Keluarga

Waspada Kekerasan Seksual Pada Anak Yang Mengancam!

Waspada Kekerasan Seksual Pada Anak Yang Mengancam!

Kekerasan seksual pada anak akhir-akhir ini sedang menjadi sebuah perbincangan hangat, sekaligus mengkhawatirkan bagi para orang tua. Apalagi kita hidup di zaman yang serba modern dan digital dimana anak-anak juga lebih mudah terpapar hal-hal yang belum waktunya.

Menurut data dari Kementerian Sosial, per tanggal 31 Januari 2022, total kasus kekerasan pada anak mencapai 1253 kasus. Sementara itu, dari data ini kasus tertinggi adalah tentang kasus kekerasan seksual pada anak yang jumlahnya mencapai 338 kasus.

Data kemensos juga mengungkapkan bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak, justru banyak datang dari lingkungan terdekat anak seperti di sekolah hingga orang terdekat, seperti keluarga atau bahkan tetangga di sekitar rumah. Tentu saja hal ini menjadi momok mengerikan bagi setiap orang tua, rasanya dengan cara apapun kita melindungi anak, ancaman ini akan terus ada dan merajalela.

Baru-baru ini Ibupedia melakukan Live Instagram hangat bersama seorang Psikolog Klinis Anak dan Remaja dari JCDC, Ibu Gisella Tani Pratiwi, M.Psi dengan tema “Lindungi Anak Kita dari Kekerasan Seksual” melalui laman Instagram Ibupedia. Nah, buat yang belum sempat menonton IG Live-nya, yuk kita simak rangkuman dari keseluruhan acara seperti berikut ini!

Serba-serbi mengenai kekerasan seksual pada anak


Menurut Ibu Gisella Tani Pratiwi, M.Psi., kekerasan seksual pada anak adalah segala tindakan seksual yang dilakukan kepada anak dan remaja dari usia 0 hingga usia 18 atau 19 tahun. Salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual adalah, kurangnya pendidikan seksual pada anak sejak dini serta kurangnya informasi yang didapat mengenai hal tersebut.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Pendidikan seksual pada anak sejak dini kerap kali jarang diperbincangkan atau dibahas, karena beberapa masyarakat masih menganggap hal ini tabu. Tak heran bila kekerasan seksual pada anak adalah topik yang cukup mengagetkan banyak pihak, setelah beberapa kasus terungkap melalui media.

Kurangnya pemahaman mengenai hal-hal seksual yang sebenarnya bukan hal tabu dan justru harus menjadi bahan edukasi sejak dini inilah yang membuat sebagian besar anak-anak kita tidak tahu apa yang harus ia lakukan ketika ia menghadapi hal-hal yang membuatnya tidak nyaman, salah satunya kekerasan seksual pada anak.

Sementara itu, hal ini tidak bisa dianggap sepele karena kekerasan seksual pada anak punya dampak yang luar biasa pada tumbuh kembang anak nantinya dan orang tua punya peranan penting untuk melindungi anak dari kekerasan seksual yang memprihatinkan ini.

Jenis kekerasan seksual pada anak 


Kekerasan seksual pada anak juga ada banyak macamnya. Ada beberapa yang perlu orang tua ketahui, diantaranya yaitu:

  • Melalui sikap

Jenis kekerasan seksual ini meliputi hal-hal kekerasan seksual pada anak tanpa sentuhan, misalnya anak mendapati seseorang mengomentari bentuk payudaranya, bentuk pantat, atau anggota tubuh lain yang dianggap seksi oleh orang tersebut. Rayuan hingga ngobrol menggunakan kata-kata yang mengarah pada hal-hal seksual juga termasuk kategori ini.

  • Melalui sentuhan

Jenis kekerasan seksual pada anak yang jelas sering kali terjadi adalah melalui sentuhan. Misalnya seseorang menyentuh bagian dada anak, vagina, penis, pantat, dan anggota tubuh lain yang seharusnya tidak tersentuh oleh sembarang orang.

  • Melalui penetrasi

Saat penetrasi dilakukan, maka ini merupakan jenis kekerasan seksual pada anak dengan level tertinggi. Pada level ini anak bisa jadi belum paham apa yang sedang terjadi pada dirinya. Beberapa anak ada yang bisa langsung bereaksi, namun ada juga yang memendamnya hingga waktu yang cukup lama.

Dampak kekerasan seksual pada anak


Menurut Ibu Gisella Tani Pratiwi, M.Psi, anak yang terkena kekerasan seksual maka akan berdampak pada seluruh aspek tumbuh kembangnya seperti sosial-emosionalnya, kognitif atau pola pikirnya hingga bagaimana kondisi kesehatan fisiknya. Berikut ini dampak kekerasan seksual pada anak yang wajib Ibu pahami:

1. Sosial-emosional

Kekerasan seksual pada anak akan membuatnya menjadi merasa terancam, tidak aman, atau belum paham dengan apa yang sedang terjadi. Ia juga bisa merasa bingung dan tidak tahu apa yang ia rasakan hingga memiliki emosi yang tidak stabil.

2. Kognitif atau pola pikir

Pada bagian kognitif atau pola pikirnya, anak akan merasa bahwa dunia sekitarnya menakutkan dan tidak nyaman untuknya. Banyak juga yang merasa bahwa ia tidak berharga, tidak percaya diri, hingga menutup diri.

3. Kesehatan fisik atau biologisnya

Untuk kesehatan fisik ada respon kimiawi atau biologis pada tubuh yang terjadi pada jangka panjang. Jika terjadi hal-hal yang membuatnya tidak nyaman, Ibu bisa coba konsultasikan kepada tenaga medis.

