Salah satu gejala baru yang sering disebutkan terkait dengan Covid-19 adalah happy hypoxia. Ada banyak gejala dari terinfeksi Covid-19 ini, misalnya, batuk, demam, menggigil, hidung berair, merasa lelah, napas berat, nyeri otot, sakit tenggorokan, mual, muntah, dan diare. Gejala lain yang sering disebutkan belakangan ini adalah kehilangan indra perasa, indra penciuman, dan happy hypoxia.
Pada kesempatan kali ini, yuk, kita membahas mengenai apa itu happy hypoxia dan seperti apa sih gejalanya?
Salah satu fungsi darah adalah untuk mengangkut oksigen dan mengantarkannya ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Ketika tubuh Anda tidak mendapatkan oksigen dalam jumlah yang cukup, maka Anda bisa mengalami hypoxemia atau hypoxia. Tentu saja, hal ini bisa berujung bahaya, karena tanpa oksigen yang memadai, maka beberapa organ tubuh, termasuk di antaranya hati dan otak, bisa mengalami kerusakan, bahkan dalam waktu yang singkat. Singkat kata, hypoxemia adalah rendahnya kadar oksigen di dalam darah, dan hypoxemia ini bisa memicu timbulnya hypoxia.
Agar lebih mudah dipahami, mari kita pelajari ulasan singkat mengenai masing-masing dari hypoxemia dan hypoxia.
Apa Itu Hypoxemia?
Seperti dijelaskan dalam laman Mayoclinic, Hypoxemia adalah rendahnya kadar oksigen di dalam darah, khususnya pada pembuluh arteri. Hypoxemia ini terkait dengan adanya gangguan pada pernapasan atau sirkulasi. Cara untuk memastikan hypoxemia, adalah dengan mengukur kadar oksigen sampel darah yang diambil dari bagian arteri. Teknik lain yang juga bisa digunakan, adalah dengan mengukur saturasi oksigen darah, dengan alat kecil yang dijepitkan pada jari, yang disebut dengan oksimeter pulsa.
Laman healthline menjelaskan bahwa Hypoxemia terdiri dari beberapa macam, yaitu:
- Ventilation/ Perfusion (V/Q) Mismatch
Ini adalah jenis hypoxemia yang paling sering terjadi. ‘Ventilation’ merujuk pada pasokan oksigen di paru, sedangkan ‘perfusion’ merujuk pada pasokan darah ke paru. Ventilation dan perfusion ini dihitung dengan rasio, yang disebut dengan V/Q ratio. Adalah hal yang biasa jika ada sedikit ketidakcocokan pada rasio ini. Nah, jika ketidakcocokan tersebut jumlahnya besar, maka sudah tentu bisa menimbulkan masalah.
Ada dua penyebab dari ventilation perfusion mismatch ini, yaitu adanya aliran darah ke paru, namun tidak ada cukup oksigen (decreased V/Q ratio), atau sebaliknya, paru mendapatkan oksigen dalam jumlah yang memadai tapi aliran darahnya tidak mencukupi (increased V/Q).
- Diffusion Impairment
Adalah kondisi terganggunya aliran oksigen ke aliran darah. Jadi, ketika oksigen masuk ke paru, oksigen ini mengisi kantong-kantong yang disebut dengan alveoli. Alveoli ini dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah kecil. Nah, oksigen dialirkan dari kantong-kantong tersebut ke dalam darah, lewat pembuluh darah kecil atau kapiler.
- Shunt
Biasanya, darah yang mengalami deoksigenasi masuk melalui jantung bagian kanan menuju paru untuk mendapatkan oksigen, kemudian masuk ke jantung bagian kiri, untuk disalurkan ke seluruh bagian tubuh.
- Hypoventilation
Adalah kondisi di mana oksigen yang masuk jumlahnya rendah. Hal ini bisa menyebabkan tingginya karbondioksida dalam darah.
- Low Environmental Oxygen
Hypoxemia jenis ini biasanya terjadi ketika seseorang sedang berada di dataran tinggi. Karena di dataran tinggi, maka ketersediaan oksigen akan semakin sedikit.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan hypoxemia, yaitu penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom distres pernapasan akut (ARDS), emfisema (penyakit kronis akibat kerusakan pada kantung udara, ini adalah bagian dari penyakit PPOK), pneumonia (radang paru), dst. Gangguan kesehatan lain yang bisa menimbulkan hypoxemia, adalah penyakit jantung bawaan (atau congenital heart defects, baik itu pada anak-anak maupun pada orang dewasa), anemia, dan sleep apnea (masalah tidur ketika pernapasan terganggu). Berada di dataran tinggi dan olahraga berlebih juga bisa memicu hypoxemia. Jika Anda merasa napas menjadi amat berat dan disertai batuk, maka segera periksakan kondisi Anda ke dokter ya.
