Keluarga

Alami Trauma Bonding? Segera Bangkit Dan Jangan Sepelekan!

Alami Trauma Bonding? Segera Bangkit Dan Jangan Sepelekan!

Sering mendapatkan pelecehan atau kekerasan dalam rumah tangga? Selalu berulang namun Ibu memilih tetap bertahan? Waspada, bisa jadi Ibu sedang mengalami trauma bonding.

Yup, biasanya trauma bonding diawali dengan pertengkaran antar pasangan yang diakibatkan oleh masalah yang tak kunjung usai dan tak ada solusi dari kedua belah pihak. Hal ini bisa membuat salah satu pasangan menjadi dendam.

Kalau sudah seperti itu, maka kekerasan fisik tak bisa dihindari lagi. Nah, jika hal ini sudah terjadi pada Ibu maka berarti hubungan pernikahan tersebut sudah tidak sehat lagi.

Anehnya, banyak orang yang selama ini memilih bertahan meski pasangannya telah melakukan tindak kekerasan kepada mereka. Jika Ibu termasuk salah satunya, kondisi ini dikenal dengan istilah trauma bonding.

Agar lebih jelas mengenai apa yang dimaksud dengan trauma bonding, ada baiknya simak terlebih dahulu ulasan berikut ini ya Bu.

Apa yang dimaksud dengan trauma bonding?


Trauma bonding termasuk dalam gangguan psikologis yang bisa dialami oleh semua orang, terutama bagi yang sudah menikah. Melansir Medical News Today trauma bonding adalah kondisi yang terjadi saat seseorang terus membangun ikatan dengan orang yang telah melakukan tindakan kekerasan maupun pelecehan kepada dirinya.

Trauma bonding termasuk dalam hubungan yang tidak sehat, meskipun bisa membuat seseorang bertahan walau telah jadi korban pelecehan atau kekerasan. Keinginan untuk bertahan ini biasanya didasari oleh simpati dan kasih sayang korban terhadap pelaku.

Trauma bonding masuk ke dalam kategori gangguan psikologis Stockholm Syndrome yakni gangguan psikologis pada korban penyanderaan yang membuat mereka merasa simpati atau bahkan muncul rasa kasih sayang terhadap pelaku. Bagi orang normal hal ini merupakan gangguan psikologis yang cukup aneh, apalagi jika korbannya masih mau bertahan.

Lalu bagaimana trauma bonding bisa terjadi?


Normalnya ketika seseorang mengalami perlakuan buruk dari pasangan, biasanya akan langsung meninggalkan agar hal tersebut tidak terjadi lagi dan meninggalkan trauma mendalam. Tapi tidak semua orang bisa melakukan hal tersebut ya Bu.

Melansir Healthline pada kasus trauma bonding, walau seseorang telah menerima perlakuan buruk, ia tidak mau meninggalkan dan lebih memilih bertahan dengan pelaku pelecehan atau kekerasan. Alasannya? Bisa jadi karena adanya keterikatan atau ketergantungan dengan pelaku, rasa sayang dan cinta yang terlalu dalam atau merasa iba dengan pelaku.

Tapi, tentu saja kondisi tersebut sangat berbahaya bagi korban karena hanya akan menjalankan hubungan yang tidak sehat. Apalagi jika tanpa pelaku, korbannya akan merasa sulit mendapat ketenangan hati, stress memikirkan nasib pelaku bahkan menganggap hanya pelaku yang bisa mengerti korban.

Mengapa demikian? Bisa jadi, korban telah mendapatkan janji-janji palsu dari pelaku yang mengatakan bahwa akan berubah dan berjanji tidak akan melakukan tindak kekerasan lagi. Nyatanya, pelaku kembali berulah dan mengingkari janji. Kemudian korban akan terus memaafkan dan berjalan begitu terus.

Rasa empati berlebihan seringkali memaksa korban untuk kembali memaafkan dan menerima kembali sang pelaku. Walau ia pun tahu bahwa pelaku tidak bisa merubah sifat kasarnya. Tapi justru hal ini sangat menyiksa psikologis Ibu dan hanya menimbulkan trauma bonding.

