8 Hal yang Dibutuhkan Suami dari Seorang Istri di dalam Rumah Tangga
Siapa bilang seks adalah hal terpenting bagi suami dalam sebuah pernikahan? Jika memang hal tersebut benar adanya, tentu banyak rumah tangga yang kandas karena usia. Seks memang salah satu hal penting dalam pernikahan, namun bukan satu-satunya penentu kebahagiaan suami. Ada banyak hal lain yang suami butuhkan dari seorang istri, sama halnya dengan istri yang tidak hanya membutuhkan nafkah dan perlindungan dari suami.
Saat awal menikah, secara lahir batin kebutuhan suami dan istri terpenuhi. Bagi satu sama lain, mereka adalah sosok impian yang selama ini diharapkan untuk menghabiskan sisa hidup bersama. Namun, seiring dengan waktu, rumah tangga tidak lagi sekadar kisah cinta romantis.
Baik suami maupun istri mulai menjadi diri masing-masing yang tidak lepas dari kekurangan. Berusaha menerima pasangan apa adanya, ditambah dengan hadirnya anak, menjalani karir, mengurus orang tua, menjadikan suami dan istri terkadang lupa merawat rasa cinta yang dulu menjadi energi utama rumah tangga.
Dr.Dorothy Tennov, seorang psikolog, telah melakukan studi jangka panjang mengenai fenomena jatuh cinta. Hasilnya, daya tahan rata-rata dari obsesi romantis hanya berkisar dua tahun. Jika hubungan tersebut dirahasiakan, cinta bisa berlangsung lebih lama.
Setelahnya, suami mulai bisa menyadari bahwa istri bisa sangat menyebalkan, hal yang mungkin suami ketahui pada awal menikah tapi memilih untuk memakluminya. Hari-hari kini dipenuhi oleh omelan tentang handuk basah yang bertengger di kasur, posisi dudukan kloset, dan barang-barang yang tidak pada tempatnya. Suami pun mulai berpikir bahwa ia mungkin menikahi orang yang salah.
Sebaliknya, istri merasa bahwa ia telah melakukan yang terbaik dalam rumah tangga: kebutuhan suami terpenuhi, anak-anak terawat, keuangan diatur dengan cermat. Sayangnya, suami tetap merasa bahwa cintanya tidak seperti dulu lagi. Dalam konsep Lima Bahasa Cinta, dari buku berjudul sama karangan Gary Chapman, istri mewujudkan cintanya dalam “bahasa” yang berbeda dengan suami.
Bagi suami, cinta itu berarti sering memberi pelukan dan perhatian. Sementara bagi istri, selalu memberikan hadiah saat ulang tahun dan wedding anniversary merupakan tanda cinta yang tidak terbantahkan. Perbedaan “bahasa cinta” inilah yang kerap membuat kehidupan rumah tangga tidak jauh dari sebuah rutinitas belaka, kalau tidak ingin dikatakan melelahkan secara emosional.
Sebelum terlambat, ibu bisa mencari bahasa cinta suami (dan tentu memberi tahu suami bahasa cinta ibu!) dan melakukan hal yang mungkin mereka butuhkan. Kurangnya komunikasi berkualitas bisa menjadi akar permasalahan lain sehingga ibu dan suami bisa tidak mengetahui apa yang diinginkan masing-masing dari pasangannya.
Apalagi, pria cenderung enggan untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya, apalagi harus susah-susah meminta. Jika ibu masih berusaha untuk menjalin komunikasi efektif dengan suami, mungkin beberapa hal di bawah ini bisa menjadi gambaran tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan suami dari istrinya.
Perhatian
Kapan terakhir kali ibu bertanya apakah suami sudah makan siang belum hari itu? Pertanyaan-pertanyaan ringan yang sempat menjadi pertanyaan wajib kala pacaran dulu kini sudah hilang. Seharian tanpa pesan singkat kini tidak lagi membuat resah. Terkadang, pertanyaan seperti ini. Misalnya ada pun, sudah hilang gregetnya. Suami sibuk dengan urusan pekerjaan, ibu sibuk dengan urusan anak, rumah tangga, dan pekerjaan atau bisnis, bahkan sibuk dengan gadget masing-masing. Meskipun demikian, bukan berarti suami tidak membutuhkan perhatian itu. Ibu juga senang kan, bila suami bertanya bagaimana hari yang dijalani ibu?
