu oleh trauma saat kehilangan calon bayi. Saat mengalaminya, kilas balik memori saat terjadinya keguguran tidak dapat hilang.

Menjauhkan diri dari hal-hal yang mengingatkan akan kejadian traumatis tersebut sering ditempuh ketika ingatan akan peristiwa keguguran muncul, termasuk menjauh dari keluarga dan teman. Di sinilah pentingnya menghibur kerabat setelah mengalami keguguran.  

Lalu, bagaimana cara yang tepat untuk memberi dukungan moral pada teman dan saudara setelah mengalami keguguran? 

Ada beberapa kalimat yang bisa Ibu katakan untuk menenangkan kerabat menurut Dr. Jessica Zucker, psikolog klinis yang menangani kesehatan mental ibu:


  1. “Aku turut berduka cita.”

    Kalimat ini memang sederhana dan to the point. Setelah mengalami keguguran, teman Ibu mungkin tidak ingin mendengar terlalu banyak hal, apalagi nasihat. Jadi, kalimat duka cita saja sudah cukup. Kalimat sederhana, menurut Zucker, juga menyiratkan rasa empati yang lebih dalam dan membuka lebih banyak ruang untuk koneksi batin.

  2. “Kamu nggak sendiri. Aku ada di sini kalau kamu butuh aku.”

    Dalam beberapa situasi, perasaan terasing atau sendiri kerap muncul setelah mengalami keguguran, terlepas dari banyaknya orang yang ada di sekelilingnya. Ibu bisa menawarkan diri untuk menemani, meskipun itu hanya memberikan pelukan dan mendengar tangisnya.

  3. “Aku kepikiran kamu. Gimana kondisimu sekarang?”

    Mengingat gejala trauma baru muncul beberapa bulan setelah mengalami keguguran, Ibu bisa menanyakan kabarnya untuk mengetahui bagaimana kondisinya. Bisa jadi, orang-orang di sekitarnya tidak ada yang sadar bahwa ia sedang merasa “tidak baik-baik saja” dan membutuhkan teman bicara.

  4. “Apapun perasaanmu sekarang, kamu harus tahu kalau kamu hebat, kamu luar biasa.”

    Riset menunjukkan bahwa wanita cenderung menyalahkan diri sendiri setelah mengalami keguguran, serta merasa bersalah dan malu. Menyatakan bahwa mereka hebat dengan segala perjuangannya saat mengandung dan usaha untuk memiliki keturunan, Ibu bisa membangkitkan kembali perasaan berharga dalam diri mereka.

  5. “Kita nggak tahu kapan luka ini akan pulih. Tapi, kamu tahu kan, kalau aku selalu ada kapanpun kamu ingin cerita.”

    Tidak ada teori yang mengatakan bahwa duka akan pulih dalam sekian bulan atau tahun. Jadi, daripada mengatakan suatu saat nanti ia dapat mengatasi rasa kehilangan ini, sebaiknya katakan bahwa kapanpun ia membutuhkan, Ibu akan selalu ada untuk mendengar keluhnya, atau malah menemaninya bersenang-senang untuk melupakan kesedihannya.


Jangan Katakan Ini ke Ibu yang Baru Mengalami Keguguran

Banyak situasi yang membuat Ibu bingung harus berkata apa ketika teman atau saudara menerima kabar duka. Kebingungan ini – ditambah dengan perasaan ingin menghibur – rentan membuat Ibu mengucapkan hal yang sebetulnya baik, namun dapat melukai perasaan teman setelah mengalami keguguran. Misalnya:

  1. “Ini sudah takdir.”

    Ibu mungkin bermaksud baik dengan kalimat ini mengingat hampir semua orang Indonesia memiliki agama. Namun, mengatakan kalimat tersebut menurut Dr. Zucker seolah menyederhanakan peristiwa keguguran itu sendiri. Padahal, mereka yang mengalaminya merasakan beratnya menjalani hidup setelah mengalami keguguran.

  2. “Lihat hikmahnya.”

    Setiap duka cita pasti membutuhkan waktu untuk pulih. Mengajak atau meminta untuk melihat hikmah setelah mengalami keguguran bukanlah hal yang bijak, seolah mereka diminta untuk bersegera menghadapi luka kehilangan tersebut. Biarkan saja mereka menjalani kesedihan terlebih dahulu hingga mereka merasa ini saatnya untuk melangkah lagi.

  3. “Perasanmu pasti hancur sekali...”

    Mengatakan kalimat ini seolah menunjukkan bahwa semua orang tahu bahwa teman Ibu merasa hancur. Daripada membuatnya semakin merasa terpuruk dengan pembenaran semacam ini, lebih baik dengarkan apa yang ingin ia ceritakan atau tanyakan bagaimana perasaannya.

