Keluarga

Jadi Single Parent Bahagia Seperti Rachel Vennya? Ini Resepnya!

Jadi Single Parent Bahagia Seperti Rachel Vennya? Ini Resepnya!

Setelah resmi berpisah dari suaminya, Niko Al Hakim, influencer Rachel Vennya kini tinggal bertiga dengan kedua anaknya yang masih balita; Xabiru Oshe Al Hakim dan Chava Aurorae Al Hakim. Di media sosial, perempuan kelahiran 1995 tersebut terlihat sering membagikan kesehariannya dengan sang anak.

Meski kini Xabiru dan Chava hanya tinggal dengan dirinya, Rachel Vennya tetap enggan disebut sebagai single parent. Dalam beberapa sesi wawancara, Rachel Vennya menegaskan bahwa hingga saat ini dia dan Niko masih mengasuh buah hati mereka bersama-sama.

Single parent bisa diartikan sebagai orang tua tunggal (ayah atau ibu) yang mengasuh anak-anak tanpa pasangan. Seseorang bisa menyandang status sebagai single parent karena sebab tertentu, misalnya bercerai atau pasangan meninggal dunia.

Menghadapi Stigma Saat Menjadi Single Parent Seperti Rachel Vennya 

Tentu saja tak ada seorang pun di dunia ini yang mau membesarkan anak-anak seorang diri tanpa peran pasangan. Bagaimanapun, parenthood adalah perjalanan yang tidak mudah. Sebagai manusia biasa, kita tentu butuh uluran tangan dan bahu untuk bersandar kala hari-hari sulit menghadang. Begitu pula soal mengasuh buah hati...

Namun, keadaan tak selalu berjalan seperti yang kita inginkan kan, Bu? Mungkin saja ada sebab-sebab tertentu yang mengharuskan kita berada di posisi sulit sebagai orang tua tunggal seperti Rachel Vennya.

Tentu menjadi single parent bukan hal yang mudah. Terlepas dari kewajiban-kewajiban utama seperti mengurus anak, sampai saat ini orang tua tunggal masih harus menghadapi stigma negatif dari masyarakat. Sebuah riset oleh Dr. Nicola Carroll dari University of Huddersfield memaparkan bahwa mayoritas orang tua tunggal (terutama ibu tunggal) masih mendapat cap buruk dari lingkungan sekitarnya.

Ya, nggak sedikit orang tua tunggal yang harus berjuang dua kali; membesarkan anak sekaligus melawan stigma tentang single parent yang melekat pada dirinya. Rachel Vennya barangkali adalah salah satunya. Lantas, stereotip seperti apa saja sih yang kerap dibebankan pada orang tua tunggal?

1. Single parent = orang tua gagal

Stigma bahwa single parent adalah orang tua yang gagal (terutama gagal menyelamatkan pernikahannya) sampai saat ini masih beredar deras di tengah masyarakat. Mereka sering mendapat label buruk semacam “kalau mempertahankan pernikahan saja nggak bisa, gimana mau membesarkan anak?”

2. Anak-anak dari single parent susah diatur


Stereotip buruk yang juga kerap dituduhkan kepada para orang tua tunggal adalah ketidakcakapan mereka dalam mengurus anak. Masih banyak yang menganggap bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua tunggal cenderung bandel, suka melawan, dan susah diatur. 

Stigma ini dibangun dari kepercayaan bahwa anak yang tumbuh besar tanpa kehadiran/kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya akan mencari kesenangan di luar rumah dengan cara-cara yang kurang baik. Padahal faktanya tak begitu.

3. Single parent dianggap tak berdaya


Ketiadaan partner dalam hal mengasuh anak-anak sering kali membuat orang tua tunggal berada pada posisi yang sulit. Pada titik ini, mereka kerap mendapat stigma sebagai manusia yang nggak berdaya, entah itu dalam hal parenting, finansial, atau yang lainnya.

Selain ketiga hal di atas, sebetulnya masih banyak stigma lain yang kerap diterima orang tua tunggal. Misalnya cap negatif sebagai seorang janda atau duda. Kondisi-kondisi penuh tekanan inilah yang tak sadar akan mengakibatkan orang tua tunggal mengalami kelelahan mental. Tidak sedikit single parent yang merasa stres dan akhirnya depresi akibat tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya.

