Balita

Anak Sulit Pisah dari Ibu? Mungkin Karena Separation Anxiety

Anak Sulit Pisah dari Ibu? Mungkin Karena Separation Anxiety

Separation anxiety adalah suatu kondisi yang terjadi ketika si kecil histeris saat ditinggal Ibu, Ayah, atau pengasuhnya walaupun hanya sebentar. Kondisi ini sebenarnya sangat wajar dialami anak yang masih berusia 6 bulan sampai 3 tahun sebagai bagian dari perkembangannya. Saat anak sudah mulai belajar berjalan, ia memang akan menunjukkan kemandiriannya dengan berjalan menjauhi orang yang sedang bersamanya. Namun, bukan berarti emosinya sudah cukup matang untuk dapat memahami situasi saat orangtuanya meninggalkannya. Ia masih sangat mungkin menangis, berteriak, bahkan histeris ketika itu terjadi.

Kapan Biasanya Separation Anxiety Terjadi?


Bagi anak-anak, perpisahan bisa terasa begitu menyakitkan. Entah ketika ia dititipkan sebentar di rumah nenek, dititipkan di daycareatau bahkan saat Ibu hanya pergi ke kamar mandi. Ia benar-benar tidak ingin berpisah dengan Ibu atau pengasuhnya walau hanya 2 menit! Ini karena balita belum bisa memahami konsep waktu. Meninggalkan mereka selama beberapa menit atau beberapa jam akan terasa sama bagi mereka. Mereka percaya bahwa hidupnya sangat bergantung pada pengasuh utamanya.

Meski begitu, mereka sebenarnya sudah mulai paham akan sifat permanen suatu objek (termasuk orangtuanya) lo. Artinya, mereka mengerti kalau Ibu atau Ayah pergi bukan berarti Ibu dan Ayah akan hilang ditelan bumi. Mereka paham kalau kalian akan kembali. Tapi sekali lagi, karena konsep waktu masih abstrak bagi mereka, separation anxiety pun bisa saja muncul. Kecemasan ini jadi semakin mungkin terjadi ketika anak ditinggal dalam kondisi lapar, mengantuk, kelelahan, atau saat sedang sakit.

Menurut Miranda Goodman-Wilson, asisten profesor psikologi di Eckerd College, St. Petersburg, Florida, sebenarnya separation anxiety ini juga bisa jadi tanda anak belajar soal otonomi dirinya lo. Maksudnya, dengan menangis ini berarti anak punya pendapat sendiri tentang situasi yang ia inginkan, yaitu bahwa orangtua tidak boleh pergi. Mereka ingin memegang kendali! Dan ini ada bagusnya.

Apa sih Penyebab Separation Anxiety?


Meski memang kondisi ini terbilang normal, namun bukan berarti ini terjadi tanpa alasan. Beberapa skenario di bawah ini bisa semakin mungkin menyebabkan separation anxiety atau ketika anak tidak mau ditinggal.

  1. Mengucapkan selamat tinggal ketika orangtua akan meninggalkannya

    Separation anxiety ini seringkali muncul saat balita sedang berada di fase transisi, yaitu fase saat ia beralih dari masa bergantung sepenuhnya kepada orangtua atau pengasuh, ke masa ia mulai belajar mandiri. Semua fase baru akan menghadirkan tantangan, dan setiap tantangan bisa membuat balita stres. Akibatnya, ia merasa dunia akan runtuh karena jauh dari orangtuanya. Ia merasa jauh dari kata aman dan nyaman. Maka dari itu, ia perlu diyakinkan bahwa ketika orangtua atau pengasuhnya pergi, mereka akan selalu kembali.

  2. Pertemuan besar yang melibatkan banyak orang asing

    Pergi ke suatu pertemuan dengan banyak orang asing di dalamnya bisa sangat memicu kecemasan bagi anak. Perasaan takut kehilangan orangtua atau orang yang ia familiar dengannya akan semakin besar. Tak heran anak tidak mau pisah dari Ibunya jika berada dalam kondisi seperti ini. Separation anxiety sangat mungkin muncul ketika mereka bertemu orang baru, lo!

  3. Meninggalkan anak di kamar sendiri

    Entah itu untuk tidur malam atau siang, kesendirian bisa jadi sebuah situasi yang tidak ingin anak hadapi. Akibatnya, ia akan merasa cemas dan separation anxiety pun bisa terjadi ketika Ibu meninggalkannya sendiri untuk tidur. Mungkin ia juga akan berpikir kalau itu jadi waktu menyendiri terlama yang ia alami.

Mengenali Tanda-tanda Separation Anxiety


Apakah anak yang mengalami separation anxiety hanya akan menangis? Tidak juga, Bu. Tanda awal kecemasan yang dialaminya ini dimulai saat orangtua atau pengasuhnya terlihat pergi. Ia mungkin akan menarik tangannya, menempel di kakinya, lalu jika orangtua atau pengasuh itu tetap pergi ia akan marah, tantrum, dan merengek. Ia akan menolak orang lain yang akan bergantian menjaganya sebagai upaya untuk meyakinkan orangtua agar tidak pergi. Mereka juga mungkin akan menunjukkan ketakutan atau kegelisahan saat orangtuanya berada di tempat lain.

