Keluarga

Sulit Mengembangkan Diri, Ketahui Plus Minus Sekolah Homogen Bagi Anak

Sulit Mengembangkan Diri, Ketahui Plus Minus Sekolah Homogen Bagi Anak

Sebagai orang tua, kita tentu selalu ingin memberikan segala pendidikan yang terbaik bagi si kecil. Terutama saat memilih sekolah yang sesuai dengan karakteristik anak.

Beberapa orang tua mungkin memilih memasukan anak ke sekolah heterogen atau umum, dengan pertimbangan agar anak jadi mudah bersosialisasi tanpa membeda-bedakan gender. Tapi, banyak juga orang tua lainnya yang memilih sekolah homogen sebagai tempat anak menimba ilmu.

Secara kasat mata, sepertinya nggak ada perbedaan antara memilih sekolah homogen ataupun sekolah umum ya Bu. Toh, intinya kan sama-sama belajar, bukan?

Namun, sebenarnya memilih sekolah heterogen sebagai tempat anak menempuh pendidikan juga ada plus minusnya, lho! Meskipun mungkin penanaman nilai moralnya sama-sama bertujuan baik, layaknya yang diinginkan orang tua.

Nah, sebelum memilih sekolah homogen untuk tempat anak menimba ilmu, ada baiknya simak terlebih dahulu mengenai plus minus sekolah homogen dalam ulasan berikut ya, Bu!

Sekolah homogen, apakah sama dengan sekolah asrama? 

Secara keseluruhan, sekolah homogen jelas memiliki perbedaan dengan sekolah asrama atau boarding school Jika melansir Very Well Family sekolah homogen lebih dikenal dengan sekolah yang kelas-kelasnya disesuaikan dengan kemampuan si kecil.

Misalnya dalam satu kelas terdapat siswa atau siswi yang punya kemampuan belajar di bawah standar. Kemudian mereka akan dikelompokkan karena memiliki level kemampuan yang sama.

Atau bisa juga sebaliknya, sekolah homogen akan mengelompokkan semua anak berbakat dalam satu kelas tingkat yang sama. Sayangnya di luar negeri, sekolah homogen ini seringkali dianggap terlalu sering membandingkan anak kurang pandai dengan anak yang lebih pandai.

Contohnya mencakup autisme, gangguan defisit perhatian (ADD), gangguan emosional, cacat intelektual yang parah, dan kondisi medis yang serius atau rapuh. Nah, kalau di Indonesia sendiri sekolah homogen lebih memisahkan gender antara anak laki-laki dan perempuan.

Beberapa sekolah di Indonesia yang menerapkan sekolah homogen adalah Tarakanita, Pangudi Luhur, Santa Ursula atau Kanisius. Kebanyakan sekolah homogen di Indonesia biasanya hanya memisahkan antar gender saja, dan bukan berdasarkan kemampuan anak.

Hal ini jelas berbeda dengan sekolah asrama yang dimana semua murid akan tinggal di sekolah. Waktu libur dan pulang ke rumah mungkin hanya diberikan saat sekolah libur post ujian.

Namun, sekolah asrama biasanya juga akan membedakan gender antara laki-laki dna perempuan. Bahkan hingga guru yang mengajarpun akan disesuaikan dengan gender anak.

Ketahui plus minus sekolah homogen


Berdasarkan Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling antara sekolah homogen dan heterogen memiliki beberapa plus minus yang penting untuk jadi perhatian orang tua. Hal tersebut bahkan bisa memengaruhi kemampuan sosial anak di kemudian hari, lho!

Untuk itu, sebelum memutuskan memasukan anak ke sekolah homogen ketahui terlebih dahulu yuk plus minusnya!

1. Kekurangan sekolah homogen

Berdasarkan penelitian dalam jurnal tersebut, kebanyakan siswa atau siswi di Indonesia yang menempuh pendidikan di sekolah homogen akan memiliki kematangan sosial yang berbeda. Apalagi sekolah homogen di Indonesia lebih membedakan gender.

Seperti yang kita tahu, lingkungan sekolah menjadi salah satu faktor penting yang bisa memengaruhi kematangan sosial anak, untuk mencapai tahap perkembangan dewasa dengan sukses. Pengelompokan siswa berdasarkan jenis kelamin sedikit banyak bisa menimbulkan beberapa permasalahan, seperti:

  • Rendahnya ketercapaian tugas perkembangan bagi siswa atau siswi
  • Membuat anak jadi lebih sulit menjalin hubungan sosial, apalagi tidak ada kontak sosial secara langsung antar jenis kelamin
  • Bisa jadi anak jadi cenderung melakukan aktivitas yang berbeda dengan peran sosialnya
  • Lebih memungkinkan anak menjadi pelaku tindakan rasisme
  • Memungkinkan terjadinya perubahan orientasi seksual.

Tapi, jangan salah ya Bu. Menempatkan anak ke sekolah heterogen juga punya beberapa masalah yang mungkin ditimbulkan, lho! Diantaranya adalah:

  • Bisa jadi hasil belajar atau prestasi anak jadi lebih rendah dibandingkan ketika ia belajar di sekolah homogen
  • Anak jadi kurang kompetitif saat belajar di kelas
  • Anak mungkin saja bisa jadi sosok yang cenderung kurang bertanggung jawab secara sosial.

2. Kelebihan sekolah homogen

Melansir Parenting First Cry salah satu nilai plus sekolah homogen dengan satu gender adalah, bisa mengasah rasa kepercayaan diri anak. Hal ini karena, anak merasa semua temannya punya jenis kelamin yang sama.

Sehingga bagi mereka tak ada hal yang perlu membuatnya jadi tidak percaya diri atau menjadi sosok yang pemalu. Oleh karena itu, sekolah homogen dengan satu gender bisa membebaskan anak dari stereotip gender.

Nantinya anak bisa bebas memilih profesi pekerjaan, sehingga mereka jadi lebih siap untuk menghadapi dunia dan menjadi sosok yang tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi. Selain itu, kelebihan sekolah homogen lainnya adalah:

  • Lingkungan belajarnya bikin anak jadi lebih nyaman sehingga mudah menyerap pelajaran di sekolah. Nantinya anak juga jadi lebih berprestasi
  • Terdapat kurikulum pelajaran yang spesifik sesuai jenis kelamin, misalnya ekskul menjahit, memasak, atau otomotif
  • Tidak ada persaingan khusus di sekolah homogen, layaknya sekolah umum. Karena biasanya tidak ada bakat khusus yang perlu ditonjolkan untuk sekadar menunjukkan kemampuan pada lawan jenis.

Nah, kalau orang tua memilih sekolah homogen untuk pendidikan si kecil sebaiknya perlu memperhatikan dan mengenalkan anak tentang lingkungan lain di luar sekolah homogen. Tujuannya agar anak bisa belajar bersosialisasi dengan lawan jenis dan menganggap bahwa perbedaan jenis kelamin bukanlah halangan untuk berprestasi.

Perbedaan jenis kelamin juga bukan hal yang perlu ditakutkan. Hal ini juga bertujuan untuk menumbuhkan rasa aman bagi anak di luar pendidikan sekolah homogen yang diterapkan.

Tapi, pastikan juga bahwa keputusan memasukkan anak ke sekolah homogen bukan sekadar keinginan atau harapan orang tua semata ya, Bu!.