Jadi, selelah apapun ibu mengurus anak, usahakan tetap menyapa suami sepulang kerja karena suami juga pasti lelah setelah seharian bekerja. Dengarkan ceritanya tanpa interupsi dan beri respon sebagai tanda bahwa ibu mendengarkan, bukan sekadar basa-basi. Ketika ibu mendengarkan keluh kesah suami terlebih jika sedang ada masalah yang dihadapinya di kantor atau usahanya, ia merasa dihargai.
Perhatian juga dapat ditampakkan dalam segala hal, namun pastikan perhatian tersebut bertujuan untuk membuat suami merasa diperhatikan, bukan dikritisi atau dinasehati.
Bantuan
Meskipun suami adalah sosok yang diharapkan kuat, dapat diandalkan, serba bisa, memimpin dan segala macam atribut kelelakiannya, ternyata suami tetaplah manusia biasa yang membutuhkan bantuan. Terkadang, sikap wanita yang merasa lemah dan lebih “banyak drama” dibanding pria membuat ibu banyak bergantung pada suami dalam banyak hal. Di satu sisi, suami senang karena merasa dapat diandalkan. Namun, dalam beberapa situasi di mana suami sedang memiliki banyak hal untuk dilakukan, bantuan dari ibu akan sangat membuatnya senang.
Misalnya, jika ada pembagian tugas rumah tangga yang ibu lakukan bersama suami, tidak ada salahnya untuk membantunya di kala suami kelelahan. Bukan sebaliknya, menuntutnya untuk memenuhi kewajiban tanpa melihat situasi. Ingat, tindakan positif akan menghasilkan reaksi positif pula. Dalam hal lain misalnya, ibu selama ini bergantung pada suami untuk masalah mobilitas.
Alasannya, ibu tidak bisa menyetir mobil atau motor. Tidak ada salahnya ibu belajar menyetir. Selain meringankan beban suami, hal ini bisa membuat ibu merasa lebih berdaya karena ketergantungan pada orang lain itu membawa perasaan terkungkung dalam diri.
Satu hal yang perlu diingat, bantuan ini harus dilakukan dengan ikhlas. Jika ibu sudah merasa kewalahan dengan tugas-tugas yang ibu miliki, ibu tidak harus memaksakan diri. Masih banyak hal lain yang bisa menunjukkan rasa sayang ibu tanpa harus merasa terbebani, apalagi terpaksa. Jangan sampai bantuan yang ibu lakukan membuat ibu mengharapkan suami melakukan hal yang sama pada ibu.
Me time
Laki-laki indentik dengan kebebasan. Mungkin orang tua yang memiliki anak laki-laki yang telah dewasa paham akan sifat yang satu ini. Karenanya, laki-laki yang belum siap mengorbankan kebebasan biasanya takut akan komitmen seperti pernikahan. Semua suami tentu berharap pernikahan tidak akan merenggut kebebasan mereka untuk tetap bergaul dengan teman, melakukan hobi, mengejar karir. Jika tidak, maka suami akan merasa terkekang dan merasa ada bagian dari dirinya yang hilang dalam pernikahan.
Me time ini juga mewakili cara pria dalam menghadapi masalah, yaitu dengan menyelesaikannya sendiri terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan wanita yang ketika menghadapi masalah cenderung mencari tempat untuk bercerita. Karena itu, memberikan waktu bagi suami untuk sendiri merupakan hal yang penting dilakukan, sama pentingnya dengan kebutuhan ibu akan me time.