Emosi yang meledak-ledak biasanya akan mereda ketika orangtua atau pengasuh yang meninggalkannya mulai tidak terlihat. Kata Dr. Boyd-Soisson, profesor perkembangan manusia di Messiah College di Grantham, Pennsylvania, kecemasan ini berfungsi untuk menjaga anak agar tetap dekat dengan pengasuhnya yang merupakan sumber cinta dan kenyamanan baginya.

Tips Mengatasi Separation Anxiety pada Balita


Kami paham, separation anxiety seringkali membuat Ibu sulit meninggalkan anak ketika memang sedang butuh bepergian, atau sekadar ingin menikmati waktu sendirian. Ibu juga mungkin merasa berat melihat anak menangis dan khawatir kalau situasi yang bagi anak tidak menyenangkan itu akan memengaruhi kondisinya. Sebenarnya, wajar saja jika anak merasa cemas ketika harus berada jauh dari Ibu. Ibu pun juga tidak semestinya merasa bersalah saat memang harus meninggalkannya sebentar. Faktanya, separation anxiety yang anak alami itu justru merupakan tanda kalau hubungan atau bonding orangtua dan anak benar-benar terbentuk dengan baik.

Ketimbang terus-terusan menyalahkan diri sendiri karena harus meninggalkan anak untuk sementara waktu, Ibu atau Ayah bisa fokus membantu si kecil memahami dan ngatasi kecemasannya sehingga ia akan merasa lebih aman. Lama kelamaan, anak akan belajar juga bahwa ketika orangtua atau pengasuhnya meninggalkan mereka, mereka akan tetap baik-baik saja, dan orang yang ia tangisi itu akan kembali. Kalau anak sudah lebih besar, Ibu bisa berbicara baik-baik dengannya tentang apa yang akan terjadi, ke mana kamu pergi, dan kapan kamu akan kembali membersamai mereka lagi.

Meninggalkan anak Ibu sementara untuk diasuh orang lain bukan berarti itu jadi tanda Ibu tak sayang padanya. Justru keputusan itu dapat membantu anak belajar mengontrol diri ketika Ibu tidak ada bersamanya. Di masa depan, kemampuan itu akan berguna untuk menumbuhkan kemandirian yang lebih besar.

Dr Angharad Rudkin, seorang psikolog klinis, punya beberapa tips mengatasi separation anxiety pada balita. Yuk, simak!

  1. Sebelum meninggalkan anak dalam waktu yang lama, mulai dulu berpisah dengannya dalam waktu singkat

    Sebelum anak ditinggal lama, sebaiknya anak diajak belajar dulu untuk berpisah dengan orangtua atau pengasuh dalam waktu yang lebih singkat. Ibu bisa mencoba meninggalkannya bersama orang lain selama beberapa menit sementara Ibu berbelanja ke supermarket. Meninggalkan si kecil bersama orang yang juga ia kenal baik akan membuatnya tetap merasa aman dan nyaman selama Ibu tidak ada. Setelah itu baru secara bertahap menuju ke perpisahan yang lebih lama dan coba ditinggal bersama keluarga yang mungkin lebih jarang ketemu.

  2. Ceritakan kepada anak tentang apa yang akan kalian lakukan bersama setelah pulang

    Jika anak sudah mulai bisa diajak berkomunikasi, sampaikan kepadanya tentang kegiatan apa yang akan Ibu atau Ayah lakukan nanti bersama anak sesampainya di rumah. Ini membuat anak merasa memiliki sesuatu yang ditunggu-tunggu bersama orangtuanya. Misalnya, orangtua bisa mengajak anak membeli makanan kesukaannya setelah mereka pulang.

  3. Meninggalkan si kecil bersama benda favorit yang dapat membuatnya nyaman

    Selain meninggalkan anak bersama orang yang ia sudah familiar, Ibu atau Ayah juga bisa menaruh benda favorit di dekatnya, seperti boneka, mainan, atau mungkin pakaian dengan aroma orangtuanya. Ini bisa membantu membuatnya nyaman selama ditinggal pergi.

  4. Siapkan aktivitas menarik selama si kecil diasuh sementara oleh orang lain

    Minta pengasuh atau guru di tempat penitipan untuk menyiapkan aktivitas segera setelah Ibu menyerahkan anak kepada mereka. Seperti misalnya bermain puzzle, menyusun balok, bermain bersama teman lain, dan lain sebagainya. Kegiatan itu dapat membuat pikiran anak jadi teralihkan sehingga mengurangi separation anxiety selama Ibu pergi.

