Kesehatan

Waduh! Pubertas Dini Pada Anak, Bahaya Nggak, Ya?

Waduh! Pubertas Dini Pada Anak, Bahaya Nggak, Ya?

Ketika anak mulai beranjak remaja, salah satu ciri yang paling khas adalah munculnya berbagai tanda pubertas. Mulai dari perubahan fisik, hingga moodnya yang jadi tidak stabil akibat perubahan hormon dari anak-anak menuju remaja.

Bagi sebagai orang tua, menghadapi anak yang sedang dalam fase ini, memang cukup menantang. Apalagi seiring dengan perkembangan zaman, seringkali kita temukan adanya anak yang mengalami pubertas dini.

Biasanya ditandai dengan payudara mulai membesar pada anak perempuan, menstruasi lebih awal, atau ukuran testis yang membesar pada anak laki-laki.

Jika hal ini terjadi sebelum si kecil berusia 8 tahun, bisa jadi si kecil tergolong mengalami pubertas dini yang patut diwaspadai oleh orang tua. Tapi, Parents nggak perlu khawatir ya!

Yuk, kita simak terlebih dahulu ulasan mengenai pubertasi dini pada anak, yang sudah dirangkum dalam Instagram Live Ibupedia bersama dr. Dinar Handayani Asri Hariadi, SpA, yang merupakan dokter Spesialis Anak dari Rumah Sakit Sari Asih, Ciputat, berikut ini!

Tanda pubertas pada anak laki-laki dan perempuan


Sebelum membahas mengenai tanda pubertas pada anak laki-laki dan perempuan, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu mengenai apa itu pubertas ya, Bu. Nah, dijelaskan oleh dokter Dinar, pubertas merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa.

Hal ini ditandai dengan adanya 3 perubahan besar mulai dari fisik, biologi dan psikisnya. Beberapa tanda pubertas pada anak perempuan yang paling khas adalah, munculnya bukit payudara kecil di sekitar areola.

Sementara pada anak laki-laki, biasanya ditandai dengan volume buah zakar yang lebih dari 4 ml. Lalu kapan biasanya anak mengalami pubertas?

Dokter Dinar menambahkan, biasanya pubertas pada anak laki-laki cenderung lebih terlambat dibanding anak perempuan. Di mana anak perempuan mengalami pubertas di rentang usia 8-13 tahun, sementara anak laki-laki mulai dari 9-13 tahun.

Jadi, ketika anak mulai mengalami mimpi basah atau menstruasi tidak berarti menjadi tanda awal anak mengalami pubertas. Biasanya hal ini justru menandakan akhir dan pubertas pada anak. Untuk tanda pubertas pada anak yang paling umum adalah:

Tanda pubertas anak perempuan

  • Muncul bukit payudara
  • Muncul rambut pubis di area kemaluan
  • Growth spurt atau kecepatan tumbuh kembang yang lebih cepat dibandingkan dengan usianya kelompoknya
  • Kemudian diakhiri dengan menstruasi.

Tanda pubertas anak laki-laki

  • Volume buah zakar lebih dari 4 ml
  • Muncul rambut pubis di area kemaluan
  • Growth spurt
  • Kemudian diakhiri dengan mimpi basah.

Sehingga, pubertas dini pada anak perempuan bisa dikatakan terjadi pada usia kurang dari 8 tahun. Sementara pada anak laki-laki kurang dari usia 9 tahun.

Penyebab pubertas dini pada anak


Menurut dokter Dinar, secara umum ada 2 faktor yang menjadi penyebab pubertas dini pada anak yakni pada sistem sentral (permasalahan pada sistem saraf pusat) atau sekunder/perifer (tidak terjadi kerusakan di otak, tapi di organ genital bagian dalam. Nah penyebabnya sendiri juga beragam.

Mulai dari, tidak terbentuknya kelenjar, faktor eksogen akibat paparan hormon yang berlebih ataupun akibat penyakit kronis hingga penggunaan obat-obatan tertentu. Aktivitas atau lifestyle anak yang kurang baik, sedikit banyak juga bisa memengaruhi perubahan hormon yang mengakibatkan anak mengalami pubertas dini.

Menurut dokter Dinar, pubertas dini pada anak jelas memiliki dampak yang wajib diwaspadai. Sebagai tambahan informasi, anak-anak biasanya akan mengalami kenaikan tinggi badan sekitar 9 cm per tahun. Ketika mereka mengalami pubertas dini, maka hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi badannya.

Jika pada anak perempuan khususnya, biasanya ia akan mengalami pertumbuhan tinggi badan yang stuck dan perawakan yang pendek, dibanding kelompok usianya. Padahal jika ia tidak mengalami pubertas dini, di akhir pubertas bisa kembali tumbuh tinggi beberapa sentimeter lagi.

Hal ini juga seringkali mengakibatkan anak jadi kurang percaya diri dan kerap menarik diri dalam lingkungan. Namun, nggak perlu khawatir ya Bu, sebab pubertas dini anak perempuan tidak selalu mengakibatkan ia akan mengalami menopouse dini di kemudian hari.

Semua ini tergantung dari faktor apa yang memengaruhi dan membuatnya mengalami pubertas dini, terutama terkait faktor gangguan hormonal.

Cara mencegah pubertas dini


Hal utama yang perlu diperhatikan orang tua untuk mencegah pubertas dini pada anak adalah, wajib selalu memperhatikan tumbuh kembang anak setiap hari meliputi:

  • Kontrol pertumbuhan anak setiap bulan ke dokter anak
  • Memperhatikan tanda seks sekunder
  • Jalin komunikasi yang efektif dengan anak. Supaya si kecil jadi sosok yang terbuka dengan orang tua dan tidak takut mengungkapkan perasaannya
  • Menerapkan gaya hidup sehat
  • Rutin melakukan aktivitas fisik agar tubuhnya tetap bugar
  • Menjaga pola makan sehat.

Ketika anak sudah mengalami pubertas dini


Nggak perlu panik ya, Bu! Menurut dokter Dinar, hal utama yang perlu Ibu lakukan ketika si kecil mulai mengalami tanda-tanda pubertas dini adalah, segera kontrol ke dokter spesialis anak umum atau subendokrinolgi anak. Tujuannya supaya dokter bisa mencari tahu apa penyebab anak mengalami pubertas dini.

Ketika penyebabnya bisa dicegah dengan terapi, maka hal ini harus segera dihentikan. Supaya di kecil bisa tetap mencapai tumbuh kembang yang optimal.

Namun, dokter Dinar menambahkan bahwa mengingat pubertas dini merupakan penyakit hormonal, maka terapinya sendiri akan memakan waktu yang cukup lama. Jadi, orang tua diharapkan bisa lebih sabar dalam mendampingi anak-anaknya.

Kurang lebih, terapi ini akan dilakukan tiap dua minggu atau satu bulan sekali. Di mana nantinya si kecil akan diterapi dengan pemberian obat-obatan, kemudian akan dilihat bagaimana perubahan hormonnya, apakah ada efeknya atau tidak dan lain sebagainya.

Nah, untuk itu orang tua wajib mengenali apa saja tanda pubertas dini pada anak. Kalau sudah ada satu tanda yang dicurigai, maka Ibu wajib waspada dan segera konsultasikan hal ini ke dokter ya!