Ibupedia

Waspadai & Perangi Polio dengan Pemberian Vaksin OPV dan IPV

Waspadai & Perangi Polio dengan Pemberian Vaksin OPV dan IPV
Waspadai & Perangi Polio dengan Pemberian Vaksin OPV dan IPV

Ketepatan pemberian vaksin OPV dan IPV jadi perhatian lagi setelah ditemukannya kasus polio di Aceh November 2022 lalu. Bagaimana tidak, munculnya kasus polio aktif setelah lebih dari 15 tahun dari ditemukannya kasus polio terakhir di Aceh ini cukup membuat pemerintah merasa kecolongan.

Faktanya juga penderita polio ini tidak memiliki riwayat vaksinasi terutama polio, baik vaksin OPV maupun IPV, serta tidak menerapkan perilaku hidup bersih.

Sejauh mana vaksin polio bisa melindungi anak-anak dari mulai ditemukannya kasus polio aktif bertahun-tahun yang lalu? Lantas, apa perbedaan vaksin OPV dan IPV yang biasanya diberikan pada anak saat imunisasi?

Polio dari masa ke masa


Sebenarnya, dengan maraknya kasus polio di seluruh dunia, Indonesia sendiri mulai memasukkan program vaksinasi polio sejak 1982. Namun karena penyebarannya yang belum 100% merata, masih muncul kasus polio hingga tahun 1995.

Melansir dari artikel yang diterbitkan Kementerian Kesehatan tentang Eradikasi Polio dan IPV, dituliskan juga sejarah polio dan vaksinasi polio di dalamnya. Sebagai langkah penggalakan vaksinasi polio, pemerintah mengadakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di tahun 1995 tersebut dan berhasil memutus mata rantai penyebaran polio. 

aksin polio yang digunakan saat itu adalah vaksin polio oral atau yang disebut dengan OPV. Vaksin ini merupakan vaksin polio trivalent untuk mengatasi polio tipe 1, 2, dan 3.

Berdasarkan penelitian di tahun 2017, seiring berkembangnya waktu, tidak lagi ditemukan kasus polio tipe 2 sejak 1999, sehingga pada 2016 vaksin OPV diganti menjadi bivalen, yaitu untuk mencegah polio tipe 1 dan 3. Namun, karena masih ada kemungkinan penularan polio 2, maka bayi dan balita yang sudah menerima OPV masih perlu diberi IPV sebagai bentuk pertahanan terhadap ketiga tipe polio.

Ada pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam penggunaan vaksin OPV dan IPV ini. Kebanyakan negara berkembang memilih menggunakan OPV daripada IPV, atau menggunakan lebih banyak dosis OPV dibanding IPV.

Vaksin OPV dan IPV

1. OPV


Vaksin OPV adalah singkatan dari Oral Polio Vaccine atau dijelaskan sebagai vaksin polio yang diberikan secara oral. Pemberiannya diteteskan lewat mulut bayi. Melansir dari jadwal imunisasi IDAI 2020, vaksin OPV diberikan saat bayi lahir, usia 2, 3, 4, dan 18 bulan. Vaksin yang dianjurkan adalah bOPV atau bivalen OPV.

OPV sendiri berasal dari virus polio yang dilemahkan. Artinya virus di dalam vaksin merupakan virus hidup. Harga yang terjangkau dan pemberian yang mudah membuat vaksin OPV masih jadi pilihan negara berkembang untuk mencegah polio.

Meski begitu, masih ada kemungkinan penularan dari virus hidup yang ada pada feses. Inilah mengapa polio juga terkoneksi dengan perilaku hidup bersih. Penularannya melalui feses. Bahkan virus juga bisa bermutasi menjadi ganas kembali.

Namun sisi positifnya, vaksin OPV dapat memberikan kekebalan humoral seumur hidup. Kekebalan humoral merupakan sistem tubuh membentuk antibodi untuk menyerang virus yang menjangkit tubuh.

2. IPV


Vaksin IPV adalah vaksin polio yang berasal dari virus yang dilumpuhkan dan diberikan secara injeksi ke tubuh anak di lengan atau paha. Vaksin ini dirasa lebih efektif sehingga sudah digunakan di Negara maju dengan meniadakan sama sekali pemberian OPV.

Dilansir dari Center for Disease Control and Prevention (CDC), OPV sudah tidak lagi digunakan di Amerika Serikat, meski masih digunakan di beberapa negara. Berdasarkan anjuran pemberian terbaru vaksin IPV di Jadwal Imunisasi IDAI 2020, IPV sebaiknya diberikan 2 kali sebelum anak berusia 1 tahun. Banyak orang tua kebingungan dengan jadwal ini. 

 Karena biasanya IPV diberikan di usia 4 bulan dan diulang di usia 18 bulan. Vaksin polio diberikan saat lahir, usia 2, 3, 4 bulan dan 18 bulan. Jika berdasar pada jadwal imunisasi terbaru tersebut, maka anjuran pemberiannya bisa menggunakan jadwal pemberian vaksin IPV berikut:

  • Saat lahir: OPV
  • Usia 2 bulan: IPV
  • Usia 3 bulan: IPV
  • Usia 4 bulan: OPV
  • Usia 18 bulan: booster.

Tapi jika bayi sudah terlanjur diberikan vaksin OPV di usia 2 dan 3 bulan, lalu mendapat IPV di bulan keempat, maka IPV keduanya bisa diberikan saat 18 bulan.

Manfaat vaksin IPV sendiri sama seperti vaksin lain pada umumnya. World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa, vaksin yang sudah masuk ke dalam tubuh akan menstimulasi imunitas tubuh untuk melakukan serangan terhadap pathogen yang masuk.

Pemberian dosis berulang akan melatih tubuh untuk menyerang virus yang masuk dengan membaca komponen serupa dalam vaksin. Sehingga, meski seseorang masih berpotensi diserang virus atau patogen, efek yang ditimbulkan tidak separah pada seseorang yang tidak divaksin.

Vaksin IPV memang cenderung lebih mahal dibanding OPV. Harga vaksin IPV berkisar antara Rp 300.000–Rp 400.000, sedangkan vaksin OPV hanya berkisar antara Rp 50.000–Rp 100.000.

Vaksin OPV dan IPV sendiri termasuk dalam vaksin yang disubsidi pemerintah. Sehingga pemberiannya gratis tanpa dipungut biaya di fasilitas kesehatan pemerintah seperti Puskesmas atau Rumah Sakit Umum.

Biasanya, usai pemberia vaksin OPV dan IPV akan timbul efek samping pada bayi atau anak seperti:

  • Demam
  • Rewel
  • Mual
  • Pusing
  • Nyeri dan atau kemerahan pada bekas suntikan.

Tapi ini akan segera mereda dalam 1-2 hari setelah pemberian vaksin. Pemberian vaksin OPV dan IPV sebaiknya dilakukan sesuai jadwal. Namun bila terlewat, masih bisa diupayakan mendapatkan vaksin dengan berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter.

Vaksin OPV dan IPV merupakan salah satu bentuk usaha dalam memerangi penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Sehingga vaksinasi ini layak diperjuangkan untuk melindungi anak-anak kita dari penyakit.

Editor: Aprilia