  5. Sampaikan ucapan perpisahan dengan nada positif dan wajah bahagia

    Betapapun sedih dan khawatirnya Ibu ketika harus meninggalkan anak untuk sementara waktu, usahakan jangan tunjukkan perasaan itu saat mengucapkan salam perpisahan. Ibu dapat melambaikan tangan dan mengucapkan “Dadaaah…” sambil tersenyum atau menunjukkan kebahagiaan. Ini dapat membantu mengurangi kekhawatiran si kecil serta dapat memberi mereka pelajaran hidup yang sangat penting. Hindari juga memeluknya berkali-kali karena ini justru membuatnya berpikir ada sesuatu yang tidak beres.

  6. Beri perhatian lebih kepada anak saat ia berada di suatu pertemuan yang melibatkan banyak orang asing

    Ketika suatu hari anak diajak ke sebuah pertemuan, misalnya saja pesta pernikahan, di mana ada banyak sekali orang yang masih asing baginya, hindari mendorongnya untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa orangtua atau orang yang ia kenal. Sebaliknya, tunggulah sampai anak tertarik pada orang lain, biasanya anak akan memerhatikan dulu sekelilingnya lalu memusatkan perhatian pada sesuatu atau orang yang ia sukai. Di fase ini jangan membiarkan anak melaluinya sendiri. Dia mungkin akan tertarik saat ada orang yang menghiburnya atau menggendongnya, namun beberapa menit kemudian ia bisa saja berpikiran itu terlalu berlebihan, lalu mulai gelisah dan akhirnya menangis.

    Orangtua harus tetap berada di sisi anak dan bersiap kapan saja anak mencari. Mendorong anak melampaui batasnya akan membuat anak semakin kesulitan mengatasi kecemasannya di kemudian hari. Intinya, orangtua harus tetap ada di sekitar anak bila ia sedang dikelilingi banyak orang asing, untuk membantunya merasa nyaman dalam lingkungan sosial di masa depan.

    Tips satu ini sebenarnya lebih bertujuan agar anak bisa belajar pelan-pelan bagaimana cara mengatasi kecemasannya saat berada di tengah orang asing. Harapannya di masa depan, kebiasaan ini dapat membantunya mengatasi separation anxiety atau bahkan dapat membuat separation anxiety-nya tidak muncul.

  7. Beri si kecil kebebasan saat terbangun dari tidur siang atau ketika bangun di pagi hari

    Ada saat-saat ketika anak tidak langsung menangis ketika bangun tidur, melainkan meraih mainannya, atau mengoceh sendiri. Jika ia bangun dalam kondisi moodnya sedang baik, sebaiknya jangan buru-buru menggendongnya, ya. Biarkan ia bersenang-senang dan menikmati waktu saat sedang sendirian. Membiarkan ia merasa nyaman dengan aktivitasnya sendiri bisa meningkatkan kepercayaan diri serta kemandiriannya, dan membantunya merasa lebih aman dalam jangka panjang.

Tanda Anak dengan Separation Anxiety Mungkin Butuh Bantuan


Sebenarnya, kecemasan yang dialami bayi dan balita akibat berpisah dengan pengasuhnya itu merupakan hal yang wajar. Seiring bertambah usianya, mereka akan lebih mampu memahami bahwa orang dan benda akan tetap ada walau mereka tidak bisa melihatnya. Namun, jika separation anxiety menyebabkan si kecil merasa tertekan, kesal dalam waktu yang cukup lama setelah “perpisahan” tersebut, bahkan berlangsung sampai lebih dari beberapa minggu, cobalah untuk berkonsultasi dengan dokter anak atau psikolog anak akan hal ini.

Beberapa faktor yang mungkin juga berpengaruh terhadap separation anxiety anak adalah karena konflik dalam keluarga, konflik antara orangtua, perceraian, atau ada yang salah di tempat penitipan anak. Jika itu terjadi, gejala separation anxiety bisa lebih parah, misalnya seperti muntah atau kekhawatiran yang tak henti-hentinya. Jadi, penting juga untuk orangtua mengobservasi faktor-faktor tersebut sebelum berkonsultasi kepada ahlinya.

Kecemasan akan perpisahan memang akan menurun seiring bertambahnya usia anak, tetapi perasaan serupa mungkin kembali dalam waktu singkat karena alasan lain, misalnya saat ia sedang sakit atau stres, separation anxiety bisa terpicu untuk muncul kembali ketika ia harus berpisah dengan pengasuh utamanya. Jadi, separation anxiety tidak akan benar-benar hilang sampai anak benar-benar bisa memahami emosinya yang mana artinya saat ia berusia belasan tahun.

Yakinlah bahwa perilaku ini adalah bagian dari perkembangan anak ya, Bu. Setiap anak juga punya keunikan masing-masing. Tidak ada teori yang pasti dapat menjawab kapan tepatnya gejala atau tanda-tanda separation anxiety muncul atau menghilang. Antara satu anak dengan yang lain bisa jadi berbeda. Sebagian hanya butuh waktu beberapa bulan, sebagian lagi mungkin butuh bertahun-tahun. Orangtua tetap perlu bersiap gejala tersebut muncul, terutama ketika anak merasakan ketidaknyamanan atau saat ia menghadapi situasi yang baru.

Penulis: Darin Rania
Editor: Dwi Ratih