Keluarga

Tidak Hanya Pada Dewasa, Trauma Pada Anak Sering Terjadi! Kenali Tandanya!

Tidak Hanya Pada Dewasa, Trauma Pada Anak Sering Terjadi! Kenali Tandanya!

Sebagai orang tua, terkadang kita nggak sadar ternyata anak-anak juga bisa mengalami trauma lho Bu! Memang trauma nggak hanya bisa dialami oleh orang dewasa dan hal ini terkadang kurang disadari oleh orang tua.

Sayangnya jika trauma pada anak tidak segera diatasi dapat terbawa hingga mereka dewasa dan berdampak pada kecerdasan sosial serta emosional mereka. Pastinya sebagai orang tua kita tentu tak ingin hal ini terjadi pada anak.

Kita tentu ingin si kecil tumbuh menjadi anak yang ceria, cerdas dan mudah bergaul dalam lingkungannya. Namun yang membuat orang tua juga tidak menyadari, trauma pada anak juga bisa dialami oleh si kecil akibat perilaku kita sebagai orang tua.

Misalnya ketika kita memarahi anak atau perbuatan lain yang bagi kita terlihat sepele, namun bagi si kecil cukup memiliki dampak. Nah, kira-kira apa saja sih perbuatan orang tua yang barangkali membuat trauma pada anak? Lalu bagaimana cara mengatasinya? Simak selengkapnya dalam ulasan berikut ya Bu!

Apa itu trauma masa kecil? 

Menurut Psikolog anak dan remaja dari Rainbow Castle, Khadra Ulfah, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dilansir dari Instagram Live Ibupedia chilhood trauma atau trauma masa kecil merupakan peristiwa yang menakutkan, berbahaya yang dialami oleh anak sehingga pengalaman tersebut sangat menyakitkan bagi mereka. Bahkan membuat mereka merasa tertekan secara emosional.

Seringkali masalah tersebut justru dapat menimbulkan efek jangka panjang hingga mereka dewasa nantinya. Ada beragam peristiwa yang dapat membuat trauma pada anak.

Namun Ulfah memaparkan, kebanyakan peristiwa tersebut bersifat negatif. Bisa yang dialami sendiri oleh anak atau yang tidak ia alami secara langsung, tapi anak melihat dan menjadi saksi dalam peristiwa tersebut. Beberapa peristiwa yang membuat trauma pada anak kecil di antaranya adalah:

  • Pemukulan
  • Pelecehan
  • Kehilangan sesuatu yang disayang seperti hewan peliharaan
  • Peperangan atau konflik di suatu negara yang memakan korban jiwa
  • Kecelakaan
  • Bencana alam

Akan tetapi, bisa juga trauma pada anak terjadi berdasarkan peristiwa kecil yang ada di sekitarnya. Misalnya saja yang dilakukan oleh orang tua sehari-hari.

Perilaku orang tua yang dapat membuat trauma pada anak

Tanpa disadari perilaku orang tua juga bisa membuat trauma pada anak. Bahkan biasanya hal ini tak disadari oleh para orang tua dan cenderung denial atau mengabaikan. Menurut Ulfah, beberapa perilaku orang tua yang dapat membuat trauma pada anak kecil di antaranya adalah:

  • Meremehkan emosi anak ketika anak merasa takut atau sedih. Dampaknya, rasa percaya anak pada orang tuanya berkurang dan merasa emosinya tidak dimengerti.
  • Memaksakan kehendak atau mimpi orang tua yang belum tercapai ke anak.
  • Orang tua dengan tipe yang sulit meregulasi emosi. Akibatnya anak sering menjadi target pelampiasan kemarahan ketika orang tua merasa kecewa.
  • Hal lain dari lingkup keluarga yang bisa membuat trauma pada anak seperti; bullying dari saudara dan lain sebagainya.

Apa yang harus dilakukan orang tua? 

Memvalidasi emosi anak ketika anak tantrum memang tidak mudah bagi orang tua. Biasanya, orang tua sudah tahu bahwa apa yang ia lakukan bisa membuat anak menjadi trauma.

Sayangnya orang tua masih cenderung gengsi alias enggan mengakui kesalahannya tersebut. Namun, untuk mengatasi trauma pada anak ketika orang tua sedang emosi cobalah untuk mengambil jeda sejenak untuk menenangkan diri.

Tahan emosi agar jangan sampai keluar kalimat atau kata-kata kurang pantas yang dapat menimbulkan trauma pada anak. Ketika sudah merasa baikan, segera lakukan pendekatan kembali pada anak dan jangan ragu untuk meminta maaf.