Jadi Single Parent Seperti Rachel Vennya: Bagaimana Caranya Merawat Anak-Anak?

Satu hal yang barangkali cukup sulit dijalani setiap orang tunggal adalah membesarkan anak. Merawat anak seorang diri tanpa bantuan pasangan pasti menjadi tantangan tersendiri, apalagi jika anak masih usia balita. Yang penting diingat, apa pun yang terjadi, pastikan Ayah atau Ibu tetap “waras” ya.

Ya, kondisi mental emosional yang stabil akan membantu orang tua tunggal lebih santai dalam menghadapi roller coaster single-parenting life setiap harinya. Buat ayah atau ibu tunggal yang tengah berjuang merawat balita seorang diri, ini dia beberapa tips yang patut diikuti.

1. Buat prioritas dan bangun rutinitas

Pembagian waktu mungkin jadi hal yang sulit bagi orang tua yang harus merawat anak seorang diri. Nah, kunci agar pekerjaan rumah dan kewajiban mengurus si kecil tak keteteran adalah dengan menyusun prioritas.

Buatlah prioritas harian secara jelas tentang apa yang harus dilakukan setelah bangun tidur sampai tidur lagi. Setelahnya, patuhi ritmenya dan jadikan hal tersebut sebagai rutinitas. Dengan cara ini, mengasuh anak tanpa peran pasangan sekalipun tak akan membuat Ayah atau Ibu merasa lelah berlebihan.

2. Tunjukkan cinta kepada anak-anak

Siapa bilang anak yang dibesarkan oleh orang tua tunggal adalah anak yang kurang kasih sayang? Stigma ini bisa ditepis dan dipatahkan selama orang tua selalu mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada sang buah hati.

Melansir Mayo Clinic, menunjukkan rasa cinta kepada anak-anak adalah salah satu strategi positif yang bisa dilakukan para single parent dalam membesarkan anaknya. Pastikan Ibu atau Ayah selalu memberikan segenap perhatian dan perasaan cinta kepada si kecil.

Dukung apa pun impiannya. Luangkan waktu untuk bermain, ngobrol, membaca, atau melakukan aktivitas lainnya bersama anak-anak. Cara ini akan meningkatkan emotional bonding antara orang tua dengan si kecil.

3. Jangan segan minta bantuan!

Mengasuh balita adalah aktivitas yang nggak mudah. Hal ini pastinya juga jadi PR tersendiri buat para single parent yang masih harus bekerja. Pertanyaannya, bagaimana cara merawat balita sementara di waktu yang bersamaan kita tetap harus mencari nafkah?

Solusinya adalah meminta bantuan pihak lain. Minta tolong kepada kakek/nenek si kecil untuk membantu mengasuhnya saat Ayah atau Ibu sedang bekerja. Jika ada bujet, parents juga bisa menggunakan jasa baby sitter atau ART untuk bantu menyelesaikan pekerjaan domestik.

Poinnya adalah jangan pernah segan untuk meminta bantuan. Akui bahwa sebagai single parent, akan selalu ada keterbatasan yang Ayah atau Ibu miliki. Lagipula, meminta bantuan pihak lain bukan aib atau sesuatu yang berdosa, kok.

4. Beri pengertian kepada anak-anak

Anak usia balita mungkin belum terlalu paham tentang apa yang terjadi pada kedua orang tuanya, kenapa ayah ibunya tak lagi tinggal bersama, dan sebagainya. Pada momen-momen tertentu, mungkin ada pertanyaan atau pernyataan polos dari mereka tentang hal ini.

Ayah atau Ibu bisa memberikan pengertian kepada anak secara pelan-pelan. Jelaskan baik-baik bahwa kondisi keluarga tak lagi sama seperti dulu tanpa perlu menyebutkan sebab atau pemicunya.

Nah, Ayah atau Ibu bisa memanfaatkan celah ini untuk mengajak si kecil “bekerja sama”. Coba sounding pelan-pelan ke anak dengan mengucapkan kalimat-kalimat positif seperti “Adik, karena sekarang Ayah sudah nggak tinggal bareng lagi sama kita, Adik bantu Ibu ya. Kalau Adik butuh apa-apa, bilang ke Ibu baik-baik ya, Nggak usah pake nangis...”

