Keluarga

6 Cara Mengatasi Tantangan Mengasuh Anak untuk Single Parent

6 Cara Mengatasi Tantangan Mengasuh Anak untuk Single Parent

Sendirian membesarkan anak sebagai single parent bukan hal mudah. Segalanya jadi terlihat harus dikerjakan ekstra dan berlipat ganda. Banyak tantangan yang akan menguras tenaga, pikiran, emosi, waktu, juga uang. Tapi, bisakah Ibu melalui semua itu? Karena bahkan sebagai orang tua yang berpasangan pun, mengasuh anak bukanlah hal yang mudah.

Apa pun latar belakang Ibu ketika menjadi single parent, mengasuh anak seorang diri bukan hal yang tidak mungkin. Dalam artikel kali ini, Ibupedia akan mengulas tantangan sebagai single parent dan bagaimana tips mengasuh anak agar lebih mudah.

  1. Hari Awal Kehidupan Anak Terasa Lebih Berat

    Baru saja jadi orang tua, langsung dihadapkan pada ketidaktahuan apa pun tentang bayi baru lahir. Seperti, bagaimana mengganti popoknya, menyusuinya, memandikannya, atau menyerdawakannya. Bahkan, meski Ibu sudah mempelajarinya selama hamil, pada praktiknya perawatan bayi baru lahir memang tidak semudah yang dibayangkan. Saat memiliki pasangan, kesulitan dan kebingungan ini bisa dilalui berdua. Namun saat menjadi single parent, mau tidak mau Ibu harus menghadapinya sendiri. Tantangan menjadi single parent ini cukup membuat stres. Pikiran yang mungkin masih kalut karena kenyataan menjadi single parent, lalu ilmu baru tentang bayi dan menyusui yang belum sepenuhnya dikuasai, ditambah lagi hormon yang masih belum stabil. Baby blues hingga post partum depression bisa menyerang.

    Ibu perlu memiliki orang-orang kepercayaan yang bisa membantu mendampingi dari proses kelahiran hingga mengasuh bayi di bulan-bulan pertamanya. Nenek si bayi biasanya bisa menjadi support system utama yang Ibu miliki di masa awal menjadi Ibu. Ibu mungkin akan sedikit tenang dan terbantu dalam banyak hal. Bagaimana jika tidak ada?

    Mempekerjakan bidan untuk mendampingi proses melahirkan sampai paling tidak sebulan pasca melahhirkan bisa membantu meringankan beban Ibu single parent. Ibu bisa mencari bidan yang baru lulus pendidikan, sehingga memiliki waktu untuk bekerja full time dengan Ibu. Keuntungannya adalah selain harga yang ditawarkan lebih murah, Ibu juga bisa terbantu oleh tenaga professional yang lebih mengerti tentang bayi dan perawatan pasca melahirkan.

  2. Membagi Waktu untuk Anak dan Mencari Nafkah

    Ketika tiba saatnya kembali bekerja, Ibu mesti mempertimbangkan bagaimana bayi harus dititipkan. Ibu tentu akan kebingungan untuk membagi waktu antara mencari nafkah atau hadir secara utuh untuk anak. Membagi waktu untuk dua hal ini terbilang dilematis. 

    Tetapi perlu Ibu ketahui, bahwa Ibu bekerja yang masih memiliki pasangan pun menghadapi masalah serupa. Pembedanya adalah, nafkah yang Ibu cari melalui bekerja tentu tidak sama dengan Ibu bekerja yang masih memiliki pasangan. Alokasi dana tidak sama karena ada dua orang yang bekerja dalam keluarga dan ada pekerjaan rumah atau pengasuhan yang juga dikerjakan bersama. Sedangkan saat menjadi single parent, Ibu harus memenuhi semua kebutuhan sendiri.

    Hal yang perlu Ibu lakukan adalah membagi secara proposional waktu untuk bekerja dan hadir untuk anak. Jika Ibu memaksakan diri untuk bekerja sangat keras hingga mengambil waktu lebih, Ibu akan kehilangan waktu bersama anak. Membangun jiwa anak dengan kehadiran orang tua lebih utama daripada mencari nafkah dengan sangat keras tapi abai akan hak anak untuk memiliki waktu bersama ibunya. Bekerjalah dalam batas wajar. Cukupkan segala keperluan dengan pendapatan yang biasanya. Jika masih belum cukup, carilah cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan tanpa menyita banyak waktu untuk meninggalkan anak, seperti berjualan secara daring, membuat makanan kecil untuk dijual di tempat kerja, dan lainnya.

    Hindari merasa bersalah pada anak atas waktu yang Ibu lewatkan. Fokuslah pada kualitas kebersamaan saat Ibu punya waktu dengan anak. Meski sedikit waktu kebersamaan, tetap bisa berkesan untuk anak jika Ibu benar-benar mencurahkan waktu untuk bermain bersama, menjauhkan gawai saat bersama anak, membuatkannya makanan atau minuman, membacakannya cerita, atau hal menyenangkan lainnya yang anak suka.
    Saat anak sudah lebih besar, Ibu bisa bekerja sama dengan anak untuk membuat jadwal harian paten yang mengatur kegiatan harian seperti bangun tidur, makan, sampai tidur kembali, Selain baik untuk melatih keteraturan anak, ini juga baik untuk Ibu dalam mengelola waktu sehingga semua pekerjaan di kantor dan rumah bisa seimbang.

