Keluarga

Seperti Jennifer Bachdim, Istri Jadi Tulang Punggung Keluarga, It's Okay!

Seperti Jennifer Bachdim, Istri Jadi Tulang Punggung Keluarga, It's Okay!

Siapa sih yang nggak nge-fans sama Jennifer Bachdim? Yes! Jennifer Bachdim sering menunjukkan kesehariannya dengan banyak anak dan rutinitas rumah yang dikerjakan sendiri, tapi bisa tetap keliatan ‘waras’. Ibumin selalu amazed sama semua hal dan parenting style yang ia lakukan, deh!

Tapi, kali ini Ibumin nggak mau bahas soal itu. Baru-baru ini istri pesebak bola Indonesia, Irfan Bachdim, ini menceritakan kondisi rumah tangganya di sebuah podcast bersama Melaney Ricardo. Ia mengaku, saat ini dialah yang bekerja dan bener-benar definisi istri jadi tulang punggung keluarga.

Ia tampak nggak masalah dengan hal tersebut. Tapi nggak bisa bohong kalau budaya di masyarakat Indonesia, masih menabukan istri jadi tulang punggung keluarga.

Hal ini dianggap seperti merendahkan martabat suami. Waduh! Nah, gimana kalau kali ini kita cari tahu sisi lain ketika istri jadi tulang punggung keluarga terlebih dahulu yuk. Karena menurut Ibumin apa yang dialami Jennifer Bachdim, pasti juga banyak dirasakan oleh para Ibu lain di Indonesia.

Mengapa suami adalah pencari nafkah utama di Indonesia?


Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam. Dalam agama Islam, mencari nafkah dan menjadi tulang punggung adalah kewajiban utama suami.

Ini kemudian memengaruhi pemikiran adat budaya yang berkembang di masyarakat Indonesia. Melansir dari laman Dalam Islam, Allah berfirman dalam Surah An Nisaa’ ayat 34 yang artinya:

“Kaum lelaki itu adalah pemimpin kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

‘Melebihkan’ dalam ayat Al-Quran ini mencakup banyak hal, seperti cara berpikir yang lebih logis, tenaga dan kemampuan yang lebih besar, serta fisik yang lebih kuat. Bukan berarti kaum wanita tidak kuat atau tidak mampu, ya.

Tapi, hakikat penciptaan jiwa dan raga manusia sudah diatur oleh Allah memang kaum laki-laki lebih dibandingkan kaum wanita. Sehingga bila diukur untuk mencari nafkah lebih diutamakan laki-laki.

Namun, istri jadi tulang punggung keluarga tidak dilarang, lho! Islam menyebutkan hukumnya boleh. Asalkan suaminya ridha dan ikhlas istrinya pergi keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah.

Ini bukan berarti suami juga diperbolehkan terus menerus tidak bekerja, ya. Suami juga perlu berusaha mendapatkan pekerjaan kembali, sehingga keuangan keluarga bisa ditopang bersama.

Kalau di Indonesia, apakah umum jika ada istri jadi tulang punggung keluarga?


Ada, dong, Bu! Bahkan bisa dibilang banyak. Penelitian untuk studi akhir mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel di tahun 2014, menemukan bahwa istri memilih menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita di luar negeri adalah karena untuk membantu perekonomian keluarga.

Jurnal terbitan Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2014 juga mengulas fenomena istri jadi tulang punggung keluarga yang bekerja sebagai buruh pabrik di Jawa Tengah. Mereka bekerja karena beberapa faktor:

  • Penghasilan suami tidak mencukupi
  • Suami malas bekerja
  • Suami meninggal dunia
  • Suami sakit berkepanjangan
  • Kebutuhan yang mendesak
  • Biaya sekolah anak-anak yang tinggi
  • Kebutuhan pokok yang belum tercukupi.

Di daerah lain, tidak menutup kemungkinan ada ratusan Tenaga Kerja Wanita dan buruh pabrik atau bahkan buruh serabutan wanita yang menjadi tulang punggung keluarga, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Banyak dari para istri ini yang kemudian berpendapatan lebih besar dari suami, dan akhirnya menjadi tiang utama pemasukan keluarga.