Tanyakan padanya hal apa yang membuat ia merasa tak nyaman atas sikap orang tuanya. Bicarakan ke depannya apa yang ia inginkan agar ketika orang tua marah tidak akan mengganggu kenyamanan anak.

Tanyakan dengan kalimat sederhana seperti, “Maaf ya tadi Ibu marah, kamu sedih ya?”, kemudian akui kesalahan yang orang tua lakukan.

Ciri trauma pada anak

Trauma pada anak memiliki efek yang berbeda bagi tiap anak. Misalnya anak A mengalami trauma pada hewan tertentu, namun belum tentu anak B juga punya trauma yang sama sehingga efeknya akan berbeda.

Menurut Ulfah sendiri, ciri trauma pada anak yang patut dicurigai adalah dengan mengamati perubahan kecil yang terjadi pada anak. Mulai dari perilaku apa, perubahan emosi apa hingga kebiasaan apapun yang berubah. Misalnya seperti:

Trauma pada anak di bawah usia 6 tahun:

Trauma pada anak usia sekolah - remaja

  • Sangat sensitif.
  • Mudah marah.
  • Terjadi perubahan perilaku yang cenderung negatif.
  • Menutup diri.
  • Enggan bersosialisasi padahal anak adalah tipe yang mudah bergaul.
  • Melakukan self harm atau melukai diri sendiri dan terjerumus pada hal negatif seperti terjerumus ke dalam obat-obatan terlarang dan pergaulan bebas.
  • Mengalami mimpi buruk berulang.

Dampak trauma pada anak yang tidak diatasi

Orang tua sejatinya bisa menjadi ‘rumah’ yang dianggap sangat nyaman bagi anak. Tapi ketika orang tua cenderung mengabaikan dan trauma pada anak tidak diatasi maka orang tua pun bisa mendapatkan efek negatif lain dari hal tersebut.

Di usia balita hingga remaja, ketika mengalami kekerasan yang dilakukan oleh orang tua maka akan berpengaruh besar ketika ia menjalin hubungan atau relasi dengan orang lain. Misalnya dalam menjalin hubungan dengan teman, romantisme dan lain sebagainya akan sulit percaya, mudah curiga dan sangat sensitif.

Sementara itu dalam aspek perkembangan otak, dampak dari trauma pada anak dapat mengakibatkan anak berperilaku reaktif akibat stress. Selain itu, dari segi fisik anak juga jadi mudah sakit seperti sakit perut, sakit kepala meski ketika dilakukan pemeriksaan ke dokter tidak ada masalah kesehatan yang berarti.

Dari dampak kognitifnya anak juga bisa mudah putus asa, sulit berkonsentrasi. Terakhir dari segi emosi, anak jadi lebih sulit meregulasi dan merespon emosinya.

Bahkan jika dampaknya tidak segera diatasi, hal ini dapat menumpuk menjadi bola es hingga mereka dewasa. Sehingga nantinya malah makin sulit untuk diatasi bahkan berdampak pada gangguan mental seperti:

  • Mudah cemas.
  • Depresi.
  • Mengalami post traumatic stress disorder (PTSD).
  • Muncul gejala psikotik seperti delusi, halusinasi dan mimpi buruk.
  • Dapat memengaruhi pola parenting pada anak-anak mereka ketika sudah menjadi orang tua. Sehingga trauma pada anak bisa jadi benang panjang yang tidak bisa terputus.

Mengatasi trauma pada anak

Melansir Parents para ahli mengatakan penting untuk memvalidasi emosi anak. Sebab terkadang hal remeh di mata orang tua dapat merusak emosi dan mental anak dalam jangka panjang hingga mereka dewasa.

Begitupun ketika anak melakukan kesalahan, usahakan kurangi untuk menghukum mereka sebaliknya bantu mereka untuk mengekspresikan hal apa yang ia inginkan. Lalukan pendekatan dengan menggunakan bahasa yang tidak menyinggung dan mudah dimengerti anak.

Jika perlu, ajak anak berkonsultasi pada psikolog anak atau keluarga agar ia bisa lebih mudah melepaskan emosi yang selama ini dipendam dan justru membuat anak trauma. Intinya, sebagai orang tua nggak salah kalau punya harapan atau ekspektasi tapi kalau sampai menuntut, menekan hingga membuat trauma pada anak maka hal inilah yang kemudian bisa berdampak negatif.

Intinya jangan sampai mengabaikan keinginan dan ketertarikan anak itu sendiri ya Bu! Agar ketika anak trauma maka hal tersebut bisa diatasi dengan baik dan cepat.


Editor: Atalya