  3. Mengelola Emosi Diri dan Anak

    Kelelahan, tekanan finansial dan tanggung jawab untuk anak membuat emosi Ibu single parent tidak stabil. Di satu sisi Ibu merasa bersalah karena tidak dapat memberikan anak ‘dunia’ yang lengkap. Di sisi lain, Ibu juga memiliki batas kemampuan tenaga, fisik, mental dan keuangan yang mungkin tidak sempurna memenuhi kebutuhan anak. Tantangan inilah yang perlu Ibu taklukkan.

    Manajemen emosi bagi diri Ibu sendiri penting untuk dilakukan. Agar Ibu bisa memiliki standar yang tidak terlalu tinggi (agar tidak stress dan kecewa saat ada sesuatu yang tidak tercapai), melatih kelapangan hati untuk menerima keadaan dan bersedia menerima keadaan sebagai single parent dan berhenti menyalahkan diri sendiri karena tidak ada orang tua yang sempurna meski lengkap sekalipun.

    Emosi anak juga perlu dikelola dengan baik. Jika anak sudah lebih besar dan mengerti tentang kondisi orang tuanya, Ibu boleh mulai menjelaskan pada anak bahwa hanya Ibu yang saat ini ada bersamanya. Bila situasi Ibu berpisah dengan Ayah, jelaskan bahwa Ayah dan Ibu akan tetap mencintai anak meski sudah tidak bersama. Bila memungkinkan, buatlah jadwal bersama mantan suami untuk anak-anak menghabiskan waktu bersama Ayahnya. Sedangkan bila situasinya adalah suami meninggal dunia, maka Ibu juga perlu memberi anak pengertian bahwa hanya Ibu yang kini berjuang bersama anak. Maka berikan pengertian tentang Ibu yang bekerja, waktu untuknya mungkin sedikit, serta minta maaflah untuk hari-hari di mana mungkin Ibu kelepasan meluapkan emosi.

    Pasti ada saat di mana emosi Ibu dan anak saling tidak terkontrol. Tetapi ingatlah untuk cepat cooling down lebih dulu karena anak lebih membutuhkan ibunya untuk bertahan dan jadi kuat. Ingatlah juga untuk memberikan cinta dan kasih sayang yang ditunjukkan secara langsung, seperti pelukan, kalimat sayang, kalimat cinta, dan pujian. Seperti yang disebut di laman Mayo Clinic, ini akan membantu mengurangi stress sebagai single parent.

    Selain itu, absennya sosok Ayah akan membuat Ibu sedikit kewalahan memenuhi kebutuhan psikis anak. Ada beberapa kondisi psikis dimana hanya sosok Ayah yang bisa memenuhi kebutuhan anak. Bila memungkinkan, hadirkan sosok role model seorang Ayah lewat keluarga lain, agar anak tetap merasa jiwanya lengkap.

  4. Saat Keuangan Tak Bersahabat

    Sebuah situs perencana keuangan, finansialku.com, mengulas tentang bagaimana mengatur keuangan bagi seorang single parent. Di antaranya:

    • Ambil bagian pada Program wirausaha “Single Parent Mandiri” dari Lembaga Dompet Sosial Madani yang mengelola dana untuk masayarakat berpenghasilan rendah.

    • Mencari pemasukan tambahan seperti perkerjaan sampingan di luar pekerjaan tetap. Contohnya berjualan makanan untuk yang memiliki skill memasak lebih, membuka online shop dengan barang yang sedang banyak dibutuhkan, atau menjadi guru privat untuk anak sekolah karena durasi les privat biasanya tidak begitu lama, hanya sekitar 1.5 – 2 jam dengan honor yang lumayan.

    • Mengatur keuangan dengan baik.

    • Mencatat keperluan belanja dan mematuhinya. Hindari membeli barang di luar daftar.

    • Mendaftar asuransi kesehatan untuk Ibu dan anak.

    • Mencari aktivitas gratis bersama anak.

    • Menabung dalam bentuk investasi jangka panjang seperti logam mulia.

    Cara-cara ini bisa dilakukan sebagai bentuk dari tantangan keuangan bagi single parent.

  5. Lingkungan Negatif

    Bukan tidak mungkin Ibu akan mendengar gunjingan orang tentang menjadi single parent. Lingkungan yang negatif akan memperkeruh keadaan psikis single parent. Untuk itu, penting bagi Ibu agar terus melakukan afirmasi positif terhadap diri sendiri. Jika mampu tetap menjadi positif, makan gunjingan dan cibiran bukan sebuah masalah besar.

  6. Tidak punya Waktu untuk Diri Sendiri

    Ini juga menjadi salah satu masalah bagi single parent: lupa untuk peduli terhadap diri sendiri. Sehari-hari dihabiskan untuk memikirkan anak, bagaimana menghidupi anak, dan segudang perhatian lainnya. Tidak salah kok. Semua orang tua akan merelakan kepala berada di kaki dan juga sebaliknya jika berurusan dengan anak. Asalkan, Ibu harus tetap ingat bahwa mental Ibu yang sehat akan membawa kebahagiaan untuk anak. Penuhi dulu kebutuhan Ibu sebagai individu utuh, karena Ibu juga berhak bahagia. Senangkan diri sendiri sesekali waktu, agar anak tumbuh dengan bahagia karena ibunya juga bahagia.

Penulis: Dwi Ratih