Beberapa cara yang bisa diterapkan untuk mengecek kondisi hypoxemia, seperti:
Pemeriksaan secara fisik, yaitu memeriksa kondisi paru dan jantung. Dokter juga akan mengecek kondisi kulit, kuku serta bibir. Ada pun beberapa jenis tes yang berupa tambahan, misalnya dengan pulsa oksimetri, pengetesan via sampel darah dan tes pernapasan.
Segera periksakan kondisi Anda ke dokter jika Anda mengalami gejala hypoxemia, misalnya napas menjadi pendek dan tubuh seperti lunglai (kehilangan fungsi), napas menjadi berat di saat Anda tidak sedang melakukan pekerjaan fisik berat, napas menjadi berat ketika Anda sedang berolahraga atau terbangun tiba-tiba akibat susah bernapas ketika tidur.
Apa Itu Happy Hypoxia?
Silent hypoxia atau happy hypoxia adalah kekurangan oksigen pada jaringan, yang merupakan lanjutan dari hypoxemia. Happy hypoxia dan hypoxemia seringkali diartikan serupa. Ada beberapa gejala tambahan pada happy hypoxia syndrome, misalnya perubahan pada warna kulit (kulit memerah atau membiru, termasuk pada kuku dan bibir), linglung, detak jantung meningkat atau melemah, berkeringat, dan napas ‘berdengik’ (mengi, seperti penyakit asma yang kambuh). Di sisi lain, sebagian pasien penderita happy hypoxia bahkan nggak menunjukkan gejala. Inilah yang bisa amat membahayakan.
Selain seperti keterangan di atas, ada beberapa pemicu hypoxia, seperti serangan asma parah, keracunan (misalnya akibat menghirup bahan kimia), konsumsi obat-obatan tertentu, dst). Pada beberapa kasus, penggunaan selang oksigen bisa membantu mengatasi happy hypoxia. Jika nggak segera ditangani dengan baik, seseorang yang mengalami happy hypoxia bisa hilang kesadaran dan bahkan koma. Nah, pasien yang sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri inilah yang biasanya membutuhkan alat khusus yaitu ventilator. Selain itu, jika oksigen yang diberikan justru terlalu banyak, juga bisa memicu bahaya lainnya.
Nah, meski sering dikatakan adalah hal yang sama, nyatanya, hypoxemia dan happy hypoxia itu dua hal yang berbeda ya.
Lalu, apa kaitan antara happy hypoxia dengan virus Covid-19? Keadaan happy hypoxia mungkin menyebabkan peradangan pada jaringan, dan hal ini bisa disebabkan oleh virus Covid-19. Teori lainnya, ada kemungkinan terjadi gangguan pada sistem saraf yang bertugas mengatur pernapasan dan oksigen dalam darah. Belum ada kepastian tentang kaitan antara happy hypoxia ini dengan virus Covid-19. Namun, beberapa studi menyimpulkan, terjadinya happy hypoxia pada pasien Covid-19 bisa meningkatkan risiko kematian.
Sedangkan pada beberapa ulasan lainnya yang telah kami rangkum, nggak sedikit dari pasien Covid-19 yang hanya merasakan gejala ringan, atau bahkan nggak merasakan gejala yang disebut dengan OTG atau ‘orang tanpa gejala’. Sebagian pasien mengatakan, pada awalnya mereka nggak merasakan apa pun, barulah setelah beberapa hari mendapatkan perawatan, dari hasil pemeriksaannya diketahui bahwa mereka telah mengalami happy hypoxia dan hasil foto parunya menandakan adanya infeksi.
Sayangnya, masih banyak orang yang kurang disiplin dalam mengikuti protokol kesehatan guna mencegah infeksi Covid-19. Masih banyak orang yang meragukan keberadaan virus ini serta menganggap remeh dampaknya. Apalagi, dengan adanya OTG, sehingga seseorang yang mungkin sudah terpapar, tapi tidak mengetahui kondisinya.
Yuk, sama-sama kita patuhi protokol kesehatan yang sedang berlangsung. Terapkan tips aman keluar-masuk rumah dan pola hidup bersih sehat. Mari kita lakukan demi melindungi diri sendiri dan orang-orang tersayang di sekitar kita.
Penulis: Stephanie
Editor: Dwi Ratih