Kehamilan

7 Komplikasi Kehamilan yang Perlu Ibu Hamil Waspadai

7 Komplikasi Kehamilan yang Perlu Ibu Hamil Waspadai

Kebanyakan kehamilan memang tidak berisiko komplikasi tapi akan sangat baik untuk mengetahui masalah medis serius mana yang paling mungkin mempengaruhi sang calon ibu. Dokter atau bidan akan mengawasi komplikasi kehamilan ini sepanjang masa kehamilan Anda dengan melakukan pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan USG.

Bunda bisa membantu dokter dengan cara melakukan kontrol rutin dan memberi tahu dokter keluhan kesehatan yang Anda alami. Nah, bekali diri dengan pengetahuan mengenai komplikasi kehamilan yang paling umum terjadi pada ibu hamil yuk. Ini dia list nya!

1. Persalinan Dan Kelahiran Prematur

Bila Anda mulai mengalami kontraksi teratur yang menyebabkan servik mulai terbuka atau menipis sebelum mencapai umur kehamilan 37 minggu, ada kemungkinan untuk Anda mengalami persalinan prematur. Kelahiran bayi sebelum usia kehamilan berumur 37 minggu disebut kelahiran prematur.

Kelahiran prematur bisa menyebabkan masalah kesehatan bagi bayi jika dilahirkan terlalu dini. Semakin matang pertumbuhan setiap organ bayi saat lahir, semakin mungkin ia bisa bertahan dan berada dalam kondisi sehat. Beberapa bayi yang lahir prematur mengalami masalah pernafasan. Kelahiran prematur juga membuat bayi berisiko tinggi mengalami pendarahan otak. Sistem saraf, saluran gastrointestinal, dan organ lain juga bisa terpengaruh. Bayi prematur juga lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit kuning serta bisa kesulitan untuk menyusu dan menjaga suhu tubuh.

Bayi prematur yang bertahan hidup kadang mengalami konsekuensi kesehatan jangka panjang, seperti penyakit paru-paru kronis, masalah penglihatan dan pendengaran, cerebral palsy, serta masalah perkembangan. Kebanyakan bayi prematur lahir antara usia kehamilan minggu ke 34 sampai 37. Jika tidak ditemukan gejala kesehatan apapun saat dilahirkan, biasanya kondisi mereka akan lebih baik dibanding bayi prematur lainnya, tapi mereka masih memiliki risiko kesehatan lebih besar dibanding bayi yang lahir di usia akhir kehamilan.

Jika rahim mulai mengalami pembukaan sebelum usia kehamilan minggu ke 34 dan tidak ada alasan medis yang mengharuskan Bunda melahirkan sesegera mungkin, tim dokter kemungkinan akan menunda persalinan Anda selama beberapa hari. Kemudian, bayi Anda akan diberi corticosteroids nantinya untuk membantu paru-parunya berkembang lebih cepat, sehingga dapat meningkatkan kemungkinannya untuk bertahan hidup. Banyak kemajuan teknologi yang ditujukan untuk membantu merawat bayi prematur. Bayi prematur paling baik dirawat di rumah sakit yang dilengkapi neonatal intensive care unit (NICU).

2. Keguguran

Keguguran merupakan kondisi di mana janin tidak berkembang pada 20 minggu pertama usia kehamilan. Kebanyakan keguguran pada trimester pertama diyakini terjadi karena kondisi kromosom abnormal pada sel telur yang telah dibuahi sehingga embrio tidak bisa berkembang.

Keluarnya bercak dan pendarahan biasanya menjadi tanda pertama keguguran. Jadi hubungi dokter segera jika Anda mengalaminya, meskipun sebenarnya wajar jika ada bercak atau pendarahan di awal kehamilan. Jika dokter mencurigai Anda mengalami keguguran, ia akan melakukan USG untuk melihat apa yang terjadi pada rahim dan meminta Bunda untuk menjalani tes darah.

3. Pre-eklampsia

Pre-eklampsia merupakan kondisi serius yang mempengaruhi sekitar 5 persen ibu hamil. Bunda akan didiagnosa mengalami pre-eklampsia jika tekanan darah tinggi dan protein di urin, hati, atau ginjal dalam kondisi abnormal setelah kehamilan minggu ke 20. Kebanyakan calon ibu yang mengalami pre-eklampsia merasakan gejala ringan mendekati hari perkiraan kelahiran. Tapi Bunda tenang saja, kondisi ibu dan bayi akan baik-baik saja jika ditangani dengan semestinya. Namun, pre-eklampsia yang parah bisa mempengaruhi kinerja banyak organ tubuh dan menyebabkan masalah serius, bahkan mengancam jiwa ibu dan janin. Wanita dengan pre-eklampsia parah harus melahirkan bayinya sesegera mungkin.