Apresiasi
Kebanyakan istri terjebak pada melihat apa yang tidak dilakukan suami daripada apa yang telah dilakukannya, hanya karena mereka bukan tipe verbal yang mengungkapkan, aku sudah melakukan a,b,c seperti adegan dalam sinetron. Sebaliknya, istri –dalam keadaan tertekan- mampu menyebutkan satu demi satu apa yang telah dilakukannya, dan merasa hal tersebut jauh lebih banyak daripada apa yang telah suaminya lakukan untuk rumah tangganya.
Pernikahan bukan untuk berlomba memenangkan siapa yang paling banyak berkorban, siapa yang paling banyak berkontribusi, bukan?
Karenanya, jadilah detektif kebaikan bagi suami. Konsep ini dicetuskan oleh Okina Fitriani dalam Enlightening Parenting. Carilah kebaikan suami setiap hari, jika perlu buatlah daftar tertulis. Kemudian, apresiasi suami atas apa yang telah dilakukannya, meskipun itu sesepele memasang galon ke dispenser. Karena setiap manusia adalah makhluk egosentris, maka melihat kebaikan orang lain bisa jadi merupakan tantangan. Apalagi jika setiap hari kita terbiasa melihat hal dari suami yang tidak menyenangkan bagi kita. padahal, kita bisa mengubah cara pandang kita terhadap suami.
Mungkin, suami juga merasakan hal yang sama tentang kebiasaan buruk kita. Hanya saja, mereka bukan tipe verbal yang merasa bahwa mengungkapkan hal tersebut secara berulang mampu menyelesaikan masalah.
Jadi, daripada selalu mengkritik suami ketika melakukan “kesalahan” sepele dalam rumah tangga, berikan apresiasi atas segala jerih payahnya selama ini. Istri bisa bekerja atas nama self fulfillment, untuk memenuhi kebutuhan atas eksistensi dan karya, namun suami menganggap bekerja adalah tanggung jawab terbesarnya sebagai suami, sekaligus caranya menunjukkan betapa besar kasih sayang dan cintanya terhadap anak dan istrinya.
Komunikasi yang lebih baik
Men are from Mars, women are from Venus adalah kiasan yang tepat dalam menggambarkan cara berkomunikasi antara suami dan istri dalam rumah tangga. Kalimat yang populer setelah John Gray menulis buku berjudul sama mampu menyadarkan pasangan suami istri bahwa seberapapun saling mencintai antara mereka, tetap ada hal yang bersifat bawaan yang menjadi perbedaan, salah satunya adalah cara berkomunikasi.
Suami menyadari bahwa sebagian besar laki-laki merasa kebingungan bagaimana cara berkomunikasi yang efektif dengan pasangan. Akhirnya, daripada salah bicara, diam menjadi pilihan. Bagi istri, tentu saja diamnya suami dapat diartikan sebagai cara menghindari masalah, yang mana membuatnya semakin buruk. Jika istri tidak memahami bahwa hal tersebut adalah salah satu cara suami dalam menghadapi konflik, hal ini bisa membuat kondisi rumah tangga tidak harmonis.
Ada kalanya, ibu menganggap suami kurang responsif. Cerita ibu yang panjang lebar hanya dijawab dengan anggukan, “hmmm”, “oh ya”, atau bahkan hanya diam. Bukannya suami tidak peduli, namun untuk dapat membicarakan hal tertentu, suami butuh waktu untuk fokus pada topik yang sedang dibicarakan, menyusun kata terlebih dahulu agar ia tahu benar apa yang diucapkannya.
Apalagi, jika topik yang dibicarakan merupakan hal penting dalam rumah tangga. Terkadang, suami juga hanya ingin menjadi pendengar yang baik. Untuk menghindari hal ini, pastikan ibu memberi suami terlebih dahulu jika ingin membicarakan hal yang penting, agar suami lebih siap dan ibu tidak merasa diabaikan.
Dengan kemampuan komunikasi wanita yang lebih baik, suami berharap istri mampu menjalin komunikasi yang lebih efektif dan tidak ragu untuk memberi tahu suami secara langsung tentang apa yang diinginkannya dalam berumah tangga.
