Keluarga

15 Kesalahan Pola Asuh Anak Ini Kerap Dilakukan Orang Tua

15 Kesalahan Pola Asuh Anak Ini Kerap Dilakukan Orang Tua

Ibu harus tahu bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada pola asuh anak dan perilaku orang tua yang kerap dilakukan tetapi dampaknya tidak bagus untuk anak. Naluri orang tua dalam pola asuh anak memang akan selalu melindungi dan merawat anaknya. Namun ternyata beberapa hal dalam pola asuh anak di bawah ini justru bisa merusak perkembangan psikologi anak dan bahkan bisa berbahaya. Untuk itu stop melakukan hal ini kepada anak ya


  1. Mengerjakan PR anak

    Pola asuh anak pertama yang terlihat sepele tapi harus dihentikan adalah mengerjakan PR anak. Tidak seperti praktik lain yang bisa menimbulkan rasa bersalah orang tua, ibu dan ayah yang mengerjakan tugas akademik anak sering merasa yakin kalau mereka telah menjadi orang tua  yang suportif. Ternyata mereka salah. Ketika orang tua  mengerjakan PR anak, mereka merampas kesempatan anak untuk belajar dan tumbuh secara personal.

    Oleh karena itu, sudah waktunya untuk menghentikan pola asuh anak dengan campur tangan orang tua. Tindakan orang tua  ini tidak hanya mengirim pesan ke anak kalau orang tua  kurang percaya dengan kemampuan anak, tapi juga membuat anak malas dan mendorongnya melalaikan tanggung jawab akademiknya.

    Bagaimana solusinya? Sebelum anak mulai mengerjakan PR, sediakan waktu beberapa menit bersama anak untuk memberi pemahaman dan menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan tugasnya. Lalu tinggalkan anak agar ia bisa mengerjakan PR. Bila nanti Ibu memeriksa tugas anak, gunakan teknik bertanya untuk mengaktifkan pemikiran anak tentang tugas yang ia kerjakan, bukan memberinya arahan spesifik untuk merevisi PR. Bila tugas yang dikerjakan anak di luar kapasitasnya, jangan kerjakan PR untuknya. Tapi bahas ini bersama guru untuk menentukan kenapa tidak cocok antara tuntutan tugas dan  kemampuan anak.


  2. Tidak mengutamakan waktu tidur anak

    Dalam pola asuh anak sering kali, orang tua  meminimalisir pentingnya tidur, baik karena kurang pemahaman tentang pentingnya tidur atau karena tuntutan peran. Tidur yang tidak cukup punya dampak negatif bagi perilaku, juga mengganggu fungsi mental dan berhubungan dengan penambahan berat badan.

    Anak usia remaja membutuhkan setidaknya 8,5 jam tidur, dan antara 11 sampai 12 jam tidur untuk anak kecil usia antara 5 sampai 12 tahun. Ini artinya anak usia 15 tahun yang bangun jam 7 pagi, harus tidur setidaknya mulai jam 10.30 malam, sedang anak usia 10 tahun perlu tidur dari jam 8 malam dan bangun jam 7 pagi.

    Buatlah jadwal bersama anak, untuk waktu tidur, waktu mengerjakan PR, dan aktivitas ekstrakurikuler. Bila merasa aktivitas anak mengurangi waktu tidurnya, Ibu perlu membantunya membuat pilihan yang sulit, yakni mengurangi jadwalnya agar ia bisa mendapat tidur yang cukup. Dengan menerapkan pola asuh anak yang sesuai dengan jadwal, Ibu bisa lebih mengontrol waktu mereka sehingga tidak berantakan.


  3. Terlalu sering makan di luar

    Sering makan di luar sebagai metode pola asuh anak bisa punya efek negatif untuk jalinan kedekatan dengan orang tua . Mungkin kebiasaan ini terlihat biasa namun bisa berdampak buruk untuk kesehatannya. Lingkungan restoran, terutama restoran cepat saji, suasananya mengganggu percakapan dan kesempatan untuk menjalin kedekatan. Dan bila kata “makanan” didefinisikan sebagai kandungan nutrisi yang terserap tubuh untuk menjaga kehidupan dan pertumbuhan, beberapa item pada menu anak di restoran hampir tidak menyentuh kategori ini. Penelitian menemukan, bila dibandingkan makanan yang disiapkan di restoran, makanan yang dimasak di rumah lebih tinggi nilai nutrisinya.Wah, ternyata makanan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pola asuh anak.

    Makan malam yang sudah disiapkan lebih dulu bisa membantu Ibu menghindari makanan siap saji. Ibu hanya butuh 2 hingga 4 jam di akhir pekan untuk menyiapkan masakan selama satu minggu. Buat rencana menu yang akan disajikan, sediakan bahan makanan yang Ibu butuhkan di dapur, dan pastikan Ibu mengikuti rencana ini tiap minggunya. Makanan yang sudah Ibu masak bisa disimpan di lemari es atau freezer agar tetap segar.


