Kesehatan

Nyeri Tulang Kemaluan, Bisa Jadi Gejala Simfisis Pubis Disfungsi Lho!

Nyeri Tulang Kemaluan, Bisa Jadi Gejala Simfisis Pubis Disfungsi Lho!

Menjelang kelahiran si buah hati, tentu tiap Ibu semakin tidak sabar dan menyambut kelahirannya dengan suka cita. Meskipun tubuh terasa semakin berat, perut semakin besar dan bahkan kesulitan untuk bergerak.

Salah satu keluhan yang sering dialami oleh beberapa Ibu adalah nyeri di daerah tulang kemaluan hingga panggul. Kalau Ibu pernah merasakan hal ini bisa jadi Ibu mengalami simfisis pubis disfungsi atau yang akrab dikenal dengan SPD.

SPD biasanya membuat Ibu merasa tidak nyaman walau sekadar bergerak atau ketika hendak berdiri setelah berbaring. SPD pun diperparah ketika Ibu sudah memasuki trimester akhir kehamilan dan posisi bayi sudah masuk panggul.

Meskipun tidak nyaman, namun SPD tidak berbahaya bagi janin dan tetap bisa diatasi dengan melakukan fisioterapis ya Bu. Untuk mengetahui lebih jelas apa itu SPD, yuk simak ulasan berikut terlebih dahulu.

Apa itu simfisi pubis disfungsi?


Jika melansir Healthline pengertian simfisis pubis disfungsi adalah sebuah gejala yang menyebabkan ketidaknyamanan pada tulang panggul. Kondisi ini biasanya terjadi selama kehamilan, ketika sendi panggul menjadi kaku.

Simfisis pubis disfungsi saat hamil dapat terjadi di bagian depan dan belakang panggul. Namun, biasanya para Ibu hamil lebih sering mengeluhkan rasa sakit di bagian panggul hingga tulang kemaluan.

Simfisis pubis disfungsi terjadi ketika tubuh ibu hamil menghasilkan hormon relaxin yang merupakan hormon untuk melunakkan ligamen guna membantu bayi melewati panggul. Sayangnya, ketika hormon relaxin ini sedang bekerja, tidak semua tubuh Ibu hamil bisa beradaptasi dengan ligamen yang lebih longgar.

Sehingga simfisis pubis disfungsi ini tidak bisa dihindari lagi. Selain itu, SPD juga dapat dipicu oleh sendi panggul yang bergerak tidak merata, perubahan cara otot bekerja, sendi panggul yang tidak bekerja dengan baik serta posisi bayi yang sudah masuk panggul.

Apa saja sih gejala simfisis pubis disfungsi?


Sakit di panggul dan tulang kemaluan merupakan gejala umum yang menjadi penyebab simfisis pubis disfungsi. Namun melansir Baby Centre berikut ini adalah beberapa gejala lain yang mungkin jadi penyebab dari SPD:

  • Sakit punggu belakang, terasa nyeri hingga tulang ekor dan tulang kemaluan.
  • Tidak nyaman tidur miring terlalu lama.
  • Tidak nyaman berhubungan seksual dengan pasangan dengan posisi apapun.
  • Nyeri saat berjalan, naik tangga atau sekadar berdiri dan beranjak dari tempat tidur.
  • Nyeri di bagian dalam paha.
  • Sakit diperparah saat malam hari saat terbangun hendak buang air kecil.

Meskipun keluhan simfisis pubis disfungsi lebih sering dialami menjelang melahirkan, namun tidak menutup kemungkinan SPD juga bisa terjadi setelah melahirkan. Jadi, ketika mengalami keluhan seperti disebutkan di atas, maka harus segera ditangani dengan baik ya Bu.

Kondisi yang dapat memperparah SPD


Menurut penelitian dari The Journal of the Canadian Chiropractic Association sebanyak 31,7% wanita mungkin pernah menderita simfisis pubis disfungsi. Selain posisi bayi yang sudah berada di bawah dan masuk panggul, ada beberapa kondisi lain yang justru bisa menjadi penyebab yang memperparah simfisis pubis disfungsi yang Ibu derita lho.

Di antara kondisi-kondisi tersebut mungkin seringkali tidak disadari oleh Ibu, seperti berikut ini:

  • Sering mengalami nyeri panggul jauh sebelum Ibu hamil;
  • Ibu penderita skoliosis atau kelainan tulang belakang sebelum hamil;
  • Pernah mengalami cedera panggul;
  • Pernah mengalami SPD pada kehamilan sebelumnya;
  • Memiliki kelebihan berat badan selama hamil; dan
  • Mengalami hipermobilitas pada semua persendian karena Ibu terlalu aktif bergerak selama hamil.

Cara mengatasi simfisis pubis disfungsi


Sebenarnya salah satu cara untuk menegakkan diagnosa Ibu hamil mengalami simfisis pubis disfungsi adalah dengan melakukan fototerapi CT Scan atau X-Ray. Namun, selama hamil hal tersebut tidak boleh dilakukan kecuali Ibu sudah melahirkan.

Jadi para dokter sepakat, untuk menegakkan diagnosa simfisis pubis disfungsi pada Ibu hamil adalah berdasarkan keluhan dan gejala-gejala yang dialami Ibu saja. Melansir Medical News Today berikut adalah cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi SPD pada Ibu hamil:

Menggunakan pregnancy belt

Pregnancy belt atau korset hamil biasanya berfungsi untuk menopang tulang panggul dan membantu menjaga postur tubuh Ibu hamil yang benar. Pregnancy belt juga sedikit banyak dapat menjadi pereda nyeri ketika SPD sedang kambuh.

Ibu juga bisa menjadikan kain jarik sebagai pengganti pregnancy belt bermerk jika tidak memilikinya. Cukup lilitkan di bawah perut agar bisa mengurangi rasa sakit yang Ibu alami.

Melakukan fisioterapi

Jika simfisis pubis disfungsi dirasa semakin parah setelah melahirkan, Ibu bisa melakukan fisioterapi mencakup perawatan chiropraktik. Chiropraktik bekerja dengan melibatkan manipulasi jaringan tulang belakang dan pemijatan untuk meningkatkan stabilitas dan posisi sendi panggul.

Melakukan peregangan

Meskipun sakit walau hanya berdiri, namun untuk mengurangi gejala simfisis pubis disfungsi adalah dengan melakukan peregangan secara teratur. Ibu bisa melakukan gerakan yoga ringan seperti yang banyak direkomendasikan oleh BidanKita. Nah salah satu gerakan yoga yang bisa meringankan adalah butterfly pose.

Cara mencegah simfisis pubis disfungsi


  • Hindari gerakan yang membuat rasa sakit jadi lebih parah;
  • Meminta bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang berat;
  • Ketahui limit tubuh, jangan paksakan bergerak jika Ibu merasa lelah;
  • Mandi dalam posisi duduk jika memungkinkan;
  • Hindari berdiri dengan satu kaki;
  • Hindari menggunakan sepatu high heels;
  • Hindari berdiri terlalu lama; dan
  • Tidur dalam posisi nyaman dengan miring ke kiri dan bantal mengganjal di antara kaki.

Simfisis pubis disfungsi sejatinya tidak berbahaya bagi janin. Namun akan sangat menyakitkan bagi Ibu, jadi ada baiknya segera tangani dengan baik jika timbul gejala seperti yang disebutkan di atas ya Bu.

Editor: Dwi Ratih