4. Mengalami psychotraumatology

Psychotraumatology merupakan kondisi dimana seseorang mengalami kejadian yang sangat mengguncang keselamatan dirinya, baik keselamatan fisik atau psikisnya. Sehingga merasa tidak aman kemudian otak bagian emosi manusia mengirim sinyal trauma baik secara fisik maupun emosional.

5. Mengalami regresi perkembangan

Anak juga ada yang mengalami regresi perkembangan karena dia tidak bisa mengekspresikan secara eksplisit, sehingga yang dialami adalah perkembangan anak jadi mundur (biasa terjadi pada anak-anak yang mengalami kekerasan seksual di usia 6 tahun ke bawah). Regresi perkembangan yang signifikan tersebut dapat terlihat salah satunya dari pola perilaku. misalnya ia sudah bisa melakukan suatu hal namun mendadak tidak bisa.

Contoh: anak usia 5 tahun ia sudah bisa toilet training, sudah tidak ngompol, mendadak sering ngompol. Tapi, biasanya dia bisa lebih mandiri, namun mendadak muncul rasa takut seperti tidak mau lepas dengan Ibu atau pengasuhnya.

Bagaimana cara melindungi anak dari kekerasan seksual?


Ibu Gisella Tani Pratiwi, M.Psi juga mengungkapkan beberapa cara melindungi anak dari kekerasan seksual seperti:

  • Hindari menjadikan anak sebagai objek saja

Ibu harus lebih memperhatikan tumbuh kembangnya. Ini adalah tanggung jawab bersama yaitu orang dewasa di sekitar anak, orang tua, keluarga, sekolah, dan sebagainya.

Ibu juga harus tanamkan best interest for child, yaitu anak adalah subjek yang harus dimaksimalkan tumbuh kembangnya, yang harus difasilitasi dengan baik, dan jangan menganggap remeh anak. Ubah perspektif kita tentang anak bahwa orang dewasa yang ada di sekitarnya harus punya keinginan untuk membantu tumbuh kembang anak.

  • Berikan anak pendidikan tentang seksualitas yang komprehensif

Pendidikan seksual komprehensif yaitu edukasi tentang seksualitas yang utuh, tidak hanya tentang gender. Tapi edukasi lebih lanjut tentang bagaimana anak lebih mengenal dirinya, bantu ia untuk mengerti bahwa dirinya adalah individu yang berharga sehingga ia berhak melindungi dirinya. 

  • Jalin relasi yang hangat dengan anak sesuai usianya

Berikan pola asuh yang tepat yaitu gunakan pola asuh autoritatif dimana anak harus merasa aman terlebih dahulu kepada pengasuhnya. Anak harus punya sosok yang mampu memberikan role model tentang sebuah relasi atau hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang.

  • Coba terlibat dengan aktivitas anak atau apa yang dialami anak

Hal ini diperuntukkan agar anak tahu bahwa kita sebagai pengasuhnya memberi perhatian penuh dan dapat menjadi orang yang dipercaya oleh anak.

  • Diskusikan dengan anak tentang tindakan yang aman atau tidak

Ada beberapa tindakan atau sentuhan yang tergolong aman dan yang tidak wajar. Berikan pemahaman penuh mengenai hal ini.

  • Anak boleh minta bantuan kapan saja

Sampaikan kepada anak bahwa kapan pun mereka boleh meminta bantuan atau pertolongan kepada orang dewasa terdekat bila ia sepertinya merasa tidak aman terhadap hal yang sedang ia hadapi. Hal ini untuk meningkatkan awarness ia terhadap hal-hal yang aman maupun tidak.

  • Monitoring kegiatan anak secara keseluruhan 

Ibu harus tahu tempat-tempat dimana si kecil beraktivitas, misalnya tempat les dengan ruangan yang aman. Kemudian kapan waktu lesnya dimulai atau selesai dan pahami juga dengan siapa anak berinteraksi.

Bagaimana cara berkomunikasi dengan anak tentang hal ini?


Sebenarnya edukasi mengenai seks sejak dini diperbolehkan, apalagi tujuannya untuk membuat si kecil nyaman. Untuk menghindari kekerasan seksual pada anak, Ibu bisa mulai dari ha;-hal berikut ini:

  • Memahami atau mengenalkan anggota tubuh pada anak termasuk alat kelamin dengan bahasa medis (misal vagina, penis, dll).
  • Menghindari nama alat kelamin menjadi bahan lelucon. 
  • Jelaskan kegunaan alat kelamin dengan benar, misal vagina untuk pipis, dubur untuk pup, dll.
  • Berikan pemahaman pada anak bahwa jika kamu disentuh alat kelaminnya oleh orang lain, maka kamu boleh bilang tidak suka atau jangan.

Bagaimana supaya anak terbuka jika ia mengalami kekerasan seksual?


Kekerasan seksual pada anak bukan hal yang mudah, coba lakukan cara ini jika ada indikasi mengenail hal tersebut:

  • Beri ruang dan waktu untuk si kecil
  • Pastikan Ibu terus mendampinginya dan beri dukungan penuh
  • Posisikan diri sebagai anak supaya Ibu turut merasa paham apa yang ia alami
  • Bebaskan si kecil gunakan metode apa pun untuk bercerita
  • Pastikan anak sudah berada di tempat yang aman dan jauh dari pelaku
  • Meminta bantuan ahlinya, seperti psikolog atau lembaga bersangkutan.

Editor: Aprilia