Keluarga

Kerap Terjadi Saat Bertengkar, Seperti Apa Hukum Pisah Ranjang?

Kerap Terjadi Saat Bertengkar, Seperti Apa Hukum Pisah Ranjang?

Tiap pernikahan nggak selalu berjalan mulus, layaknya seperti di film-film. Kata orang di 5 tahun pertama pernikahan, akan menjadi tahun yang cukup berat bagi pasangan suami-istri.

Ibumin pun merasakan hal ini, dan tak jarang pertengkaran kerap terjadi. Bahkan, sampai ada momen kekesalan yang mendalam dan berujung pada pisah ranjang.

Meski nggak berlangsung lama, namun Ibumin jadi penasaran nih, sebenarnya apa sih hukum pisah ranjang menurut pandangan agama? Karena tak dipungkiri, pisah ranjang mungkin seringkali terjadi ketika pasangan tengah bertengkar.

Agar lebih jelasnya, mari simak ulasan berikut mengenai hukum pisah ranjang, yuk!

Apa yang dimaksud dengan pisah ranjang


Dalam Islam sendiri, pisah ranjang seringkali disebut sebagai Al-Hijr yang berarti sikap seorang suami yang meninggalkan, memutus dan tidak melakukan interaksi apapun terhadap istri. Hal ini berlangsung selama 3 hari atau lebih.

Menurut Jurnal Hukum dan Syar’iah De Jure yang dilakukan oleh UIN Malang, Al-Hijr erat kaitannya dengan perkara Nusyuz. Baik yang dilakukan oleh suami maupun sang istri.

Tentunya Nusyuz ini mustahil tanpa didasari oleh syiqad yang berarti, pertengkaran antar suami-istri. Dalam penelitian ini, kebanyakan kasus perceraian dilakukan setelah suami atau istri melakukan Al-Hijr terlebih dahulu atas dasar, perselingkuhan, pertengkaran, perselisihan yang berkepanjangan, serta pengusiran oleh salah satu pihak.

Dalam agama Islam, sejatinya jika Nusyuz dilakukan oleh istri, maka dapat diselesaikan dengan 3 cara; memberi nasihat yang baik, memukul, dan melakukan Al-Hijr. Sayangnya kebanyakan kasus Al-Hijr di Indonesia, belum sesuai dengan hukum Islam, karena dilakukan tanpa batas waktu maksimal.

Namun, pisah ranjang seringkali jadi solusi sementara, apabila tujuannya untuk kebaikan. Hal ini pun tertuang firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui Qs. An-Nisa ayat 34 yang berbunyi:

‎رِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَ

Artinya: “Laki-laki itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang salehah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang) dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar,” (Qs. An-Nisa ayat 34).

Hukum pisah ranjang karena bertengkar


Benarkah hukum pisah ranjang, sama dengan bercerai? Yup! Ini mungkin jadi pertanyaan sejuta umat ya, Bu. Tapi, sebenarnya nggak sesepele itu, kok.

Menurut laman Hukum Online berdasarkan pasal 19 PP 9/1975 ada banyak sekali alasan perceraian yang dilakukan pasangan. Namun, nggak ada satupun alasan perceraian yang menyebutkan hukum pisah ranjang, sama dengan bercerai.

Meski begitu, hukum pisah ranjang sendiri dahulu memang pernah memiliki dasar hukumnya sendiri. Hal ini diatur dalam KUH Perdata, Pasal 66 UU Perkawinan.

Nah, walaupun hukum pisah ranjang sudah tidak berlaku lagi pasal-pasalnya, dalam persidangan baik di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Agama, kondisi ini digunakan oleh hakim sebagai indikator kondisi rumah tangga. Nantinya, hal ini akan diukur dan gugatan cerai pun bisa dilakukan.

Hukum pisah ranjang, ada batasannya


Tahukah Ibu? Ternyata dalam Islam, hukum pisah ranjang disarankan untuk dilakukan secara diam-diam, tanpa diketahui oleh orang lain, lho! Bahkan, hadist Syafi’i juga membatasi bahwa hukum pisah ranjang selama 3 hari, sangat tidak disarankan.

Hal ini tercantum dalam hadist riwayat muslim yang berbunyi:

‎م َ ِة أ ََلثَ ْو َق ثَ َخاهُ فَ َ ْن يَ ْه ُج َر أ َ َوََل يَ ِح ُّل ِل ُم ْسِلٍم أ

Artinya: "Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya di atas tiga hari."

Sementara itu, jika mengutip dari Republika Online Su`aad Salih, yang merupakan guru besar Fiqih Universitas Al-Azhar, mengatakan batas maksimal seorang suami boleh berpisah dengan istrinya adalah 4 bulan, atau 6 bulan menurut pandangan ulama Hanbali.

Hal ini ditetapkan berdasarkan batas maksimal seorang wanita mampu menanggung perpisahan dari suaminya. Selain itu, sang suami mungkin juga bisa menjauhi istrinya, dengan catatan sudah dalam kesepakatan bersama.

Lain hal jika istri tidak senang karena suaminya menjauh. Kalau hal ini terjadi, maka suami hendaknya bertemu istrinya minimal 4 bulan sekali.

Sama halnya dengan hukum pisah ranjang lebih dari 3 bulan, tetap ada batasan khusus yang harus diperhatikan, misalnya:

  • Tidak mengusir istri secara paksa dari rumah
  • Tidak boleh melebihi batas waktu maksimal  (lebih dari 6 bulan)
  • Tidak boleh mengumbar masalah rumah tangga.

Hukum pisah ranjang juga ada adabnya


  • Hukum pisah ranjang, sebaiknya dilakukan hanya pisah tempat tidur, bukan pisah rumah. Apalagi sampai meninggalkan rumah
  • Hukum pisang ranjang, dilakukan apabila nasihat gagal dilakukan sebagai upaya pencegahan
  • Dilakukan apabila istri ataupun suami telah membangkang
  • Selama pisah ranjang berlangsung, tetap harus bermunajat pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
  • Perbanyak berdoa dan meminta nasihat ulama
  • Tetap tunaikan kewajiban sebagai orang tua
  • Nafkah lahir dan batin tetap harus dipenuhi
  • Lebih bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Hukum pisah ranjang memang bukan berarti menandakan perceraian. Namun, kondisi-kondisi tertentu bisa menjadi salah satu pertimbangan sebuah perceraian.

Yuk, sebisa mungkin selesaikan masalah rumah tangga dengan kepala dingin. Tanpa mewujudkan adanya hukum pisah ranjang seperti ini.