Keluarga

5 Jenjang Pendidikan Anak dan Tips Memilih Sekolah

5 Jenjang Pendidikan Anak dan Tips Memilih Sekolah

Si kecil sudah menunjukkan gelagat ingin sekolah? Atau, seringkali ia merajuk ingin pergi sekolah seperti anak-anak lain? Atau, ia sudah memasuki usia cukup untuk sekolah? Jika memang demikian, Ibu pasti sudah mulai berpikir untuk memilih sekolah bagi anak. Kira-kira apa ya yang bisa Ibu pertimbangkan dalam memilih sekolah bagi si kecil?

Keputusan untuk mulai sekolah harus dipertimbangkan matang-matang dan jauh-jauh hari. Tidak sedikit orangtua yang mulai merencanakan dan memilih sekolah bahkan sejak si kecil masih batita. Namun sebelum itu, Ibu perlu tahu di usia berapakah seharusnya anak mulai sekolah, dan anak Ibu termasuk dalam rentang usia yang sudah siap sekolah atau belum.

Psikolog keluarga, Elly Risman, memaparkan tentang kapan seharusnya anak mulai sekolah, Elly Risman menegaskan bahwa menyekolahkan anak harusnya tidaklah terlalu dini. Di tengah maraknya tren dan orangtua yang berlomba-lomba ingin menyekolahkan anak sedini mungkin, ternyata ada beberapa hal yang perlu Ibu waspadai agar tidak terjebak arus semata. Menurut Elly Risman, standar terbaik menyekolahkan anak untuk usia Sekolah Dasar adalah 7 tahun. Maka jika anak akan disekolahkan ke jenjang TK, dapat dimulai pada usia 5 tahun. Jika anak mulai disekolahkan sebelum usia tersebut, maka anak dianggap terlalu dini untuk sekolah.

Elly Risman juga mengungkapkan bahwa banyak orangtua yang beranggapan menyekolahkan anak pada usia dini juga tetap disebut bermain. Karena orangtua merasa di sekolah sebelum TK, anak mereka juga bermain bersama temannya. Sayangnya, kegiatan yang disebut permainan tersebut adalah permainan terstruktur yang segalanya sudah diatur.

Sedangkan yang dibutuhkan anak-anak pada usia dini adalah bermain di rumah bersama orangtuanya, dengan alat permainan berupa tubuh orangtuanya sendiri seperti cilukba, bermain kejar-kejaran, hingga jungkat-jungkit dengan kaki orangtua. Artinya, permainan terbaik untuk anak justru datang dari interaksi dengan orangtua dan ikatan emosional yang terjalin di antara keluarga.

Salah satu efek negatif yang muncul jika anak mulai sekolah terlalu dini adalah rasa bosan dapat muncul kapan saja dan meledak di waktu yang tak terprediksi, bahkan sebelum masa sekolahnya berakhir. Elly juga menyebutkan seorang penulis buku berjudul The Lost of Childhood, Neil Postman, mengatakan bahwa hendaknya orangtua jangan mencuri masa bermain anak-anak, sehingga kelak anak-anak tidak menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan.

Ibu tentu mulai mempertimbangkan dampak menyekolahkan anak-anak jika tidak sesuai usianya, bukan? Maka sebelum mulai memikirkan apa saja pertimbangan dalam memilih sekolah untuk anak, alangkah baiknya jika Ibu mempertimbangkan juga usia yang ideal untuk memulai sekolah.
Namun, bagaimana dengan pertimbangan menyekolahkan anak sejak dini untuk mengoptimalkan perkembangan motorik, kognitif, dan sosialnya?

Seiring berkembangnya zaman dengan tuntutan kebutuhan dan pekerjaan, banyak orangtua yang tidak punya pilihan selain menyekolahkan anaknya pada usia dini. Memilih untuk menitipkan di day care mulai usia 1 tahun banyak diambil oleh para Ibu bekerja agar tumbuh kembang dan potensi anak terasah dengan baik. Anak diharapkan tetap mendapat kesenangannya ditemani bermain dengan didampingi oleh tenaga pendidik. Selain itu, ada pula Ibu yang mulai memasukkan anaknya pada pendidikan usia pra-TK untuk menambah teman bermain dan menstimulasi perkembangan motorik, koginitif, maupun kemampuan sosial mereka.

Berikut beberapa hal yang bisa jadi pertimbangan Ibu dalam memilih sekolah untuk anak usia 1-5 tahun atau jenjang pra-TK, PAUD, TK, hingga Sekolah Dasar:

  1. Usia Pra-TK

    Untuk rentang usia 1-3 tahun Ibu dapat memilih day care atau baby gym class yang mulai marak bermunculan seiring dengan semakin majunya teori tumbuh kembang anak. Bila Ibu memilih day care, pertama, cek kembali durasi anak selama berada di day care. Jika Ibu bekerja, tentu Ibu akan memilih day care yang menggunakan sistem full day. Biasanya waktu menitipkan anak adalah sebelum Ibu bekerja dan selesai saat Ibu pulang bekerja. 