  4. “Seenggaknya kamu jadi tahu kamu bisa hamil.”

    Kalimat semacam ini mungkin terlihat seperti menghibur, namun hal ini tetap terasa kurang pantas diucapkan setelah siapapun mengalami keguguran. Pertama, tidak ada yang bisa menjamin bahwa setelah keguguran ini akan terjadi kehamilan lagi. Yang kedua, kehilangan tetaplah sesuatu yang luar biasa berat, dimana kata "setidaknya" tidak mampu mengembalikan siapapun yang telah tiada. 

  5. “Kamu nggak keliatan seperti habis keguguran.”

    Ibu bertemu dengan teman Ibu beberapa bulan kemudian saat tubuhnya sudah kembali ramping, dan terlihat sehat jiwa raga. Sebaik apapun ia terlihat pada saat itu, hindari mengaitkan hal tersebut dengan peristiwa keguguran hanya dengan tujuan membuatnya merasa lebih baik (padahal sebaliknya).

    Hal itu bisa mengingatkannya bahwa ia pernah hamil dan mungkin ia ingin sekali kembali hamil, namun belum bisa. Jadi, sebelum mengucapkan sesuatu, pikirkan masak-masak apa tujuannya, sedekat apapun hubungan Ibu dengan teman tersebut.

  6. “Kamu masih muda, masih ada kesempatan untuk mencoba lagi”

    Kalimat ini memang memberi harapan, namun tidak ada yang mengetahui bagaimana usaha dan pengorbanan untuk memperoleh seorang bayi, terlepas dari usianya. Ada yang tinggal jarak jauh dengan suami, ada yang hamil baru di tahun ke sekian pernikahan, ada pula yang rela mengundurkan diri dari pekerjaan untuk mencapai kondisi prakonsepsi yang prima. Jadi, hindari menyederhanakan proses hamil hanya karena masalah usia.

  7. “Untungnya belum berbentuk bayi, kan..”

    Dalam situs kesehatan Mayo Clinic disebutkan bahwa seseorang dikatakan mengalami keguguran jika janin meninggal sebelum usia kehamilan 20 minggu.  Penyebab umumnya adalah kondisi dimana janin tidak berkembang sebagaimana mestinya. Meskipun belum berbentuk bayi, bukan berarti hal tersebut bisa disyukuri. Seorang ibu langsung memiliki koneksi batin dengan janin tepat ketika ia mengetahui ia hamil. Jadi, hindari mengucapkan kalimat di atas.

  8. “Seenggaknya kamu masih punya anak yang lain”

    Setiap kehamilan adalah harapan, terlepas dari kehamilan ke berapa yang sedang dijalani. Tidak hanya sang ibu, kabar gembira tentang akan bertambahnya anggota keluarga bisa menjadi harapan juga bagi calon ayah dan calon kakak. Sehingga, duka yang muncul setelah mengalami keguguran bisa dirasakan seluruh anggota keluarga, termasuk “anak yang lain”. Sehingga, memiliki anak lain bukanlah pelipur lara, namun bisa jadi duka yang berlipat ganda.

Jangan lupakan perasaan suami 

Meskipun istri yang mengalami keguguran, suami juga tidak kalah terpukul. Sayangnya, laki-laki memang bukan makhluk yang mampu menunjukkan perasaan secara jelas. Budaya juga membuat laki-laki seolah tabu untuk merasa sedih, takut, kecewa, apalagi sampai menangis. Karena itulah, istri yang lebih banyak menerima perhatian setelah mengalami keguguran. 

Dengan pertimbangan ini, Ibu bisa turut mengungkapkan ucapan dukacita pada pihak suami, tentunya dengan etika yang sama seperti saat mengungkapkan pada sang istri. Ucapan “Aku turut berduka cita” sudah bisa menyampaikan empati Ibu. Jika bingung harus berkata apa, ungkapkan saja dengan jujur, “Aku tidak tahu harus bilang apa, tapi aku turut berduka.”

Mengingat laki-laki terkadang tidak sesensitif wanita, Ibu bisa memberitahu suami Ibu untuk menghindari kelakar yang kurang pantas, meskipun hal tersebut bermaksud menghibur. 
Jadi, ingat selalu bahwa setelah mengalami keguguran, seseorang membutuhkan waktu untuk memulihkan luka.

Setelahnya, Ibu bisa menawarkan bantuan dengan tulus. Namun, jika Ibu merasa keguguran tersebut membawa dampak serius secara psikologis, Ibu bisa membantu teman Ibu untuk berkonsultasi pada konselor atau psikolog.

(Menur)