  4. Memukul

    Perilaku dan pola asuh anak ini juga harus dihentikan oleh orang tua. Banyak orang tua memukul atau setuju dengan memukul anak, tapi manfaat memukul tidak didukung oleh penelitian. Memang benar kalau memukul bisa menghentikan perilaku buruk anak untuk waktu singkat, tapi efek negatifnya signifikan. Tentu disiplin perlu bagi anak, tapi bukan berarti diterapkan dengan cara memukul.

    Anti memukul dalam pola asuh anak, bukan berarti anti disiplin. Kekerasan fisik pada anak tidak bisa diterima. Anak yang dipukul lebih mungkin melakukan tindak kejahatan dan lebih rentan depresi. Mereka juga lebih tidak dekat dengan orang tua  dan merasa kekerasan sebagai cara yang lebih tepat untuk mengatasi masalah.

    Cara memperbaiki pola asuh anak yang satu ini, mulai dengan ekspektasi Ibu dan jelaskan pemikiran Ibu, pastikan anak memahami tindakan yang bisa diterima dan yang dianggap salah. Lalu ciptakan rencana penerapan disiplin yang disertai konsekuensi non-fisik untuk berbagai perilaku buruk anak. Tapi konsekuensi saja tidak cukup, jadikan pola asuh anak yang dekat dengan orang tua sebagai prioritas.

    Selanjutnya, coba ikuti kelas yoga atau meditasi untuk meningkatkan kesadaran diri dan kontrol diri ketika perilaku anak mengecewakan Ibu atau membuat Ibu marah.

     

  5. Membandingkan diri dengan orang tua lain

    Ibu berhasil tidak membandingkan anak sendiri dengan anak lain, tapi bagaimana dengan diri Ibu sendiri? Apakah Ibu merasa bersalah ketika tidak berhasil mengajak anak membaca selama 30 menit tiap malam? Atau ketika Ibu hanya membeli cemilan untuk acara sekolah sedangkan ibu lain membuat kreasi kue yang cantik? Ibu jangan terlalu keras kepada diri sendiri, lakukan yang terbaik, cintai anak, biarkan anak menyadari Ibu selalu ada untuknya dan Ibu peduli. Berhentilah merasa kurang dan jangan membandingkan diri dengan orang tua lain. Meskipun ini bukan termasuk pola asuh anak, tapi hal ini tidak boleh dilakukan juga karena anak juga akan merasakan dampaknya.


  6. Memberi reward ke anak

    Bertolak belakang dengan pendapat yang populer, pola asuh anak yang sering memberi reward bukan cara tepat untuk memotivasi anak. Reward bisa berarti mainan atau bahkan pujian dan bisa mempengaruhi motivasi anak. Motivasi terbaik adalah intrinsik, dan ini berarti anak termotivasi dari dirinya sendiri, misalnya karena tertantang atau merasa senang. Penggunaan reward pada pola asuh anak bisa menyebabkan anak mengandalkan motivasi dari luar dirinya. Bila reward hilang, motivasi pun hilang dan anak kemungkinan tidak lagi melanjutkan perilaku yang baik. Sebagai orang tua  kita menawarkan pujian dan reward ketika melihat anak berperilaku baik.

    Ada cara untuk melakukan ini selain memotivasi untuk jangka pendek. Kita bisa gunakan metode untuk mendorong refleksi diri dan pertumbuhan karakter, seperti:

    • Memberi reward atau memuji anak karena memenuhi standar atau perintah tertentu, bukan sekedar memuji keterlibatan anak atau penyelesaian tugas secara umum, misalnya Ibu katakan, “Kamu hebat bisa mewarnai tanpa keluar garis.”
    • Memberikan reward atau pujian tak terduga untuk peningkatan kemampuan atau perilaku spesifik, dan yakin anak memahami kalau reward yang diberikan berkaitan dengan kemampuan atau perilaku tersebut.
    •  

  7. Fokus pada hasil

    Hidup seharusnya tidak hanya tentang hasil, usaha juga sama pentingnya. Anak tidak mungkin memperoleh segala hal dengan sekali mencoba, jadi kemampuan untuk mencoba dan mencoba lagi sangat penting. Untuk membantu anak memperoleh hal ini, Ibu perlu berhati-hati dengan jenis pujian yang Ibu berikan padanya pada pola asuh anak.

    Apakah Ibu fokus pada hasil atau usaha? Apakah Ibu lebih mungkin mengatakan gambar anak bagus atau berkomentar tentang seberapa keras usaha anak untuk membuatnya? Memuji anak ketika melakukan usaha untuk mengerjakan sesuatu berarti mengajarkan padanya kalau proses lebih penting, bukan hasil.

