Kesehatan

6 Penyakit Pada Mata yang Dapat Dialami Anak dan Bayi

6 Penyakit Pada Mata yang Dapat Dialami Anak dan Bayi

Salah satu penyakit yang mungkin membuat Ibu menderita sekaligus sebal adalah penyakit mata. Bagaimana tidak, bukan hanya menderita karena rasa tidak nyaman baik saat melihat maupun saat terpejam, penyakit pada mata juga mengganggu penampilan. Namun, ada yang lebih membuat Ibu waswas, yaitu ketika penyakit pada mata menimpa Ananda, apalagi jika ia masih bayi. Rasa tidak nyaman bisa membuat mereka tidak sanggup menahan diri untuk selalu menyentuh mata. Belum lagi, saat bangun tidur ada yang hingga tidak dapat membuka mata karena kotoran mata telah mengeras. Ibu pun berisiko tertular, jika penyebab penyakit pada mata tersebut adalah virus. 

Namun, penyakit pada mata yang rentan menyerang anak ternyata tidak sebatas belekan (konjungtivitis) seperti kasus di atas. Ada juga yang sifatnya adalah kelainan atau cacat lahir. Agar Ibu dapat mengambil langkah terbaik saat mengetahui Ananda mengalami penyakit pada mata, simak jenis-jenis penyakit mata berikut ini beserta cara mengatasinya!

  1. Sumbatan pada saluran air mata

    Data dari situs Healthline menunjukkan bahwa 5-10 persen bayi lahir dengan saluran air mata (tear duct) yang terlalu sempit. Bahkan, ada yang terlahir dengan saluran air mata yang tersumbat sepenuhnya. Tersumbatnya saluran ini bukan oleh kotoran, namun tertutup semacam lapisan tipis atau membran yang seharusnya terbuka di ujung saluran air mata. Dalam dunia kedokteran, hal ini sering disebut nasolacrimal duct obstruction.

    Air mata diproduksi oleh kelenjar yang berada di kelopak mata bagian atas dan mengalir turun membasahi bola mata, kemudian ke dalam saluran air mata untuk kemudian mengalir ke hidung. Penyumbatan saluran air mata menyebabkan terjadinya “genangan” air mata bayi seperti belek. Hal ini umum terjadi saat bayi masih berusia beberapa hari hingga satu bulan.

    Ibu tidak perlu kuatir karena penyakit pada mata bayi ini dapat sembuh dengan sendirinya selama air mata yang menggenang hanya sedikit dan tidak berwarna kuning kehijauan. Kelopak mata bayi yang sedikit bengkak dan memerah pun masih normal, selama bola matanya tidak ikut memerah. Meskipun bisa sembuh tanpa obat, ada beberapa cara perawatan yang Ibu bisa lakukan sendiri di rumah, yaitu: 

    • Bersihkan dengan air hangat

      Basahi bola kapas dengan air hangat lalu bersihkan mata bayi mulai dari pangkal hidung hingga ujung mata bagian luar. Lakukan beberapa jam sekali. Ibu juga bisa menggunakan waslap. Jika ingin membersihkan mata satunya, gunakan kapas baru atau sisi waslap yang masih bersih. Hindari membersihkan dengan menggunakan jari tangan, apalagi tidak dicuci terlebih dahulu. 

    • Beri pijatan ringan

      Pijatan ringan juga dapat membantu membuka saluran air mata yang tersumbat. Caranya, pijat mulai dari pangkal hidung ke arah ujung bagian dalam mata tempat saluran air mata berada. Ulangi dua kali sehari. Pastikan pijatannya benar-benar lembut ya, Bu. Bila bingung bagaimana cara memijatnya, ketik kata kunci tear duct massage baby di YouTube dan pilih video cara memijat yang Ibu inginkan. 

    Namun, jika mata bayi terlihat memerah, bengkak, dan keluar cairan berwarna kuning kehijauan yang merekatkan kedua kelopak mata, periksakan ke dokter. Ada kemungkinan terjadi infeksi karena bakteri di bola mata yang seharusnya dibersihkan oleh air mata ikut menggenang bersamaan dengan tersumbatnya saluran air mata. Biasanya, dokter akan memberikan tetes mata atau salep mata antibiotik. 