4. Diabetes Gestasional

Antara 2 hingga 10 persen calon ibu mengalami diabetes jenis ini. Memang jumlahnya tidak terlalu banyak, tapi kondisi ini cukup umum dan cukup serius sehingga wanita hamil perlu secara rutin memeriksakan kandungan glukosa mereka antara minggu ke 24 hingga 28. Jika Anda menderita diabetes gestasional, Bunda akan dipantau secara rutin oleh dokter.

Kebanyakan wanita bisa menjaga tingkat gula darah yang sesuai dengan pola makan dan olahraga dan melahirkan bayi yang sehat. Tapi diabetes yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan konsekuensi serius pada bayi. Bagi ibu yang mengidap diabetes gestasional, ada 25 hingga 50 persen kemungkinan nantinya mereka akan menderita diabetes tipe 2, meski risiko ini bisa menurun dengan tetap menjaga berat badan dan pola hidup yang sehat.

5. Cairan Ketuban Sedikit (Oligohydramnios)

Kantung ketuban terisi oleh cairan yang melindungi dan mendukung perkembangan bayi. Oligohydramnios terjadi ketika jumlah cairan ketuban terlalu sedikit. Sekitar 4 persen wanita hamil memiliki tingkat cairan ketuban yang sedikit biasanya di trimester ketiga. Jika ini terjadi pada Anda, dokter akan mengecek kondisi kehamilan Anda secara rutin untuk memastikan janin terus tumbuh secara normal. Saat Anda mendekati usia akhir kehamilan, persalinan akan dilakukan dengan bantuan induksi nantinya.

6. Placenta Previa

Ketika Anda mengalami placenta previa, posisi plasenta Anda secara tidak normal berada di bawah uterus atau menutupi serviks. Placenta previa biasanya tidak menjadi masalah jika terjadi di awal kehamilan. Tapi jika plasenta tetap berada di bawah seiring usia kehamilan berkembang, kondisi ini bisa menyebabkan pendarahan dan bisa memicu komplikasi lain, serta dapat membuat Anda harus melahirkan lebih awal.

Lokasi plasenta akan dilihat melalui pemeriksaan USG di usia pertengahan kehamilan, tapi hanya sedikit wanita yang mengalami placenta previa di pertengahan kehamilan masih mengalaminya ketika menjelang persalinan. Placenta previa terjadi pada 1 dari 200 kelahiran. Wanita dengan placenta previa harus menjalani bedah sesar saat melahirkan.

7. Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik terjadi ketika sel telur yang telah dibuahi tertanam di luar uterus. Satu dari 50 kehamilan merupakan kehamilan ektopik. Sering kali kondisi ini disebut kehamilan “tubal” karena kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di tuba fallopi. Pada kehamilan seperti ini, pertumbuhan embrio bisa merusak tuba fallopi Anda dan menyebabkan pendarahan internal yang berakibat fatal, jadi sangat penting untuk mendeteksi kondisi ini sejak dini. Sampai saat ini, tidak ada cara untuk memindahkan kehamilan ektopik ke uterus, jadi mengakhiri kehamilan menjadi satu-satunya pilihan untuk Bunda yang mengalami kondisi ini.

Kehamilan ektopik bisa terjadi pada wanita manapun, tapi ada beberapa kemungkinan yang membuat seseorang semakin berisiko, antara lain:

  • Jika Anda menderita penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease/PID)Kondisi ini paling sering disebabkan oleh infeksi chlamydia yang tertular melalui seks. Ini bisa menyebabkan kerusakan dan luka pada tuba fallopi. Ada tanda PID pada sekitar setengah dari semua kehamilan ektopik.

  • Jika Bunda mengalami endometriosis tuba, Anda bisa lebih berisiko karena ini meningkatkan risiko luka dan adhesi pada tuba.

  • Jika Anda pernah menjalani pembedahan perut, termasuk pengangkatan usus buntu, operasi caesar, atau pembedahan pada tuba fallopi, seperti pembalikan sterilisasi.

  • Jika kehamilan Bunda adalah hasil dari proses bayi tabung, Anda perlu menjalani pemeriksaan untuk memeriksa di mana embrio tertanam.

  • Jika Anda menggunakan IUD yang melepaskan progesteron atau Anda menggunakan kontrasepsi mini pil, keduanya berhubungan dengan tingkat kehamilan ektopik yang lebih tinggi.

  • Jika Anda merokok karena ada hubungan antara merokok dan kehamilan ektopik. 11 persen kehamilan ektopik diakibatkan oleh rokok.

  • Jika Anda sebelumnya pernah mengalami kehamilan ektopik, risiko Anda meningkat dari 1 banding 100 menjadi 1 banding 10.

(Ismawati)