    Anak yang dipuji karena usahanya merasa baik tentang dirinya dan lebih mungkin bisa menghadapi tugas yang sulit di masa mendatang. Pola asuh anak yang selalu fokus pada hasil akhir sebaiknya dihindari ya.

     

  8. Selalu menemani anak agar tidak bosan

    Pola asuh anak yang selalu ingin dekat dengan si kecil juga ternyata tidak baik dilakukan. Kita tidak selalu harus menemani anak agar ia tidak bosan. Kemampuan untuk bermain sendiri juga penting untuk si kecil.  Tidak hanya mengatasi kebosanan, dengan bermain sendiri, anak juga belajar banyak tentang kemampuan lain selama bermain bebas sendiri tanpa gangguan.

    Membiarkan anak sibuk dengan permainannya sendiri juga membuat Ibu punya waktu sendiri. Ibu bisa menyelesaikan pekerjaan rumah atau bersantai sejenak.


  9. Memecahkan semua masalah anak

    Kemampuan untuk memecahkan masalah sangat penting, dan tanpa kemampuan ini, anak akan kesulitan. Namun, pola asuh anak yang begini mungkin harus dihentikan ya. Bisa dipahami kalau sebagai orang tua , Ibu ingin membantu memecahkan masalah anak. Lagi pula, bila Ibu tidak melakukannya, siapa lagi? Ia yang akan melakukannya, dan itu yang memang seharusnya.

    Ibu tidak membantu anak ketika merampas pengalaman awal dalam memecahkan masalah, bahkan ini bisa menyebabkan masalah nantinya. Anak mungkin terlalu kecil untuk mengupas pisang, tapi biarkan ia mencoba bila ia mau. Ibu bisa selalu membantu ketika ia meminta setelah beberapa menit. Dan bila tidak, artinya ia telah menguasai kemampuan baru. Hal serupa ketika ia terjatuh. Sebagai orang tua , dalam pola asuh anak Ibu ingin mengatasi semua rintangan yang dihadapi anak, dan membuat anak bermain dengan nyaman. Biarkan ia bermain sendiri dan Ibu akan terkejut melihat bagaimana mudahnya anak kecil mengatasi masalah dengan sendirinya.


  10. Berpura-pura menjadi orang tua yang sempurna

    Ibu mungkin sulit mengakuinya, tapi Ibu tidak sempurna. Ibu manusia seperti yang lain. Dan ini berarti Ibu melakukan kesalahan pun begitu dalam pola asuh anak.

    Ibu melakukan kesalahan di kantor, di rumah, dan sebagai orang tua . Dan ini tak apa, karena itu yang dilakukan manusia. Anak perlu tahu kalau Ibu juga manusia. Anak perlu melihat Ibu melakukan kesalahan, dan melihat bagaimana Ibu mengatasinya. Ibu perlu menunjukkan ke anak kalau tak apa melakukan kesalahan dan Ibu bisa belajar dari kesalahan ini.

    Ini akan membantu menyiapkan anak menghadapi kesalahan yang akan ia buat dalam hidup dan mengajarkan cara sehat mengatasinya termasuk juga menemukan pola asuh anak yang tepat. Tidak ada pola asuh anak yang sempurna karena semua hal berjalan beriringan Antara sisi positif dan negatifnya. Momen menjadi orang tua  yang tidak sempurna akan menjadi berkah karena anak melihat kita mencari tahu apa yang salah dan bagaimana kita bisa lebih baik di kemudian hari.

    Kewajiban Ibu pada pola asuh anak bukan menjadi sempurna dan membesarkan anak yang bahagia. Tidak ada yang sempurna, dan yang membuat anak bahagia tidak selalu membuatnya siap untuk jadi orang dewasa yang terlibat dan berani.


  11. Membentak anak

    Pola asuh anak yang benar-benar memberikan efek buruk adalah dengan berteriak dan membentak anak. Ibu tahu karena ketika Ibu berteriak, masalah justru akan bertambah dibanding hari ketika Ibu tidak berteriak-teriak. Faktanya bahkan bisa lebih sulit. Ketika Ibu membentak anak, anak mendengar suara Ibu tapi tidak kata-kata yang Ibu ucapkan.

    Berteriak mengintimidasi dan bisa menakutkan. Berteriak bukan cara tepat untuk menyampaikan maksud Ibu. Bahkan yang lebih buruk, anak bisa belajar melakukan hal yang sama. 