    Setelah menemukan durasi waktu yang cocok, kedua, Ibu perlu memperhatikan keseimbangan jumlah tenaga pendidik dengan jumlah anak yang dititipkan di day care. Pilihlah yang jumlahnya seimbang, atau kira-kira seorang tenaga pendidik mampu menangani 3 orang anak.

    Ketiga, perhatikan metode belajar yang diterapkan. Sekarang ini sudah banyak day care yang menawarkan metode belajar dengan pilihan tertentu, seperti Montessori, Glenn Doman Method, Metode Sentra, dan pilihan metode pendidikan anak usia dini lainnya. Ibu tentu dapat memilih ingin menggunakan metode apa, maka carilah day care yang mengusung metode yang Ibu rasa paling cocok. 

    Keempat, saat memilih sekolah anak, perlu memperhatikan segi keamanan dan lingkungannya. Apakah keamanan anak Ibu terjamin dan apakah lingkungan sekitarnya juga baik untuk keamanannya. Misalkan, apakah ada kolam, parit, atau sumur yang dapat berisiko anak terjatuh ke dalamnya tanpa pengawasan? Biasanya day care juga memberikan akses pengawasan dengan membuat laporan rekaman cctv yang tersambung langsung ke ponsel Ibu.

    Bila Ibu bukanlah working mom dan ingin anak banyak terstimulasi motoriknya sedangkan Ibu tidak tahu caranya, Ibu dapat mencoba untuk melirik baby gym class. Yang Ibu perlu perhatikan dari baby gym class ini adalah durasi waktu hendaknya tidak terlalu lama. Selanjutnya, pastikan instrukturnya berkompetensi dalam melatih anak kecil agar tidak terjadi cedera atau risiko berbahaya lainnya. Hendaknya Ibu ikut serta dalam kelas untuk memantau si kecil atau belajar dari instruktur agar dapat mereview ulang di rumah bersama anak.

  2. PAUD

    Memilih sekolah anak jenjang Pendidikan Anak Usia Dini atau lebih dikenal sebagai Kelompok Bermain juga memerlukan berbagai pertimbangan. Rentang usia anak didiknya adalah 3-5 tahun. Dalam sistem sekolah ini, kebanyakan masyarakat lebih mudah mengakses pendidikannya. Ada PAUD yang dijalankan oleh Ibu-Ibu PKK di lingkungan tempat tinggal. Biasanya dalam lingkup Rukun Warga. Meski cara belajar PAUD di lingkungan RW berbeda dengan PAUD yang biasanya didirikan mandiri, PAUD seperti ini tentu tidak bisa disamakan dalam segi keamanan.

    PAUD yang didirikan secara mandiri oleh lembaga atau yayasan memiliki fasilitas lebih lengkap dengan segala macam penjagaan sekolah dan cctv. Tapi PAUD di lingkungan RW bersifat lebih fleksibel dan bebas dengan biaya yang lebih terjangkau, serta biasanya orangtua juga datang mendampingi sehingga penjagaan terhadap masing-masing anak masih dibantu oleh orangtua. Namun, lembaga PAUD mandiri biasanya memiliki program atau kurikulum yang lebih terencana dan didampingi oleh tenaga pendidik yang terlatih.

    Secara umum, metode belajar di PAUD juga lebih fleksibel pada permainan-permainan bersama dalam kelompok atau individu, serta lebih beragam pilihan yang disediakan daripada sekolah usia pra-TK. Seperti bermain dengan melompat di setiap kotak yang disediakan, menggambar, bernyanyi, pengajaran hal-hal dasar seperti cuci tangan dengan sabun atau gosok gigi.

  3. Usia TK

    Setelah memilih sekolah jenjang day care dan PAUD, ada fase usia TK. Taman Kanak-Kanak saat ini dituntut memiliki kurikulum belajar yang lebih ketat karena di era ini, setiap anak yang akan masuk SD haruslah sudah bisa membaca, dan melakukan beberapa keterampilan lainnya. 
    Ibu perlu selektif memilih sekolah dalam usia ini. Selain mengedepankan faktor kurikulum atau metode belajar, TK haruslah tetap menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak untuk pergi sekolah setiap harinya. Jangan sampai anak menjadi stress hanya karena jenuh belajar di TK.