    Kapan penyakit pada mata ini dianggap berisiko?

    Ibu perlu periksa ke dokter jika bayi mendadak sensitif terhadap cahaya, lebih sering menutup mata, sisi hidung terlihat bengkak, atau sumbatan belum hilang saat bayi berusia setahun. Dokter bisa menyarankan tindakan untuk membuka sumbatan pada tersebut.

  2. Konjungtivitis

    Konjungtivitis atau yang dikenal dengan belekan (pink eye) adalah salah satu penyakit pada mata yang tidak hanya umum menyerang orang dewasa, tapi juga anak-anak. Konjungtivitis pada dasarnya adalah peradangan yang terjadi pada konjungtiva (selaput yang melapisi bola mata). Situs Stanford Children’s Health membedakan konjungtivitis pada anak dan bayi sebagai berikut:

    Jenis konjungtivitis pada bayi berdasarkan penyebabnya:

    • Konjungtivitis gonore

      Infeksi menular seksual jenis gonore yang diderita ibu hamil ternyata bisa menyebabkan penyakit pada mata bayi melalui proses persalinan normal. Penyakit yang juga disebut dengan oftalmia neonatorum ini menyebabkan mata bayi bengkak, sangat merah, dan mengeluarkan cairan kental. Gejala ini muncul pada hari ke 2-5 pasca persalinan dan biasanya membutuhkan antibiotik.   

      Dalam kondisi yang lebih buruk, konjungtivitis gonore dapat menyebabkan sepsis (infeksi berat), artritis (radang sendi), infeksi kulit, dan meningitis (infeksi pada jaringan yang mengelilingi otak). Karena itu, bila Ibu memiliki gonore saat hamil sebaiknya dikonsultasikan pada dokter agar penularan pada bayi kelak dapat dihindari.

    • Konjungtivitis kimiawi

      Penyakit pada mata bayi ini disebabkan oleh kandungan bahan kimia pada obat tetes mata yang diberikan setelah bayi lahir, yang sebenarnya bertujuan untuk menghindari infeksi bakteri. Sayangnya, pada beberapa bayi hal tersebut menyebabkan iritasi. Konjungtivitis ini bisa berlangsung selama 2-4 hari dan bisa sembuh dengan sendirinya.

    • Konjungtivitis inklusi

      Penyakit pada mata bayi baru lahir ini disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamidia trachomatis dan merupakan konjungtivitis yang paling umum terjadi. Gejala yang muncul mirip dengan konjungtivitis gonore, yaitu mata memerah, bengkak, berair. Gejala ini bisa muncul pada hari ke 5 hingga 14 setelah bayi lahir. Obat yang dibutuhkan tidak hanya salep mata, namun juga antibiotik oral. Jadi, sebaiknya periksakan ke dokter.  

    • Konjungtivitis pada anak

      Konjungtivitis pada anak biasanya sangat cepat menular, seperti di sekolah atau daycare. Ingat, konjungtivitis tidak menular melalui pandangan mata seperti banyak yang dipercaya selama ini. Penularan dapat terjadi karena menyentuh mata yang terinfeksi maupun terkena cairan mata yang terinfeksi (misal anak menyentuh mata lalu menggandeng tangan temannya). Penyebab penyakit pada mata anak ini adalah infeksi sejumlah bakteri, virus, dan alergi. 

    Beberapa gejala yang mungkin muncul selain mata merah, berair, dan bengkak antara lain:

    • Gatal, sehingga anak ingin selalu mengucek mata

    • Sedikit nyeri jika melihat cahaya

    • Rasa panas seperti terbakar pada bola mata

    • Kelopak mata atas dan bawah lengket di pagi hari

    Ada juga beberapa gejala penyerta yang tidak terjadi pada mata, seperti infeksi telinga, luka berkerak di kelopak mata (biasanya karena infeksi virus herpes), bersin-bersin dan pilek (biasanya bila dipicu oleh alergi).

    Mengingat penyakit pada mata ini dapat disebabkan oleh berbagai macam hal dengan gejala yang tidak langsung memerah dan berair, ada baiknya Ibu membawa anak ke dokter agar mendapat diagnosis yang tepat dan pengobatan yang sesuai. 