Rasa hormat
Hubungan antara suami istri yang semakin setara belakangan ini tidak hanya membawa rumah tangga menjadi semakin harmonis dengan kerja sama yang baik antarpasangan, tapi juga rentan menjadikan suami kehilangan rasa hormat pada suami. Padahal, laki-laki lebih memilih untuk tidak dicintai daripada tidak dihargai atau tidak dihormati. Apalagi, budaya dan agama di Indonesia masih menempatkan suami sebagai sosok pemimpin dalam rumah tangga.
Pembagian peran yang lebih fleksibel antara suami dan istri seperti kebanyakan pasangan millennial saat ini tetap dapat dilakukan tanpa harus menghilangkan rasa hormat pada suami. Bagaimana pun juga, setiap tim tetap butuh pemimpin. Begitu juga dengan rumah tangga. Jika suami merasa bahwa istrinya tidak menghormatinya karena sejumlah alasan seperti kondisi kesehatan, status ekonomi, karir, tingkat pendidikan, maupun masalah keyakinan, rumah tangga sangat rentan terhadap goncangan.
Rasa hormat tidak harus diwujudkan dalam bentuk kepatuhan mutlak seperti zaman dahulu. Menghormati suami tetap dapat dilakukan dengan menghindari kata-kata yang menyinggungnya saat berbeda pendapat, bersikap baik pada suami di depan anak-anak, keluarga besar, dan orang lain, tidak menceritakan kejelekan suami ke orang lain, dan memperlakukan suami sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Romantisme
Pernah merasa “mati gaya” di depan suami sendiri, Bu? Hanya diam dan berusaha menyibukkan diri dengan aktivitas masing-masing? Jika pernah, nampaknya ibu dan suami perlu kembali menghidupkan kehangatan rumah tangga dengan romantisme yang dulu tidak pernah absen dari keseharian hidup pengantin baru. Ibu tentu menginginkan suami yang romantis seperti di film drama korea atau film hollywood: cuek tapi perhatian, memberi kejutan, sering memberi pelukan dan sentuhan sayang, tidak pelit pujian. Tapi ternyata, suami juga ingin lho, memiliki istri yang romantis!
Romantisme memang perlu diusahakan, apalagi jika suami dan istri sudah mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing, anak-anak mulai menyita seluruh perhatian, karir semakin menanjak, atau sebaliknya, kondisi ekonomi rumah tangga sedang di titik terendah sehingga atmosfer yang tercipta adalah keprihatinan.
Apapun kondisinya, ibu dapat menghidupkan kembali suasana romantis dengan suami. Tidak perlu heboh, pelukan sepulang kerja, ciuman ringan di pipi (walau suami lebih suka jika lebih dari itu), pujian atas penampilannya, atau foto saat masih muda disertai kata-kata romantis dapat membawa percikan cinta kembali dalam hidup rumah tangga ibu.
Istri yang bahagia
Ya, ibu tidak salah baca. Dalam buku 10 Things a Husband Needs from His Wife, suami ternyata membutuhkan istri yang bahagia lahir batin. Kebahagiaan istri tidak hanya mampu membuat suami bahagia, namun berdampak positif bagi seluruh anggota keluarga. Tidak ada suami yang senang melihat istrinya selalu mengeluh kelelahan, wajah tanpa senyum, tidak sempat merawat diri, dan tidak ada waktu untuk melakukan hal yang diinginkan. Mengajak ibu berhubungan seks pun mungkin suami sudah merasa takut, karena ia tahu akan ditolak.
Karenanya, ibu dan suami harus membicarakan manajemen waktu dan tugas rumah tangga agar kedua belah pihak tetap dapat melakukan rutinitas harian tanpa mengabaikan kebutuhan pribadi masing-masing.
Mengingat setiap orang memiliki bahasa cinta masing-masing, jangan patah semangat jika ternyata perhatian dan segala macam hal yang kita upayakan tidak mendapatkan respon yang sesuai harapan. Bisa saja, yang ibu lakukan bukan menjadi bahasa cinta suami. Tidak ada salahnya bertanya langsung untuk mencegah kekecewaan.
(Menur)