    Ibu dapat mempertimbangkan hal-hal berikut saat akan memilih TK.:

    Pertama, kurikulum atau metode belajar. Apakah TK tersebut telah memiliki konsep yang jelas terhadap pendidikan anak. Artinya, cara belajar dan pengajaran di TK harusnya dapat memenuhi konsep kebutuhan persiapan masuk SD, tapi juga mengedepankan segi bermain agar anak tidak jenuh. Ingat, dunia anak sebelum sekolah masih bermain ya, Bu.

    Kedua, pastikan tenaga pengajar di TK dapat diajak intens berkomunikasi tentang perkembangan belajar anak Ibu. Ibu bisa membantu guru TK dengan memberitahukan apa saja sifat anak Ibu untuk memudahkan pendampingan balajar oleh sang guru. Mintalah juga laporan berkala tentang anak Ibu dan rajinlah bertanya pada guru tentang kemajuannya.

    Ketiga, kedisiplinan. Dalam usia ini anak dapat mulai diajarkan untuk lebih disiplin di sekolah. Tentunya ia harus sudah belajar kedisiplinan sendiri di rumah bersama orangtuanya ya, Bu. Keuntungannya, dengan memperhatikan cara pengajaran kedisiplinan oleh sekolah, Ibu dapat lebih terbantu untuk mendidik anak menjadi pribadi lebih baik. Ditambah lagi, jika sekolah telah mengajarkan kebiasaan-kebiasaan baik dan kedisiplinan yang dicontohkan setiap hari, maka anak akan terlatih untuk lebih mandiri dan pembentukan karakter akan lebih mudah diarahkan.

    Keempat, lingkungan sekolah juga penting untuk Ibu perhatikan dalam memilih sekolah. Tidak hanya lingkungan sekolah lho, Bu. Tapi juga lingkungan sekitar sekolah. Misal, jika letak sekolah berada di sekitar pasar atau terminal, Ibu tentu memerlukan pertimbangan lebih karena bisa saja orang-orang di sekitar sekolah dapat memengaruhi si kecil, termasuk faktor keamanan. Pastikan anak aman bersama dengan penjagaan yang baik saat ia di sekolah.

  4. Sekolah Dasar

    Memilih sekolah dasar menjadi tahapan lanjutan ketika usia anak Ibu sudah 7 tahun. Pada usia ini, biasanya rencana dan persiapan Ibu lebih matang karena telah melewati masa-masa memilih sekolah di jenjang sebelumnya. Anak juga sudah dapat diajak bertukar pendapat tentang sekolah seperti apa yang ia inginkan.

    Pertama, Ibu dapat mempertimbangkan pemilihan sekolah melalui kebutuhan anak Ibu sendiri. Umumnya, anak-anak bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah biasa yang jamak ditemui di setiap kota tempat tinggal. Namun, ada anak yang membutuhkan kegiatan lebih menantang dari kegiatan sekolah pada umumnya. Ada pula anak yang membutuhkan perhatian khusus dari guru untuk memudahkannya belajar menyerap pelajaran. Anak dengan kebutuhan akan kegiatan yang menantang biasanya akan sangat aktif dan lebih mudah bosan pada jenis sekolah yang monoton berkegiatan di dalam ruangan. Maka Ibu dapat mulai mempertimbangkan sekolah alam atau sekolah dengan konsep belajar fleksibel. Sedangkan anak yang membutuhkan pendampingan individu akan merasa kesulitan belajar bersama dengan lingkungan yang tidak mendukung. Maka Ibu dapat mempertimbangkan untuk memilih sekolah dengan metode pengajaran terbatas, 1 guru khusus menangani beberapa murid saja.

    Kedua, Ibu dapat melihat melalui gaya belajar anak Ibu juga. Anak dengan kecerdasan verbal tentu akan berbeda treatment-nya dengan anak berkecerdasan kinetik. Anak dengan kecerdasan logika akan berbeda penanganannya dengan anak berkecerdasan musikal. Maka pastikan dalam memilih sekolah, Ibu memilih sekolah yang mampu menampung atau sesuai dengan kecerdasan majemuk yang dimiliki anak tanpa mendiskriminasikan kemampuannya tersebut. Artinya sekolah yang akan dipilih haruslah punya wadah untuk memfasilitasi anak-anak dengan kecerdasan berbeda agar tetap berprestasi dan mengoptimalkan potensinya. Bukan sekolah yang hanya fokus pada pencapaian nilai belajar siswa yang berupa deretan angka-angka.

    Ketiga, tenaga pengajar. Pastikan Ibu memilih sekolah dengan kompetensi pengajar yang mumpuni. Tidak hanya dari segi prestasi guru, namun juga dari kemampuannya untuk merangkul siswa secara psikis. Pendampingan psikis banyak dibutuhkan di sela belajar agar anak merasa guru mereka adalah sahabat di sekolah, bukan ‘orangtua lain’ yang lebih menakutkan daripada orangtua mereka sendiri di rumah.