    Beberapa obat yang mungkin diresepkan oleh dokter adalah tetes mata, tetes mata antibiotik jika disebabkan oleh infeksi bakteri, obat minum jika penyebabnya adalah alergi. Yang perlu diingat, penyakit pada mata yang satu ini tetap dapat menular saat obat baru diminum dalam kurun waktu 24-48 jam. Jadi, tetap jaga kebersihan tangan Ibu saat merawat Ananda dengan rajin mencuci tangan. Jika anak belum mampu menahan diri untuk tidak sering-sering menyentuh matanya, sebaiknya hindari sekolah atau bermain bersama teman di rumah agar tidak memicu penularan.  

  3. Bintitan 

    Hordeolum atau yang lebih dikenal dengan istilah bintitan adalah penyakit pada mata yang lebih banyak dialami oleh anak daripada orang dewasa. Bintitan terjadi jika terdapat benjolan kecil maupun bisul di bagian tepi kelopak mata, baik kelopak mata bagian luar (hordeolum eksterna) atau bagian dalam (hordeolum interna). Penyebabnya, adanya infeksi pada kelenjar penghasil minyak dan keringat di kelopak mata. Umumnya, infeksi ini disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.

    Sebelum infeksi bakteri ini muncul, biasanya terjadi penyumbatan kelenjar air mata yang menyebabkan cairan mata menggenang. Tangan yang kotor kemudian mengucek atau menyentuh mata dan terjadilah infeksi. Sebagai informasi, di sepanjang kelopak mata manusia, terdapat 30-40 kelenjar air mata. Jika salah satu kelenjar pernah mengalami bintitan, kelenjar di sebelahnya pun rentan terkena bintitan juga di kemudian hari, alias terjadi berulang. 

    Apa gejalanya?

    Gejala awalnya ditandai dengan bengkaknya kelopak mata yang terkadang menyebabkan rasa sakit saat berkedip, mata kemerahan, berair, terasa panas dan berat. Terkadang, gejala disertai dengan munculnya cairan kekuningan. Setelah itu, Ibu mulai bisa melihat lokasi benjolan pada mata. 

    Jika benjolan tersebut merupakan bisul, ukuran benjolan akan membesar dan membuat kelopak mata semakin bengkak. Rasa nyeri juga tidak hanya terjadi pada kelopak mata, namun area wajah di sekitar mata. Dalam waktu 7-21 hari, bisul akan pecah dan mengeluarkan nanah. Namun ingat, jangan berusaha untuk memecah bisul karena berpotensi menjadi infeksi. Khusus dalam kasus bintitan karena bisul, penyebabnya bisa berasal dari alergi karena terlalu sering mengonsumsi makanan tinggi protein.

    Bagaimana cara mengobatinya?

    Penyakit pada mata ini dapat sembuh dengan sendirinya, hanya saja Ibu perlu memotivasi anak untuk bisa menahan rasa nyeri yang muncul, termasuk juga rasa malu jika anak sudah bersekolah.

    Untuk meredakan gejala bintitan, ada beberapa cara yang bisa Ibu lakukan seperti:

    • Mengompres dengan air hangat beberapa kali dalam sehari, masing-masing selama 15 menit.

    • Mengoleskan salep mata antibiotik. Fungsinya untuk mencegah infeksi menyebar ke area sekitarnya, bukan untuk mempercepat penyembuhan.

    • Meminta anak untuk tidak mengucek dan menyentuh mata (termasuk memencet benjolan), serta selalu mencuci tangan lebih sering.

    • Tidak melewatkan area mata saat mencuci muka.

    • Jika anak mengeluhkan rasa nyeri berkepanjangan, Ibu bisa memberinya parasetamol.

    Meskipun tidak berbahaya, bintitan yang tidak dirawat dengan baik dapat berkembang menjadi infeksi yang lebih berbahaya yang disebut selulitis. Jika ini yang terjadi, dokter bisa meresepkan antibiotik untuk diminum. Pada bintitan yang disebabkan oleh bisul, pembedahan ringan bisa dilakukan untuk mengeluarkan inti bisul.