Tanda Ibu mengalami trauma bonding


Melansir National Domestic Violence Hotline beberapa tanda terjadinya trauma bonding dan tanpa sadar Ibu menjadi korban kekerasan dalam hubungan antara lain sebagai berikut:

  • Bersikeras membela pelaku dan menjauhkan diri dari orang-orang yang hendak memberi bantuan.
  • Mencoba untuk menutupi tindakan pelaku dari orang lain dan mencoba terus bertahan.
  • Kembali memaafkan pelaku, walau sadar sering disakiti berkali-kali.
  • Merasa sulit meninggalkan hubungan yang tidak sehat dengan berbagai pertimbangan.
  • Menganggap bahwa orang lain membenci pelaku dan hanya Ibu yang paham perasaan pelaku.
  • Keberatan untuk meninggalkan pelaku meskipun sadar telah menjadi korban kekerasan dan pelecehan. Rasa sayang dan cinta yang mendalam juga berperan dalam hal ini, terutama jika sudah memiliki anak. Memilih bertahan dan memaafkan demi kebahagiaan anak.
  • Setuju dengan alasan pelaku melakukan kekerasan, pelecehan, maupun tindakan buruk lain. Ibu cenderung pasrah dan merasa hal ini adalah risiko dari apa yang sudah diperbuat oleh Ibu kepada pelaku. Misalnya, Ibu mudah cemburu, Ibu menolak permintaannya dan lain-lain.
  • Marah jika orang lain ikut campur. Walau Ibu tahu bahwa orang tersebut hanyalah peduli dan ingin membantu Ibu keluar dari hubungan yang tak sehat.

Segera bangkit dan cari cara agar keluar dari trauma bonding


Walau keluar dari trauma bonding bukanlah hal yang mudah, namun semua orang bisa keluar dari hubungan yang tidak sehat ini. Berikut beberapa hal yang dapat membantu Ibu keluar dari trauma bonding:

1. Pikirkan tindakan buruk pelaku

Jangan mudah termakan dengan janji-janji palsu yang diberikan pelaku. Pikirkan apa saja tindakan yang membuat Ibu merasa sakit hati terhadap pelaku. Jadikan hal tersebut pertimbangan untuk yakin meninggalkan pelaku.

2. Akhiri hubungan dengan pelaku

Mengakhiri hubungan mungkin akan sulit dilakukan, tapi hal ini harus dilakukan demi kebaikan Ibu. Mulailah untuk berhenti berkomunikasi dengan pelaku, ganti nomor telepon atau blokir semua akun media sosialnya agar pelaku tidak bisa mencari Ibu kembali.

3. Bangkit dan stop menyalahkan diri sendiri


Tak ada gunanya menyalahkan diri sendiri karena sudah terjebak dengan trauma bonding. Justru yang harus dilakukan adalah tanamkan di dalam pikiran bahwa tindakan buruk pelaku terjadi bukan karena kesalahan Ibu. Yakinlah, orang sebaik Ibu berhak mendapat pasangan yang lebih baik lagi dan orang sebaik Ibu tidak pantas berhubungan dengan pria toxic seperti pelaku.

4. Mulailah cintai diri sendiri

Selama menjalani hubungan yang tidak sehat ini, tentu berarti Ibu kurang mencintai diri sendiri. Untuk itu, setelah bangkit dari trauma bonding segera terapkan teknik self care atau mencintai diri sendiri. 

Lakukan perawatan diri untuk menghilangkan stres yang dirasakan seperti berlibur, membeli sebuah barang sebagai reward untuk diri sendiri, mulai terbuka dan pelan-pelan bersosialisasi dengan teman, olahraga, berdoa, serta melakukan hobi.

5. Konsultasikan dengan ahli

Keluar dari trauma bonding dan hubungan yang tidak sehat bukanlah perkara mudah. Beberapa orang mungkin merasa perlu bantuan psikolog atau psikiater. 

Jangan ragu untuk melakukan hal ini ya Bu, sebab para terapis nantinya akan mencoba membantu untuk membangun batasan, mengembangkan kemampuan dalam menciptakan hubungan yang sehat, hingga pelan-pelan mengatasi trauma sehingga Ibu bisa kembali bangkit.

Mengatasi trauma bonding memang bukan perkara mudah, apalagi jika hubungan yang dijalankan sudah berpuluh tahun lamanya. Penting sekali untuk mencoba bangkit dan keluar dari zona toxic demi mendapatkan ketenangan batin.

Yuk, mulai dicoba pelan-pelan ya Bu. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli jika merasa kesulitan.

Editor: Dwi Ratih