Balita

Jangan Paksa Anak Melakukan 5 Hal Ini, Bisa Memicu Depresi!

Jangan Paksa Anak Melakukan 5 Hal Ini, Bisa Memicu Depresi!

Sebagai orang tua, sebaiknya Ayah dan Ibu jangan paksa anak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. 

Tidak perlu mengelak, sebab biasanya hal ini bisa saja terjadi di luar kesadaran orang tua. Hampir sebagian besar orang tua bahkan mengklaim bahwa mereka bersikap demikian untuk kebaikan anaknya, sehingga bukan sekadar memaksa tanpa alasan. 

Padahal, kebiasaan tersebut memiliki dampak negatif pada perkembangan psikologis anak.

Dikutip dari Webmd, anak-anak yang berada di bawah tekanan atau paksaan orang tua, memiliki kecenderungan bersikap tertutup serta terlihat murung. 

Tidak sedikit bahkan yang kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Jika tidak segera mendapat pertolongan, maka anak akan merasa depresi

Oleh karena itu, jangan paksa anak melakukan hal-hal ini. Apa saja?

Jangan paksa anak untuk makan

Memaksa anak untuk makan memiliki efek jangka panjang, terutama memaksa anak untuk makan makanan yang tidak disukai. 

Mengatakan "satu suap lagi, ya?" mungkin terdengar sepele, tetapi sebenarnya menyimpan dampak negatif yang jarang disadari. Haruskah Ayah dan Ibu memaksa anak untuk makan? Jawaban singkatnya adalah tidak.

Anak akan makan saat mereka lapar dan berhenti saat mereka kenyang, meskipun hanya setelah beberapa suapan dan seringkali, porsinya menurut orang tua terlalu kecil. 

Hal ini dikarenakan dalam tubuh manusia terdapat sensor internal  yang mengatur tubuh dan mengirimkan sinyal ke otak untuk memperingatkan kapan mereka lapar, haus, dan kenyang. Sama seperti yang dirasakan orang dewasa, bukan?

Sekali lagi, jangan paksa anak untuk makan. Memaksa anak makan justru akan mematikan sensor internal pada tubuhnya, sehingga ia tidak tahu apa itu lapar dan kenyang. 

Di sisi lain, memaksa anak untuk selalu menghabiskan makanannya juga memicu dampak trauma psikologis.

Jangan paksa anak belajar

Pepatah mungkin mengatakan rajin pangkal pandai, tapi bukan berarti Ayah dan Ibu bisa memaksa anak untuk belajar. Alih-alih jadi pandai, anak yang belajar dengan suasana hati tertekan justru bisa depresi. Hal ini juga tidak akan memberi dampak positif pada prestasinya di sekolah.

Bagaimana jika memberikan kebebasan untuk anak dalam mengatur jadwal kegiatannya sehari-hari? 

Dengan begitu, anak tidak akan merasa dipaksa belajar oleh orang tuanya. Suasana belajar juga jadi jauh lebih menyenangkan jika anak belajar atas kemauannya sendiri.

Ayah dan Ibu bisa memberi dukungan agar anak mau belajar. Misalnya, matikan tv di jam anak belajar. Cobalah untuk menemaninya belajar, atau sekadar duduk di sampingnya sambil membaca buku. 

Memberi contoh belajar pada anak tentu lebih bermanfaat daripada memaksa anak agar mau belajar.

Jangan paksa anak meminta maaf

Anak-anak sering kali melakukan kesalahan, seperti tidak sengaja merusak mainan teman atau mengganggu teman yang sedang belajar. Sebagai orang tua tentu Ayah dan Ibu merasa wajar menyuruh anak meminta maaf. 

Tentu saja, anak akan mengucapkan kata maaf tanpa perlawanan. Namun, apakah mereka bersungguh-sungguh? Beberapa anak terlalu kecil untuk menyadari kesalahan dari perbuatannya dan tidak dapat memahami arti dari "Maafkan aku".

Memaksa anak untuk meminta maaf bukanlah ide yang bagus. Cara ini mungkin terlihat benar, tetapi justru bisa membuat anak tidak memahami dengan tepat arti dari kalimat yang diucapkan. 

Bahkan anak kesulitan mengetahui apa yang salah dari perbuatannya ketika ia dipaksa untuk meminta maaf.

Sebaiknya, Ayah dan Ibu memberi arahan sebab membangun empati adalah sebuah proses. Dengan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana tindakan anak bisa berdampak pada orang lain, maka anak pun akan memahami tujuan dari meminta maaf.

Jangan paksa anak untuk berbagi

Dikutip dari Very Well Family, memaksa anak untuk berbagi bisa menanamkan pemahaman yang keliru pada anak. Misalnya, Ayah dan Ibu harus membagi apapun yang diinginkan anak ketika ia memintanya. 

Padahal ini bukanlah pesan-pesan yang ingin disampaikan, namun sayangnya, ketika dipaksa untuk berbagi, seringkali pesan ini yang dapat diterima oleh anak-anak.

Mengajari anak untuk mau berbagi memang butuh proses. Ayah dan Ibu bisa memulainya dengan hal-hal sederhana, termasuk memberi contoh tentang berbagi itu sendiri. Misalnya, anak minta nonton kartun di televisi ketika Ibu tengah menonton tayangan berita. 

Katakan agar anak mau menunggu gilirannya setelah Ibu selesai. Dengan mengetahui 'aturan' ini maka definisi berbagi akan sedikit demi sedikit dipahami anak.

Jangan paksa anak agar mau mengalah

Mau berbagi, bukan berarti harus selalu mengalah. Semua harus dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi. Biasanya, hal ini sering dilakukan orang tua kepada anak sulungnya. 

Secara tidak disadari, Ayah dan Ibu sering berkata "ngalah sama adek, ya, Kak". Jika iya, jangan diteruskan. Kebiasaan memaksa anak agar mau mengalah berdampak buruk pada kondisi psikisnya.

Ketika anak dipaksa untuk mengalah, ia akan kesulitan dalam memahami perasaan diri sendiri. Ini karena ia dituntut untuk selalu lebih memperhatikan perasaan orang lain. 

Lebih lanjut, anak yang dipaksa untuk mengalah justru akan kehilangan kepercayaan diri sebab merasa kehadirannya tidak dihargai.

Jadi, mulai sekarang Ayah dan Ibu jangan paksa anak melakukan hal-hal yang sudah dijelaskan tadi. Dengan begitu, anak-anak bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakternya masing-masing. 

Sebagai orang tua, Ayah dan Ibu bisa memberikan contoh dalam melakukan kebiasaan baik sehingga anak akan meniru dengan sendirinya tanpa disuruh atau dipaksa.

Editor: Dwi Ratih