  4. Retinopati prematuritas (ROP)

    Penyakit pada mata ini umum terjadi pada bayi prematur yang lahir sebelum usia kehamilan 31 minggu, atau dengan berat badan kurang dari 1,25 kg. Alasannya, perkembangan mata bayi mengalami tahap penting pada 12 minggu terakhir kehamilan. Bayi yang lahir sebelum tahap tersebut selesai sempurna dapat mengalami gangguan pembuluh darah mata maupun retina.

    ROP dapat menyebabkan kebutaan atau gangguan penglihatan seumur hidup jika tidak ditangani segera. Meskipun demikian, tidak semua bayi prematur yang memenuhi kondisi tersebut mengalami ROP. Hanya 10% bayi yang mengalami ROP tingkat lanjut yang akhirnya menderita gangguan penglihatan. Sisanya, tidak membutuhkan pengobatan.

    Gejala ROP  hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan mata karena terjadi di pembuluh darah. Namun, pada ROP dengan tingkat keparahan tinggi, Ibu dapat melihat pupil bayi yang warnanya menjadi keputihan, gerakan mata abnormal, juling, dan rabun jauh. Jika mengalami salah satu dari tanda di atas, segera periksakan ke dokter.

  5. Juling (strabismus)

    Juling pada bayi umumnya langsung dapat dikenali. Juling merupakan kondisi di mana mata bayi terlihat tidak sejajar atau mata kanan dan kiri seperti tidak melihat ke arah yang sama. Juling bisa mengarah ke dalam, ke luar, ke atas, maupun ke bawah. Pada bayi usia di bawah 4 bulan, belum sempurnanya kemampuan otot mata bayi untuk fokus menyebabkan mata bayi terkadang seperti juling. Namun, hal ini sebetulnya wajar asalkan pada usia 4 bulan matanya sudah sejajar. Jika tidak, segera periksakan ke dokter spesialis mata untuk memastikan tidak ada penyakit serius semacam tumor di mata Ananda. Apabila sebelum usia 4 bulan Ibu merasa ada yang tidak beres dengan mata Ananda, periksa lebih dini pun tak masalah. 

    Semakin dini penyakit pada mata ini ditangani, semakin besar pula kemungkinannya untuk tidak berkembang menjadi ambliopia atau mata malas (lazy eye) dan tidak mengganggu kemampuan melihat penglihatan 3 dimensinya. Pada balita atau anak yang lebih besar, penggunaan kacamata latihan dan operasi bisa membantu mengoreksi mata juling.

    Yang perlu diwaspadai adalah ketika mata bayi juling pada waktu tertentu, kemudian untuk beberapa saat bola mata memutar ke atas hingga area putih mata terlihat lebih banyak, ada kemungkinan bayi sedang mengalami kejang tanpa disertai demam. Periksakan segera karena kejang pada bayi dapat menjadi indikasi adanya cacat otak maupun gangguan virus.

  6. Ambliopia (mata malas)

    Ambliopia terjadi karena tidak sinkronnya kinerja otot mata dengan saraf penglihatan di otak. Akibatnya, salah satu mata lebih buram daripada mata lainnya saat melihat. Jika tidak segera dikoreksi, maka fungsi penglihatan anak secara utuh dapat terganggu. Anak jadi terbiasa menggunakan sisi matanya yang lebih sehat. Mengingat penyakit pada mata ini umum dialami oleh anak usia 0-8 tahun, maka penanganan sejak dini harus segera dilakukan.

    Ibu bisa waspada ketika anak mengalami gejala sebagai berikut:

    • Mata juling

    • Kepala yang miring

    • Kecenderungan untuk menabrak benda di salah satu sisi

    Dokter akan melakukan pemeriksaan dengan cahaya bagi anak yang belum bisa berkomunikasi dengan baik (seperti batita) dan melakukan tes huruf pada anak yang sudah cukup usia. Penanganan mata malas bisa dilakukan dengan menutup mata yang sehat agar mata ambliopia “terpaksa” bekerja maksimal, penggunaan tetes mata pada mata yang sehat agar menjadi buram sehingga mata ambliopia bisa belajar melihat, pemakaian kacamata korektif, dan terakhir adalah operasi otot mata.

(Menur)