Berarti, kondisi Jennifer dan Irfan Bachdim sebenarnya bukan hal baru, ya?


Yes! Betul banget. Meski masih banyak yang julid, kenapa harus istri yang jadi tulang punggung keluarga, nyatanya berbagai lapisan masyarakat pun ada kok yang berposisi serupa.

Bahkan, Jennifer Bachdim bisa melihat sisi positif dari kondisi keluarganya sekarang, yaitu:

  • Ayah Irfan bisa menghabiskan lebih banyak waktu bonding dengan anak-anak
  • Anak-anak tidak repot menyesuaikan diri lagi pindah ke kota baru
  • Pengeluaran keluarga bisa ditekan, karena tidak perlu pindah ke kota baru dan mencari ART, supir atau membayar daycare.

Kalau setiap keluarga lebih mementingkan sisi positif dari pilihan yang diambil atas dasar kesepakatan bersama, siapapun yang kemudian mejadi tulang punggung keluarga bukanlah masalah lagi.

Ada nggak ya, peluang suami justru akan memanfaatkan istri di situasi ini?


Tetap ada peluang suami memanfaatkan situasi dengan justru menuntut lebih, enggan mencari nafkah atau tidak menggantikan peran istri di rumah dalam mengurus rumah tangga. Apalagi jika peran istri jadi tulang punggung keluarga ini, selalu digaungkan dengan sindiran berbasis “pengorbanan”.

Salah satu ya harus berkorban kalau yang lainnya tidak bisa memenuhi. Memang sih, menurut beberapa Psikolog dalam artikel di The Greater Good Magazine terbitan Universitas Berkeley di California, hubungan dekat seperti pernikahan pasti membutuhkan pengorbanan.

Tapi sebelum benar-benar memutuskan akan berkorban, pastikan dulu pasangan kita juga bersedia melakukan hal yang sama. Sehingga bukan hanya istri yang menanggung, tapi suami juga tetap mengambil peran.

Untuk itu, jika saat ini posisi Ibu menjadi tulang punggung keluarga atau akan mengambil posisi ini dalam waktu dekat, pertimbangkan tips-tips berikut ini, ya:

  • Bicarakan dengan pasangan keadaan rumah tangga saat ini dengan jelas. Bahwa istrilah yang akan bekerja dan menopang perekonomian. Minta ridha suami dan keikhlasan hatinya, agar mudah jalan istri mencari rezeki
  • Diskusikan dengan suami porsi rumah tangga seperti apa yang akan ditanggung bersama. Misal jika istri satu-satunya yang memiliki penghasilan, suami akan mengambil alih urusan rumah, antar-jemput anak hingga merawat anak selama Ibu belum pulang. Untuk pendidikan anak dan waktu berkualitas tetap dilakukan oleh kedua orang tua, siapapun yang bekerja
  • Buat target bersama, berapa lama jangka waktu suami akan kembali bekerja. Apakah 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun atau seterusnya. Rencanakan juga dalam waktu menunggu pekerjaan baru tersebut, apa yang akan suami dan istri lakukan bersama untuk rumah tangga. Ini untuk mengantisipasi suami yang hanya memanfaatkan istri
  • Terus semangati suami agar ia tidak menyerah, dan bahwa dirinya tetap berharga meski istri yang kini menjadi tulang punggung keluarga
  • Bila kondisi suami tidak memungkinkan untuk bekerja kembali, seperti sakit parah, Ibu bisa membicarakan kembali bersama keluarga apa yang harus dilakukan, terutama untuk pengasuhan anak
  • Tentukan batasan pengeluaran mana yang wajar dan mana yang tidak wajar selama suami tidak bekerja. Ini juga baik untuk melindungi istri dari kehilangan harta dan aset ketika suami hanya memanfaatkan istrinya
  • Tetaplah fokus pada keluarga. Ini untuk menghindari istri tergoda melakukan penyimpangan selama bekerja di luar rumah.

Sah-sah saja kok mengambil peran istri jadi tulang punggung keluarga. Selama suami bisa diajak kerjasama dan tetap berorientasi pada keluarga, siapapun yang mengambil peran sebagai tulang punggung tidak akan ada masalah.

Editor: Aprilia