    Banyak orang tua kini menyadari kalau memukul tidak efektif pada pola asuh anak, tapi Ibu mungkin terkejut mendengar kalau berteriak juga tidak efektif. Berteriak bisa menyebabkan perubahan perilaku sementara, tapi bisa merusak hubungan dan rasa percaya jangka panjang anak terhadap Ibu. Berteriak juga berarti mencontohkan perilaku buruk ke anak, ini bukan sekedar apa yang Ibu ucapkan tapi apa yang Ibu lakukan. Mereka belajar apa yang harus dilakukan dari Ibu.


  12. Terlalu khawatir tentang makanan

    Sekali lagi, makanan menjadi hal yang penting dan harus diperhatikan dalam pola asuh anak. Waktu makan jadi sumber stres bagi banyak orang tua. Ibu khawatir anak tidak makan cukup atau tidak menikmati banyak variasi makanan. Ibu menghabiskan banyak waktu di meja makan memaksa anak untuk makan. Jangan, Ibu. Yang Ibu perlu lakukan hanya menyediakan makanan yang sehat dan seimbang untuk anak.

    Setelah itu, terserah anak. Selama tersedia makanan sehat di piring anak, tidak masalah apa yang anak pilih untuk dimakan. Pastikan Ibu menawarkan makanan yang variatif, termasuk sayuran dan buah, tapi biarkan anak memutuskan apa yang ia mau makan.


  13. Mengalihkan anak dari emosi yang ia rasakan

    Emosi bisa terasa tidak nyaman bukan? Terutama ketika Ibu sedang sibuk atau sangat letih, dan anak punya emosi yang kuat tentang sesuatu yang menurut Ibu sepele. Tentu ini bisa bikin frustrasi, dan kadang yang paling mudah adalah mengalihkan emosi anak agar Ibu bisa terus melanjutkan aktivitas. Tapi apakah sehat mengalihkan anak dari emosi yang ia rasakan? Emosi bisa terasa berlebihan untuk anak kecil, dan satu cara mengatasinya adalah dengan mempelajarinya. Cara terbaik untuk melakukan ini adalah mengidentifikasi emosi ketika terjadi, dan Ibu tidak bisa melakukannya bila Ibu sibuk mengalihkan emosi anak.  

    Sebaiknya, kenali emosi anak, misalnya Ibu bisa katakan, “Kamu marah ya karena kamu ingin mainan itu buat kamu sendiri.” Ini berarti anak merasa didengar, bukankah kita semua sebagai orang dewasa juga ingin merasa seperti ini? Lalu Ibu bisa tawarkan solusi. Meski mungkin ini tidak segera mengatasi masalah, setidaknya Ibu mengajarkan  cara untuk memecahkan masalah.


  14. Mengabaikan perilaku buruk diri sendiri

    Ibu mengalami hari yang melelahkan, tentu tiap orang tua demikian. Di hari itu Ibu mungkin berteriak atau tidak bersikap baik pada anak. Ini wajar terjadi. Apa yang Ibu lakukan setelahnya yang sangat penting. Mengabaikan perilaku buruk Ibu sendiri bisa merusak hubungan Ibu dengan anak.

    Dalam menerapkan pola asuh anak yang lebih baik, Ibu harus berkaca pada diri sendiri. Penting untuk mengakui dan mengatasi perilaku buruk Ibu, seperti yang Ibu lakukan terhadap anak. Akui perilaku buruk Ibu dan coba maafkan, ini akan jadi contoh bagi anak untuk merefleksi diri dan jujur pada diri sendiri.


  15. Mengorbankan diri sendiri

    Bila Ibu merasa kewalahan, tidak butuh waktu lama untuk membuat semua mulai tak terkontrol. Ibu tidak dapat menerapkan pola asuh anak yang tepat saat Ibu merasa diri Ibu berantakan. Untuk bisa bermanfaat bagi keluarga, Ibu perlu menjaga diri sendiri. Ini berarti punya waktu untuk diri sendiri, meski bila sepertinya tidak mungkin. Mandi, jalan-jalan, dipijat, atau lakukan apapun yang Ibu butuhkan untuk bisa kembali menjalankan peran dengan baik. Tunjukkan ke anak kalau Ibu penting, kalau kesehatan mental perlu dijaga, dan Ibu perlu merawat diri Ibu lebih dulu.

 

Ibu, membuat perubahan pada gaya pola asuh anak bisa sulit dilakukan. Kita terjebak dengan kebiasaan, kita mencontoh orang tua sendiri, dan mungkin kita tidak tahu apa yang perlu diubah, tapi kadang kita tahu ada yang perlu diubah. Menjadi orang tua  yang terbuka terhadap perubahan yang dibutuhkan dan berlatih kemampuan sebagai orang tua  bisa membantu kita memberi dukungan terbaik untuk buah hati tercinta.


(Ismawati & Yusrina / Dok. Pexels)