5. Buat batasan

Kesibukan sebagai seorang single parent mungkin membuatmu melewatkan banyak hal. Namun, pastikan anak-anak selalu jadi prioritas nomor satu ya! Agar tak kewalahan, jangan ragu untuk membuat batasan-batasan tertentu.

Batasan ini nggak hanya berlaku dalam hal mengurus anak, tapi juga seputar tugas kantor atau pekerjaan domestik. Hindari terlalu memaksakan segalanya harus sempurna. Apa pun yang terjadi, kesehatan mental kamu dan anak-anak lebih penting dari segalanya.

6. Beri perhatian positif

Perhatian positif seperti pelukan, senyum, dan kebiasaan tertawa bersama adalah hal-hal kecil yang akan berdampak besar terhadap well-being si buah hati, terutama di tahun-tahun pertama kehidupannya. Tunjukkan pada anak-anak bahwa kamu adalah orang tua yang bahagia, dan bahwa kamu bahagia memiliki mereka. Sebisa mungkin hindari marah atau bersedih berlebihan di depan anak-anak, ya.

7. Validasi emosi anak

Balita biasanya akan gampang jenuh, cranky, atau menangis karena sebab-sebab sepele. Tak masalah, Bu. Tarik napas dalam-dalam lalu keluarkan! Atur emosi sebaik mungkin dan kuasai diri.

Hindari merespons perilaku anak dengan emosi negatif seperti marah-marah atau berteriak, ya. Hal ini hanya akan membuat anak makin menjadi-jadi atau bahkan mengalami trauma.

Sebaliknya, validasi setiap emosi anak. Akui apa pun yang dirasakannya. Katakan bahwa sebagai orang tua, kamu siap mendengar dan selalu ada di sampingnya. Hal ini jugalah yang selalu dicontohkan Rachel Vennya kepada anak-anaknya.

Resep Menjadi Single Parent yang Bahagia

Single parenting pastilah menjadi perjuangan yang sangat melelahkan. Perasaan burnout, capek, stres, atau bahkan marah mungkin kerap kali singgah dalam diri. Tak apa. Itu adalah emosi yang wajar sebagai manusia biasa. Yang terpenting, jangan pernah menyalahkan diri sendiri atas keadaan yang kamu hadapi saat ini. Apa pun kondisinya, kamu berharga. Dan kamu adalah orang tua terbaik untuk anak-anakmu.

Menjadi single parent yang bahagia adalah cara terbaik untuk menunjukkan kepada anak-anak (dan mungkin dunia) bahwa kamu adalah orang tua yang kuat—bahkan ketika tak ada bahu untuk disandari. Maka dari itu, selagi fokus merawat anak-anak, jangan lupa juga dengan kebahagiaan dan kesehatan diri sendiri, ya!

Ini dia beberapa resep menjadi single parent yang bahagia seperti Rachel Vennya!

  • Lakukan perawatan fisik, misalnya dengan olahraga atau melakukan perawatan tubuh secara rutin;
  • Makan makanan bergizi;
  • Luangkan waktu untuk me-time tanpa anak-anak;
  • Validasi emosi diri; caranya bisa dengan curhat kepada orang terdekat atau journaling;
  • Sempatkan diri untuk hangout dengan teman-teman di luar urusan anak;
  • Meditasi atau berdoa;
  • Kurangi kebiasaan ingin sempurna dalam segala hal;
  • Minta bantuan orang lain itu nggak salah, kok;
  • Istirahat cukup;
  • Lakukan hobi atau aktivitas yang disukai;
  • Terapkan metode easy-parenting; dan
  • Cari support group.

Selain memperhatikan hal-hal di atas, kamu juga wajib awas dengan alarm diri. Sebab sudah banyak penelitian yang mengungkap bahwa single parent punya risiko lebih tinggi mengalami depresi.

Waspada dan segera hubungi profesional jika kamu mendapati ada tanda-tanda yang nggak beres pada dirimu sendiri, misalnya sedih berlebihan, sering marah-marah, selalu membentak anak atas kesalahan sepele, kesepian, mengunci diri, hingga tendensi suicidal. 

Yang terakhir, ingatlah selalu bahwa menjadi single parent bukan sebuah kesalahan atau aib. Single parenting justru merupakan bukti bahwa kamu adalah manusia pilihan Tuhan yang kuat dan hebat!

Penulis: Kristal Pancarwengi
Editor: Dwi Ratih
Image Source: Instagram @rachelvennya