    Keempat, komunikasi dengan pihak sekolah. Ibu perlu mempertimbangkan sekolah yang mudah diajak berkomunikasi tentang perkembangan anak Ibu, serta sekolah yang komunikatif dalam melibatkan orangtua dalam pengambilan keputusan yang bersifat hubungan sekolah-orangtua dengan baik. Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan rutin diadakannya pertemuan orangtua dan guru, serta terjalinnya komunikasi tentang kebijakan-kebijakan sekolah terhadap siswanya.

  5. Sekolah Lanjutan (SMP & SMA)

    Pemilihan sekolah lanjutan kurang lebih sama dengan sekolah dasar. Biarkan anak memberi pilihan sekolah versi mereka dan kaji ulang bersama keputusan dalam memilih sekolah tersebut. Jadikan itu keputusan bersama dan bantu anak dengan memberikan pandangan-pandangan baru. Perbedaan pendapat tentu akan terjadi, namun diskusikan bersama untuk mencari jalan keluarnya sehingga anak merasa punya andil dalam menentukan jenjang pendidikan yang akan mereka jalani dan tanpa paksaan.

Tahapan pemilihan sekolah seperti di atas tak luput juga dari adanya kendala-kendala yang menyertainya seperti berikut:

  1. Lokasi sekolah. Seringkali sekolah yang sudah kita pertimbangkan segala macamnya berlokasi jauh rumah. Tentunya ini menjadi tantangan khusus karena mempertimbangkan lokasi sekolah juga penting, mengingat jarak tempuh yang akan menghabiskan waktu. Anak juga akan terpaksa berangkat lebih awal agar tidak terlambat ke sekolah. Selain itu, perjalanan yang jauh juga akan membuat anak lelah bahkan sebelum sekolahnya mulai.

  2. Biaya. Urusan biaya memang agak memusingkan ya, Bu? Terkadang, saat Ibu sudah menentukan pilihan pada satu sekolah yang cocok, rupanya harganya belum bersahabat. Ada pula pilihan yang cocok pada harga tapi ada elemen lain yang tidak sesuai dengan ekspektasi Ibu. Semuanya kembali kepada kondisi keuangan keluarga dan keputusan bersama Ayah dan Ibu. Yang pasti, jangan sampai pilihan sekolah untuk anak hanya akan menguntungkan orangtua tapi tidak sesuai dengan kebutuhan anak, maupun sebaliknya.

  3. Kompetensi pengajar. Ada banyak sekolah yang baik secara kurikulum namun tidak semua pengajarnya memiliki kompetensi yang sesuai harapan kita. Maka riset memang perlu Ibu lakukan untuk melihat apakah sekolah tersebut memiliki guru yang berkompetensi tinggi. Guru berkompeten tidak selalu ditunjukkan dengan gelar tinggi. Guru dengan gelar standar bisa lebih baik asal ia memiliki kreativitas dan teknik pengajaran yang bisa menarik perhatian anak. Komunikasikan juga dengan anak bagaimana gurunya di sekolah, agar Ibu tahu bahwa Ibu sudah memilih sekolah yang tepat.

  4. Fasilitas sekolah. Fasilitas ini tidak hanya berupa perlengkapan belajar dan mengajar, tetapi juga bagaimana sekolah memfasilitasi akses komunikasi antara orangtua dan pihak sekolah. Fasilitas ini tak boleh terlewatkan dalam pertimbangan Ibu saat memilih sekolah. Harapannya, Ibu bisa memantau perkembangan anak dengan baik dan terbuka.

  5. Lingkungan sekitar sekolah. Perlu Ibu ketahui bahwa saat ini standar sekolah negeri sudah diatur dengan baik oleh pemerintah, bahkan sampai pada tingkat kebersihan toilet dan kantinnya. Ada aturan khusus yang dipantau secara rutin oleh pengawas sekolah setiap kota. Biasanya, yang jadi kendala adalah lingkungan di sekitar sekolah. Dengan lingkup sekolah yang besar, apabila lingkungan sekitar sekolah tidak sesuai, maka Ibu bisa saja malah galau akan memilih sekolah tersebut atau tidak.

Memilih sekolah untuk anak memang tidak mudah. Tapi perlu Ibu ketahui bahwa dalam memilih sekolah, Ibu tetap harus memprioritaskan kenyamanan anak karena merekalah yang akan menjalaninya sehari-hari. Jangan ragu untuk melibatkan anak dalam pengambilan keputusan jika anak sudah dapat diajak berkomunikasi dengan baik.

(Dwi Ratih)